Chapter Three

2.9K 486 77
                                    

Halo, tadinya aku mau publish hari Jumat cuma karena part ini mayan pendek, kayaknya hari ini aja. Heuheu

Untuk permulaan, respon yang dikasih untuk Winter Spring cukup bagus. I'm so proud of each of you guys here. I read your comments when I felt a little bit sleepy but yet it could make me grinned so hard. Thank you. And enjoy your time~



“Love looks not with the eyes, but with the mind, And therefore is winged Cupid painted blind.”
—William Shakespeare—

“Harus sekali ya kita berkencan di toko buku seperti ini?” Rose menggerutu, sangat jelas kelihatan tidak setuju dengan ide kencan dari Jaehyun.

Senyum tipis terlukis di wajah Jaehyun. Fokus yang semula ia tujukan sepenuhnya pada deretan buku kini beralih pada Rose—perempuan ini sedikit merajuk. “Aku tidak pernah bilang ini kencan. Aku hanya bilang kalau kita akan pergi ke tempat yang menyenangkan. Toko buku sangat menyenangkan—di samping perpustakaan dan galeri lukisan, tentu saja. Lagipula, aku tidak punya rencana untuk pergi jalan denganmu hari ini. Seharusnya aku bekerja. Ah, Ryujin, aku akan membiarkannya kali ini.”

“Jangan katakan apapun pada paman dan bibi,” kata Rose. Ia menggenggam kedua tangan Jaehyun dengan erat, membuat pemuda itu sedikit terkejut. “Kumohon Jaehyun… dia juga butuh istirahat. Kudengar nilainya meningkat dengan pesat, bukankah wajar kalau Ryujin mendapat sedikit liburan? Anggap itu hadiah darimu untuknya. Belajar selama satu tahun penuh tanpa jeda bisa menyebabkan kematian pada sebagian populasi manusia. Kau tidak tahu itu kan? Itu karena kau terlalu sibuk belajar sampai-sampai tak punya waktu untuk mengetahui hal lain di luar itu. Benar-benar berbahaya.”

“Ya, terserahmu saja, Tuan Putri.” Jaehyun menimpali dengan malas. Ia semakin terbiasa dengan sisi Rose yang tak banyak diketahui orang seperti ini.

“Aku bicara serius!” kata Rose dengan tangan terkepal.

“Aku mendengarkan dengan serius,” sahut Jaehyun masih dengan suara tenang.

“Aku membencimu!” kata Rose agak keras.

“Hm.” Jaehyun tidak memberikan tanggapan serius.

“Aku bilang aku membencimu!” Rose mengulangi kalimatnya.

“Aku juga,” ujar Jaehyun sambil melangkah menjauhi Rose.

“Orang bilang kebencian merupakan wujud lain dari cinta. Artinya kau mencintaiku, kan?” kata Rose seraya menampilkan senyuman kecil di wajah cantiknya.

Jaehyun tidak menyahut. Hanya mengamati deretan buku di hadapannya.

“Aku mencintaimu, Jung Jaehyun.” Rose mengatakan itu dengan suara lembut dan ketulusan yang bisa dirasakan jelas bahkan oleh manusia sedingin dan setidak peka Jaehyun sekalipun. “Di antara semua hal di dunia ini, aku paling mencintai dirimu. Aku mencintaimu. Sangat sangat mencintaimu!”

“Hei, kecilkan suaramu!” kata Jaehyun dengan suara tertahan. Ini memang masih pukul sembilan pagi sehingga tidak terlalu banyak pengunjung di sini, tapi toko buku ini kecil, sehingga seorang pengunjung lain dan pemilik sekaligus kasir toko bisa mendengar suara Rose dengan jelas. “Aku tak peduli dengan perasaanmu, okay? Jangan berteriak dan bersikaplah dengan tenang.”

Winter Spring ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang