51 DI-DO

40K 4.6K 450
                                    


Abdul Malik bin Abjar rahimahullah berkata:

"Manusia pasti diuji dengan kesehatan untuk dilihat bagaimana wujud syukurnya, atau di uji dengan musibah untuk dilihat sejauh mana kesabarannya."

                     HAPPY READING

Astrid tersenyum lebar, ia mengamati expresi wajah polos Aina. "Obatnya pait?" tanyanya.

Aina dengan polosnya menggeleng. Tadi, Astrid memberikan Aina obat yang katanya bisa mengurangi flu dan batuk yang didera oleh Aina.

Senyum hangat Astrid perlahan mulai berubah menjadi senyum sinis, saat Aina tidak menyadari hal itu.

Saat ini, mereka sedang berada di rumah Astrid lebih tepatnya di kamar gadis itu. Seperti yang direncanakan tadi siang, malam ini Astrid dan Aina akan menemui Bara.

"Apa ngga salah Kak Bara ngajak kita ke hotel?" tanya Aina.

Astrid yang berada di depan kaca hias, ia memutar tubuhnya menghadap ke arah Aina.

"Ya ngga salah, udah lo nggak usah mikir yang aneh-aneh deh. Lagian, tujuan kita ke sana itu untuk menolak dia kan. Lagian lo sendiri yang nyuruh gue kek gitu." Astrid kembali ke arah meja rias, menyelesaikan sedikit bentuk alisnya.

Aina hanya manggut-manggut, tanpa sepengetahuan Astrid, Aina memutar-mutar lidahnya di dalam mulut belum meminum kapsul obat yang diberikan oleh Astrid.

Tanpa menimbulkan kecurigaan, Aina bernajak ke arah pintu yang ia tahu itu adalah kamar mandi. Aina dengan santainya membawa langkah.

Sesampainya di dalam kamar mandi, Aina mendekat wastafel. Dengan cekatan ia mengeluarkan kembali obat yang ada di dalam mulutnya.

"Ada apa dengan Astrid? Ini bukan obat untuk flu ataupun batuk." Aina berteman, seraya menatap kapsul obat yang baru saja ia keluarkan di atas wastafel.

Aina memutar air keran, untuk menghanyutkan benda itu.

"Ada yang tidak beres. Itukan obat langka yang hanya anggota Aodra yang bisa membuatnya." Indra penglihatan Aina menajam ke arah cermin di hadapannya.

Bersyukurnya Aina karena ia mempunyai otak yang cerdas, hingga cepat mencerna keadaan. "Aku mau dijebak?" Tanpa sadar, Aina tersenyum sinis.

"Astrid apa alasan kamu ngelakuin ini?" Sungguh, Aina tidak marah saat mengetahui semua ini. Hanya diam, dan berencana mengikuti alur sesuai yang Astrid lakukan.

Aina justru kini di otaknya sudah penuh dengan pertanyaan, alasan Astrid melakukan ini. Jika memang Astrid tengah menghadapi masalah, maka Aina siap membantu.

"Aku akan tetap ikut ke hotel itu, dan mengikuti alur yang sudah dibuat. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan karena obatnya sudah aku buang," batin Aina.

                                 ****
Walaupun usianya sudah menginjak kepala empat lebih, namun auranya masih terlihat sangat kuat dan beribawa. Tentu hal itu mampu membuat orang-orang sekitar tunduk pada dirinya.

"Anakku," lirih Derion menatap ke arah Barat dengan mata berkaca-kaca. Sungguh, telah lama ia ingin melihat langsung putra kandungnya.

Selama ini, Derion hanya bisa melihat dan memperhatikan Bara dari kejauhan dari balik layar. Infromasi yang sering diberikan oleh anak buahnya.

Apa yang diucapkan oleh Derion, tentu mengejutkan orang-orang yang ada di dalam ruang itu, tidak luput seorang Aina.

Pak Agus melebarkan bola matanya, menatap tidak percaya pada Bara dan Derion dengan bergantian. Seakan otak cerdasnya selama ini menghilang, untuk mencerna keadaan yang sedang terjadi.

Bayi Di Balik Seragam SMA (Lengkap) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang