39. SALING MENERIMA.

49.7K 5.6K 499
                                    

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Sorry telat, because otak aku buntu nggak ada ide 😭

Aina menjadi salah tingkah, dan itu semua ulah Bara. Bagaimana tidak? Pemuda itu dengan sangat telaten menyuapi dirinya.

"Hm, Kak, Aina bisa makan sendiri kok," ujar Aina. Tangan gadis itu menahan pergerakan tangan Bara yang hendak kembali menyuapinya.

Bara dengan cepat menggeleng. "Ntar yang ada lo nggak makan."

Aina tersenyum getir. "Kak, kenapa?" Gadis itu menatap intens ke arah Bara, melihat setiap inci ketampanan milik Bara.

Mendengar pertanyaan Aina, alis Bara terangkat sebelah. "Apanya yang kenapa?"

Aina menghela nafas berat. "Kadang Kakak cuek ama Aina, kadang Kakak bisa sangat perhatian ama Aina. Serasa kek hati Aina ditarik ulur."

Tangan Bara yang mengudara hendak menyuapi Aina, kini kembali ia tarik. "Kenapa lo mikir gitu?"

"Kita udah nikah Kak, mau bagaimanapun Kakak menolak, tetap aja Aina sudah jadi istri Kakak," ujar Aina.

Kerutan tipis terbentuk di kening Bara. "Apasih, lo kok jadi ngomong ke mana-mana."

"Kak, sebenarnya Kakak udah nerima aku atau nggak sebagai istri?" tanya Aina. Matanya yang belo, menatap polos ke arah Bara. Namun, dia sungguh serius mengatakan itu dari dalam lubuk hatinya.

Baiklah, setelah beberapa hari menikah, baru kali ini mereka mempunyai kesempatan untuk membicarakan tentang hubungan mereka. Bara pun tidak luput memikirkan akan hal itu.

"Seharusnya, pertanyaan itu buat lo. Lo udah nerima nggak, gue jadi suami lo?" tanya Bara.

Aina sedikit mengerucutkan bibirnya. "Kok balik nanya, kan Aina nanya duluan," ucap gadis itu.

"Tinggal jawab," sarkas Bara.

Aina mengayunkan tangannya ke udara, lalu menunjuk dirinya sendiri. "Aina sudah menganggap Kak Bara sebagai suami. Aina sudah menerima pernikahan kita, Aina ihklas."

Bara mengangkat sedikit sudut bibirnya. "Lo istri gue, setelah ijab qobul."

Ada rasa sedikit tidak percaya pada hati Aina terhadap ucapan Bara, mengingat bagaimana pemuda itu di awal sangat menentang Aina. Bahkan, Bara terlihat sangat tidak suka dengan Aina.

"Lalu, bagaimana dengan ucapan Kakak di rumah sakit, waktu itu?"

Alis tebal milik Bara menyatu, mencoba mengingat apa perkataan yang pernah ia ucapkan pada Aina waktu itu.

"Emang gue bilang apa?"

"Camkan ini, mau bagaimanapun kita terpaksa menikah, tetap saja saat ini dan seterusnya kita adalah suami istri. Gue nggak pernah main-main dalam hubungan ini, gue serius Aina. Bagi gue, pernikahan adalah ikatan suci sampai akhir hayat." Aina memejamkan matanya, mencoba mengingat untaian kalimat yang pernah diucapkan Bara.

"Terus?" tanya Bara.

"Apa maksud dengan kalimat itu? Kita akan bersama sampai akhir hayat?"

Bara mengedikkan bahu. "Prinsip hidup gue, menikah sekali untuk seumur hidup. Dan, itu berlaku di antara kita saat ini, paham, hm?"

Aina mengedarkan pandang, agar tidak bertemu dengan tunak mata Bara. Dia menghembuskan nafas dalam, lalu kembali menatap intens suaminya.

"Tapi Kak, kita nggak saling cinta," ujar Aina. Dia sudah lama ingin mengatakan itu, setelah mendengar apa yang diucapkan Bara tempo hari lalu.

Bukannya menjawab, Bara justru kini sibuk mencuci tangannya di air kobokan yang tadi sempat ia sediakan.

Tangan Bara terangkat pada kedua belah bahu Aina. Bara memberikan isyarat, agar Aina menghadap lurus ke arahnya.

Bayi Di Balik Seragam SMA (Lengkap) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang