Astrid menggigit ujung kukunya, pikirannya berkelana memikirkan sahabatnya-Aina. Bagaimana tidak, hari ini sahabatnya itu tidak masuk sekolah, dan tanpa keterangan. Astrid khwatir, tidak biasanya Aina seperti ini.
Malam tadi, Astrid lupa mengabari Aina kalau dirinya tidak bisa kembali ke hotel, karena harus menemani mamanya di rumah sakit. Tadi pagi, tepatnya waktu shubuh Astrid mencoba menghubungi Aina tapi tidak di angakat. Sampai sekarang sudah menjelang siang, Aina masih tidak bisa di hubungi.
Astrid berinisiatif untuk pergi mengunjungi rumah Aina, sehabis pulang sekolah.
"Astrid! Kamu dengerin saya nggak, dari tadi saya menerangkan tapi kamu tidak memperhatikan!"
"Mampus," batin Astrid, suara pak Sampto di depan sana berhasil membuyarkan lamunannya tentang Aina.
"Anu.. Pak-saya dengerin kok," kata Astrid.
🕊🕊🕊
Kerutan tipis nampak terpahat pada kening Zaida, saat dia mendengar salah satu art-nya mengatakan bahwa tadi ia melihat Aina berlari ke kamarnya dengan tergesa-gesa.
"Aneh sekali, apa Aina tidak sekolah?" ucap Zaida pelan, tapi masih bisa di dengar sama orang-orang yang berdiri dengan dengannya.
"Nyonya, non Aina sudah dua jam di dalam kamarnya."
Zaida semakin di buat aneh dengan tingkah anaknya. Zaida mengambil langkah menuju kamar anaknya di lantai atas, di susul oleh Dira. Langkah yang di ambil Zaida tidak bisa di katakan santai, karena buktinya, dia sudah sampai di lantai dua hanya dalam waktu belasan detik saja.
Sesampainya di dengan pintu kamar Aina, tidak pikir lama segera Zaida mengetuk pintu di depannya.
"Aina, kamu di dalam?"
"Sayang buka pintunya."
"Kamu nggak sekolah?"
Beberapa menit, tidak ada juga jawaban dari dalam, membuat Zaida khwatir dan semakin mengetuk pintu kamar Aina dengan keras.
Dira yang melihat menantunya kalang-kabut mencoba menenangkan dengan cara mengusap lengan Zaida lembut.
"Mungkin dia lagi tidur," imbuh Dira pada menantunya. Zaida berpikir sebentar, mungkin dirinya saja yang terlalu berlebihan, mungkin benar apa yang dikatakan mertuanya.
"Yaudah sayang, kalau kamu nggak mau buka pintunya, kamu istirahat saja."
"Astagfirullah, kuenya ditinggal." Zaida refleks menepuk jidatnya dan setengah berlari menuju dapur. Dira terkekeh melihat tingkah Zaida.
Dira menoleh sebentar ke arah pintu kamar Aina, lalu menghembuskan nafas pelan, setelahnya dia juga berlalu pergi menyusul Zaida.
Sedangkan di dalam kamar Aina suasana hening, hanya terdengar suara percikan air dari dalam kamar mandi. Lalu di kamar mandinya sendiri, ada tubuh Aina yang terkulai di lantai dengan air shower masih menghujani tubuh Aina. Darah segar terus mengalir dari hidungnya.
"Sshit..." Terdengar ringisan lolos dari bibir mungil Aina, matanya perlahan terbuka. Aina berusaha memfokuskan pandangnya yang memblur. Aina masih merasakan nyeri di kepalanya. Tenaga Aina sudah terkuras habis, tidak menyisakan puih-puih sedikitpun. Sekujur tubuh Aina kebas.
"Bun-nda... Aina sakit. Ayah Hiks," lirih Aina dengan suara parau dan hampir hilang. Aina berusaha mengumpulkan tenaganya untuk bisa bergerak.
Setelah berhasil dikit demi sedikit Aina mencoba untuk berdiri walaupun seluruh tubuhnya tidak bisa diajak kerjasama. Berhasil berdiri Aina masih kelimpungan dan untungnya ada dinding tepat dirinya berpegang agar tidak goyah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bayi Di Balik Seragam SMA (Lengkap)
AcakGadis bercadar, hafizah al-quran, taat agama, dinyatakan hamil di luar ikatan pernikahan. Saat masih kelas XI masa berseragam putih abu-abu. ~~~~×××~~~~ Tidak ada yang tau, kenapa gadis itu selalu menggunakan jaket, ketika ia kel...