Chapter Seven

3.6K 421 133
                                    

Haloooo... I'm back with the whole new chapter. Thank you for waiting. But anyway, I wanna tell you this, chapter seven is not kid friendly so for those who are underage, harap skip beberapa bagian. Oke gitu aja. Terima kasih dan selamat membaca~

Please leave vote and comments too :)



“You know you’are in love when you can’t fall asleep because reality is finally better than your dreams.”
—Dr. Seuss—

Air muka Jaehyun diwarnai kepanikan. Kedua kakinya bergerak sangat cepat, membawa tubuhnya berlari menuju apartemen Rose yang kelam dan sepi. Sekitar dua puluh menit yang lalu, gadis itu menelponnya, hanya untuk memberitahukan kalau ia belum mengubah kata sandi apartemennya. Suaranya terdengar serak—seperti tercekik. Hal itu membuat rasa panik dan khawatir merambat menguasai diri Jaehyun dengan cepat. Ia mengabaikan pekerjaannya, meninggalkan minimarket yang sudah bertahun-tahun ia jadikan sebagai sumber penghidupan.

Jaehyun mendorong pintu apartemen dengan tergesa-gesa. Menciptakan bunyi ‘brak’ yang terkesan kasar, benar-benar tidak seperti dirinya yang selalu menghargai barang mahal yang tidak bisa dibeli bahkan dengan seluruh hidupnya. Matanya berpendar ke setiap sudut apartemen yang masih terasa asing dan mencekik. Suaranya sedikit tertahan di kerongkongan—seperti terjegal batu besar. Ia menyerukan nama Rose dengan panik. Mengeceknya ke kamar dan ke ruangan lainnya; hasilnya nihil. Lalu saat tangan Jaehyun mendorong pintu kamar mandi di sudut paling kiri, matanya membelalak saat melihat Rose dengan pisau buah di tangan kanannya.

“Park Rose!” pekik Jaehyun sembari menepis pisau buah di tangan Rose. Ia menarik tangan perempuan itu, menyingkap baju yang menutupi lengannya, kemudian menghembuskan napas lega saat matanya tak menangkap satupun goresan tambahan selain sejumlah goresan lama yang perempuan itu tinggalkan di beberapa bagian lengannya. Secara spontan Jaehyun membawa Rose ke dalam dekapannya—mengusap kepalanya berulang kali. “Rose bodoh, apa sih yang kau pikirkan? Kau mau membuatku terkena serangan jantung? Atau kau berencana melakukan double suicide? Sudah kubilang kan untuk berhenti melakukan semua ini! Kau selalu bisa meminta bantuan dariku! Katamu aku pacarmu! Katamu kau mempercayaiku! Aku akan selalu datang dan mendengarkan ceritamu! Kau tidak sendirian! Kau punya aku! Jadi kumohon... kumohon jangan lakukan semua ini... Rose... kumohon...”

Tangis Rose pecah. Kakinya menjadi lemas, ia menumpukan sebagian bobotnya pada Jaehyun yang masih memeluknya dengan erat. Rasa sakit dan gusar di hatinya perlahan berkurang, menyisakan ruang baginya untuk merasa tenang. Hanya dengan eksistensi pria yang mendekapnya saat ini, Rose sudah merasa aman. Jaehyun selalu datang di saat dia sangat membutuhkan. Jaehyun mengorbankan sesuatu yang bertahun-tahun dia anggap penting demi Park Rose. Meskipun setelahnya Jaehyun akan uring-uringan, tapi Rose sudah kadung tahu kalau kekasihnya itu memang selalu memprioritaskan dirinya sebelum pekerjaan. Meskipun ia masih belum mau mengatakan ini sebagai cinta, tapi kepedulian Jaehyun padanya yang sangat tinggi sudah cukup untuk membuat dia yakin kalau ada seseorang yang secara tulus menginginkannya tetap hidup. Dan orang itu berkata bahwa Rose tidak sendirian, karena dia akan selalu ada di sampingnya.

“Jaehyun... hatiku... hatiku sakit sekali.” Rose terisak. Wajahnya terbenam di antara dada Jaehyun yang selalu membuatnya merasa hangat. “Rasanya sangat sakit sampai susah bernapas.”

“Kau tidak bernapas dengan hati, dasar bodoh.” Jaehyun masih bisa mengoreksi dengan gaya sinis kendati hatinya sedang diliputi kepanikan dan kekhawatiran.

Winter Spring ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang