Chapter Sixty Three - Final Chapter

2.5K 198 106
                                    

We finally reach an end. This is truly the end of their story. Please show your love especially for this chapter ya 😊😊😊

And this is the longest chapter I've ever written in my whole career as Wattpad author. Brace yourself, it will be sweet, more Jaerose's moment as parents. I won't say too much except: Enjoy ^^

(I don't own any pictures here—kindly tell me if you know who made these manips)



“If we had no winter, the spring would not be so pleasant: if we did not sometimes taste of adversity, prosperity would not be so welcome.”
—Anne Bradstreet—

Memaafkan bukan perkara yang terlalu sulit bagi Saera. Tapi untuk beberapa alasan yang sangat personal, memaafkan Jeno yang tidak kunjung datang hingga pagi menjelang justru menjadi pekerjaan yang tidak bisa gadis kecil itu lakukan. Ia sudah mencoba merasionalisasi segala kemungkinan sebagaimana yang sudah ayahnya sebutkan sebelum pergi ke rumah sakit dengan ibunya dini hari tadi—penerbangan Jeno ditunda karena salju turun dan jalan-jalan juga ditutup sehingga menimbulkan kemacetan—tapi Saera tetap tidak bisa memakluminya. Dalam benaknya dia justru berpikir, ‘Kalau sudah bisa diperkirakan sebelumnya, seharusnya paman datang lebih awal. Kenapa harus datang pada malam tahun baru? Memang sebelumnya tidak bisa? Sepenting apa bulan madu itu untuk paman? Apa paman lebih menyayangi Witch Karina daripada Saera?’, rentetan pertanyaan itu membuatnya semakin membatin.

Beragam macam spekulasi yang Saera buat dalam kepalanya justru membuat hatinya semakin gamang. Ia bahkan tidak punya waktu untuk memikirkan adiknya yang mungkin lahir hari ini—sangat sibuk memikirkan Jeno dengan tubuh terbalik karena ia selalu meminta siapapun yang cukup kuat untuk memegang tubuhnya dalam posisi seperti itu, katanya itu bisa membantu sirkulasi pikirannya berjalan dengan baik. Rambut panjangnya menjuntai ke bawah, matanya terpejam, kedua tangan dilipat di depan dada, sementara kedua kakinya masih dipegangi oleh Jake dengan erat. Saera tiba-tiba membuka mata, meminta Jake untuk menurunkan tubuhnya, lalu duduk di pangkuan pria itu dengan segunung kesedihan yang terpampang jelas di wajah cantiknya.

“Aku seharusnya ikut ke rumah sakit dengan papa dan mama. Bagaimana kalau Lod Hades ingin melihatku? Dia jadi harus menunggu sampai besok atau lusa, kan.” Saera bicara dengan suara serak—sontak mengundang simpati dari Jake yang senang memainkan kedua kaki pendeknya.

“Tapi bukannya Saera bilang mau menunggu Paman Jeno? Tadi dia sudah menelpon, katanya sebentar lagi sampai,” ucap Jake berusaha menghibur hati si kecil.

Saera mengembuskan napas berat sebelum mengatakan, “Sudah tiga jam tapi masih belum sampai juga. Benar kata papa, tidak ada parameter yang sesuai untuk kata ‘sebentar’. Mungkin karena itu juga papa tidak terlalu suka menggunakan kata sebentar, dia biasanya bilang, ‘lima menit lagi’ atau ‘sepuluh menit lagi’, tiap kali mama meminta bantuan padanya. Hah, kurasa Paman Jeno memang sudah tidak menyayangiku.”

Sebelum Jake dapat menjawab, suara Minjeong terlebih dahulu memotong obrolan mereka, membuat pria itu menengok dan tersenyum saat perempuan itu mengecup bibirnya singkat. “Lagi-lagi Paman Jeno, apa tidak bosan menanyakan dia terus? Bagaimana kalau sarapan dulu? Hari ini ada honey toast kesukaan Saera.”

“Kalau sarapannya saat Paman Jeno sudah datang tidak apa-apa kan? Bagaimana kalau paman belum sarapan? Dia kan suka sarapan bersama,” ucap Saera sebelum berpindah ke pangkuan Minjeong dan memeluk lehernya. Ia masih mengenakan baju tidur—tidak mau mandi atau ganti baju meskipun sudah pukul sepuluh pagi.

Winter Spring ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang