Sudah dua hari berlalu, kini Bara sudah menginjakkan kaki di negeri orang untuk memperjuangkan impian dari Aina. Ini adalah sebuah penembusan rasa bersalahnya, karena kesalahan Bara juga hingga Aina tidak dapat mengikuti Olimpiade ini.
Bara saat ini berada di kamar hotel yang disediakan oleh penyelenggara. Pemuda itu menghadap ke arah luar jendela, ia duduk di sofa kecil. Di tangan Bara ada sebuah buku tebal tentang kimia.
"Gugus pengarah orto dan para adalah gugus pendonor elektron; gugus pengarah meta adalah kelompok penarik elektron. Kecuali ion halida, yang merupakan penarik elektron tetapi merupakan gugus pengarah orto atau para."
"Subtitutuen elektrofilik itu adalah substituen yang suka menyerang bagian yang bermuatan parsial negatif karena dirinya cenderung bermuatan parsial positif. Sering juga disebut spesi yang merupakan asam lewis. Pilihan reagen yang mungkin menghasilkan substituen bermuatan positif hanya ada pada CH3COCl yang melepaskan Cl- menjadi CH3CO+. CH3CO+ inilah yang merupakan substituen elektrofilik."
Bara membaca buku yang ada di tangannya dengan berusaha memahami bagaimana maksud dari kata-kata itu.
Bara menggelengkan kasar kepalanya, entah mengapa ia sangat sulit untuk berkonsentrasi begitu banyak pikiran yang bercabang dalam benaknya.
Brak...
Bara meletakkan dengan kasar buku ke atas meja yang ada di sampingnya. Pemuda itu hendak beranjak berdiri, saat ia menegakkan tubuhnya sebuah dompet terjatuh dari kantung celananya.
Pemuda itu merunduk untuk mengambil benda itu, tanpa sengaja ada dua benda yang berterbangan ke lantai dari dompet Bara.
Bara terhenyak sebentar, karena kini pandang matanya tertuju pada foto Aina yang tengah tersenyum lebar tanpa menggunakan cadar, dan juga ada hasil usg pertama kali Aina waktu mereka sebelum menikah. Bara mengambil kedua benda itu.
"Keluarga kecil gue," lirih Bara getir.
Pemuda itu menoleh ke atas nakas yang berada tidak jauh darinya, di sana ada sebuah benda pipih berwarna hitam ponsel milik Bara.
Satu garis senyum terukir sangat tipis di bibir ranum Bara. "Tunggu gue, gue bakal menang semua ini gue lakuin buat lo Aina. Gue sayang, cinta sama lo."
Berbeda negara dengan Bara, ada Aina yang berada di ruang pribadi Queen markas Aodra.
Aina menatap kosong ke depan, di mana jiwa baddasnya selama ini. Semua seakan hilang, karena yang mendominasi adalah rasa sakit, lemah, nyesak mengingat apa yang ia lihat dua hari lalu.
Aina menggenggam ponselnya dengan erat, tidak ada yang menghubunginya baik itu mertua dan orangtuanya. Andra tau jika anaknya berada di markas Aodra.
Andra mentitahkan seluruh anggota wanita Aodra untuk berjaga-jaga di dalam dan yang laki-laki untuk sementara dipindah markasnya di luar gedung. Hal itu dilakukan agar tidak bercampur baurnya laki-laki dan perempuan.
"Kak Bara, sebenarnya apa yang dia mau sih!" dumel Aina. Dia merebahkan tubuhnya pada kasur, seraya tangannya mengelus perutnya yang sudah buncit.
"Ya Allah inikah yang dinamakan bertahan terluka dilepaskan sakit." Aina berucap lirih.
Aina memejamkan matanya, menetralisir seluruh rasa sakit dalam dadanya. Aina berusaha untuk menenangkan diri, ia tidak bisa seperti ini terus sudah cukup selama ini dirinya menerima semua tekanan.
Dalam sekejap, Aina bangkit dari rebahannya. Dia mengelus perutnya nan buncit.
"Kak Bara sudah bermain-main sama Aina, ya. Katanya nggak ada orang ketiga di antara kita, tapi ini apa?" Aina tersenyum sinis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bayi Di Balik Seragam SMA (Lengkap)
RandomGadis bercadar, hafizah al-quran, taat agama, dinyatakan hamil di luar ikatan pernikahan. Saat masih kelas XI masa berseragam putih abu-abu. ~~~~×××~~~~ Tidak ada yang tau, kenapa gadis itu selalu menggunakan jaket, ketika ia kel...