Haloooooooooo, it's been a while yaaaa ^.^/
Kangen banget aku sama kalian :') How is the thing everyone? Kangen kah sama Winter Spring? Semoga kangen ya. Hoho... well, sebagai pemanasan, kuta mulai dari chapter yang biasa dulu. It will be getting hotter and spicier on the next chapter, so please wait for it ^^
❄
❄
❄“I dream. Sometimes I think that’s the only right thing to do.”
—Haruki Murakami—Pagi ini Rose terbangung dengan perasaan senang. Ini adalah malam pertama dalam dua minggu terakhir sejak dirinya bisa tidur dengan nyaman. Ketika berada di rumahnya, dia selalu kesulitan untuk tidur pada malam hari karena dadanya selalu terasa sesak—seolah terhimpit sesuatu yang sangat besar dan menyiksa. Dia hanya bisa tidur ketika Jaehyun ada di dekatnya atau saat dia menelpon, seperti menina bobokan meskipun dengan cara yang agak ketus.
Rose berhenti meminum obat tidur karena Jaehyun bilang itu tak baik untuk kesehatannya dan akan membuatnya ketergantungan. Meskipun sudah mengetahui hal itu sejak lama, Rose baru berhenti setelah dia dan Jaehyun berkencan—dan setelah pria itu menaruh lebih banyak perhatian dengan gayanya sendiri.
Ketika berhadapan dengan dirinya, Jaehyun memang selalu bersikap lebih ketus daripada biasanya. Awalnya pria itu memang hanya ingin membuat Rose menjauh sehingga bisa memutus hubungan yang dimulai dengan sangat terpaksa. Jaehyun hanya pemuda normal—dengan wajah sangat tampan—yang sedang bekerja di sebuah minimarket dekat bar di kawasan Apgujeong saat mereka bertemu untuk pertama kalinya. Saat itu sudah lewat tengah malam, Jaehyun yang baru menyelesaikan shift malamnya terlibat dalam sebuah perkelahian dengan seorang pria mabuk yang sama sekali tidak dia kenal. Jaehyun bukan orang yang pandai berkelahi. Itu terlihat dari gerakannya yang serampangan dan dia hanya asal melempar pukulan pada pria setengah sadar yang tidak berhenti mengumpatinya.
“Bajingan tengik! Keparat sialan! Ibumu pasti hanya pelacur tidak tahu diri yang tidak bisa mengajarkan sopan satun padamu! Jangan campuri urusan orang lain! Dasar manusia miskin tidak tahu diri!” kata si pria mabuk. Pria itu masih muda, hanya kelihatan satu atau dua tahun lebih tua dari Jaehyun, tapi gerakannya jauh lebih lambat dan napasnya tersenggal-senggal. Dia kelihatan bodoh saat berbicara terputus-putus sambil berusaha melawan Jaehyun yang sebenarnya tidak seberapa tangguh—dia hanya sangat sadar, jadi dia bisa memukul wajah si pria mabuk sebanyak beberapa kali. “Sakit! Keparat! Kenapa kau memukul wajahku?!”
Jaehyun mengibaskan tangannya, seolah membuang kotoran tiap kali tangannya menyentuh wajah si pria mabuk. Ekspresinya saat itu kelihatan lebih dingin—seolah hatinya sudah mati atau hanya sedang berada dalam kondisi off. Tapi Jaehyun yang seperti itu juga kelihatan keren. Dia membela seorang perempuan yang kelihatan sama kacaunya dengan si pria mabuk meskipun dia juga tidak mengenalinya. “Benarkah? Apa itu sakit? Lalu kenapa kau menyeret seorang perempuan sampai tangannya merah seperti itu? Kau pikir tindakanmu tidak menyakitinya? Kau melecehkannya, dasar bajingan tengik bau alkohol. Kau bahkan berusaha menyingkap gaunnya.”
“Apa urusanmu? Kau tidak berhak ikut campur meskipun aku menelanjangi perempu—akh!” Kalimat si pria mabuk terpotong—tersenggal saat Jaehyun menendang perutnya dan membuat tubuhnya terjatuh ke atas trotoar dingin yang kotor.
Jaehyun hampir mendaratkan pukulan lain, berniat melampiaskan rasa jijik dan marahnya pada si pria mabuk ketika genggaman lembut milik seorang perempuan yang punya wajah sehalus kapas menghentikan tangannya. Sepasang mata milik perempuan itu menyiratkan luka dan kesedihan yang membuat tatapan Jaehyun bergetar hebat. Kepalannya melemah, Jaehyun menjatuhkan tangannya, melihat perempuan itu terisak. Ia tidak berhenti saat orang-orang mulai berkumpul dan mungkin merekamnya. Tapi ia berhenti saat perempuan itu meraih tangannya, menggeleng, dan menggumamkan sesuatu yang membuat darahnya berdesir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Winter Spring ✔
Fanfiction[COMPLETED] He was the coldest winter who met his warmest spring. She was the most bitter spring who met her sweetest winter. The world knows that spring will never come beautifully without winter. Because winter and spring bond to each other, are...