Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
WARNING, Bara dan Aina sudah sah menjadi suami istri. Walaupun ini cerita islami, namun tidak lepas dari keromantisan yang seharusnya pasutri.
So, jangan samakan Aina dan Bara dengan orang pacaran, ya.
Atas saran dari Mira, pada akhirnya saat melihat kondisi Aina yang masih terlihat lemah, Bara memutuskan untuk membawa istrinya itu ke rumah sakit. Tentu, Aina tidak setuju dengan hal itu, namun setelah dibujuk oleh Mira akhirnya gadis itu luluh juga.
Saat ini, Aina, Bara, dan Mira berada di bawah naungan rumah sakit yang sama dengan awal mereka USG beberapa hari lalu. Mira bertugas untuk merujuk Aina ke rumah sakit saja dengan beberapa prosedur.
Aina sudah dibaringkan di atas brankar ruang VVIP, jangan tanya mengapa mereka bisa sampai di ruang itu karena itu semua ulah Mira.
"Kamu banyakin istirahat, ya." Mira mengusap lembut kepala Aina, dia berdiri di sebelah brankar. Sedangkan Bara berada di sofa yang berada di salah satu sudut ruangan.
Bara mengangkat kaki sebelah kanan, bertumpu di paha sebelah kirinya. Tangan pemuda itu bersedekap dada. Dia hanya memperhatikan adegan yang ada di hadapannya itu, tanpa ada niat untuk bergabung.
"Tapi Dok, saya hanya kelelahan. Bukankah perjanjian kita hanya periksa ke rumah sakit saja. Tapi, kenapa sekarang justru diinfus?" tanya Aina. Dia merasa Mira sangat baik padanya, mungkin wanita itu memperlakukan Aina seperti adiknya.
Mira mengukir senyum, membuat kecantikannya terpancar semakin jelas. "Kondisi kamu yang lemah membuat kamu harus berada di sini?"
"Apakah aku boleh pulang sekarang? Karena aku merasa sudah tidak lemah lagii," pinta Aina.
Bara sontak berdiri dari sofa, ia menghampiri Aina dan Mira. "Tidak, tidak bisa kek gitu. Lo harus tetap di sini, sampe bener-bener pulih," ucapnya saat telah sampai di tempat Aina dan Mira berada.
Aina menoleh ke samping kiri, di mana ada Bara di sana. Aina menampilkan wajah dengan raut memelas. Mata gadis itu berkaca-kaca. "Kak Bara, aku mau pulang."
Bara mengalihkan pandangan ke sembarangan arah, tidak sanggup melihat wajah Aina yang menurutnya bisa menggoda iman karena betapa menggemaskan wajah istrinya itu.
Bara kembali menoleh ke arah Aina. Dia mendekat tepat di telinga gadis itu. "Gue nggak suka penolakan," bisiknya dengan nada suara berat dan bas.
Akhir-akhir ini, Bara sangat menyukai jika berbicara dengan Aina dalam jarak yang dekat. Mungkin hal itu karena wangi tubuh Aina yang membuatnya candu.
"Kak Bara modus?" tanya Aina. Dia juga menyadari jika Bara sangat sering berbicara dengannya jarak yang sangat dekat.
Tidak bisa berbohong, hal itu mampu membuat raga Aina bergemang. Desiran hangat mengalir di setiap urat nadinya. Jantung yang berpacu, perut yang serasa menggelitik.
Bara tersenyum smirk. "Lo jangan geer, mungkin ini cuma bawaan seorang ayah dan anak. Lo jangan baper, gue nggak akan pernah ada rasa ama lo." Pemuda itu berucap datar, lalu menjauhkan diri dari Aina.
Aina tertegun dengan kalimat yang diutarakan oleh Bara, secara tidak langsung suaminya itu mengatakan jika tidak ada harapan untuk hubungan mereka.
Salahkan Aina menganggap jika hubungan mereka baik-baik saja setelah mereka menikah, walaupun Aina belum bisa menerima semua takdir menyakitkan ini. Tapi, sikap Bara seolah tidak ingin menjauh darinya.
Aina tersenyum kikuk. "Ekhem... siapa juga yang geer." Gadis itu berusaha menormalkan raut wajahnya.
Bara tidak menanggapi, dia beranjak menuju sofa yang dia duduki tadi. Dengan santainya menyandarkan punggung ke sandaran sofa, mengabaikan Aina yang masih menatapnya kosong.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bayi Di Balik Seragam SMA (Lengkap)
RandomGadis bercadar, hafizah al-quran, taat agama, dinyatakan hamil di luar ikatan pernikahan. Saat masih kelas XI masa berseragam putih abu-abu. ~~~~×××~~~~ Tidak ada yang tau, kenapa gadis itu selalu menggunakan jaket, ketika ia kel...