Chapter Forty Two

1.6K 252 86
                                    

Halo, berhubung minggu ini nggak akan publish chapter baru ISP, jadi sebagai gantinya update chapter baru Winter Spring aja. Hopefully you will like it ^^

Chapter ini panjang, but I guess you will like it more than the previous one. Selamat membaca 😚😚😚



“Angry people are not always wise.”
—Jane Austen—

Selalu ada beberapa malam yang Jaehyun habiskan tanpa tidur sama sekali. Ia akan terus terjaga karena bayangan tentang kehilangan ketiga adiknya, kekasihnya, bahkan sahabatnya terus menghantui tanpa kenal jeda. Napasnya akan tersenggal, keringatnya mengucur deras, bahkan air matanya ikut turun tiap kali mimpi buruk serupa menghantamnya bagai godam. Rasa cemas berlebih kerap kali merundungnya, tapi Jaehyun selalu enggan bercerita dan memilih memendamnya sendirian. Ketiga adiknya mungkin menyadari situasi yang ia hadapi dengan baik, tapi mereka tak punya cukup keberanian untuk bertanya. Satu-satunya orang yang cukup gila untuk mengusik dan berusaha membuat Jaehyun tetap ‘hidup’ adalah Eunwoo—pria itu bahkan sampai membayar uang sewa supaya bisa tinggal di rumah yang sama dengan Jung Bersaudara.

Meskipun Jaehyun tidak pernah mengatakannya, tapi ia mempercayai Eunwoo lebih dari yang pria itu kira. Jaehyun hanya pernah mengatakan bahwa Eunwoo merupakan satu-satunya orang yang dapat menjaga ketika adiknya jika dirinya mati; perkataan itu sempat membuat sahabatnya mengamuk, ia tak suka dengan ide jika Jaehyun akan meninggalkan mereka kapan saja. Bahkan Minjeong sering kedapatan menangis karena merasa jika Jaehyun yang mereka kenal sudah lama pergi; saat ini ia dipandang sebagai cangkang tanpa jiwa karena sejumlah perbedaan sifat yang cukup ekstrem dengan dirinya di masa lalu.

Dulu Jaehyun memang sedikit dingin dan terkesan tak peduli tapi ia tetap orang berprinsip: tidak akan menyakiti orang lain, tidak akan menipu, tidak akan bersikap culas bahkan egois. Tapi saat ini ia mengabaikan sejumlah nilai yang membuatnya terkesan jahat; selama mendapat uang banyak maka ia akan melakukan pekerjaan sesulit dan seberbahaya apapun. Bahkan ia tak akan peduli jika Tzuyu, sebagai contoh, mengalami keterpurukan karena intervensinya perihal chip yang dibutuhkan oleh kliennya sangat mungkin membuat hidup wanita muda itu tersiksa. Jaehyun hanya ingin memastikan jika seluruh adiknya dapat tumbuh kuat bahkan jika suatu hari nanti harus hidup tanpa sokongan darinya lagi.

“Kau berpikir terlalu banyak lagi, kan?”

Seolah dapat membaca isi pikirannya, Eunwoo selalu membuat tebakan yang membuat Jaehyun tertegun. Lagi-lagi pria itu membuntuti, berlari di sampingnya dengan langkah terseok-seok. Kebiasaan ini dimulai sekitar dua tahun lalu saat Minjeong memohon sambil menangis tersedu-sedu karena takut Jaehyun melakukan tindakan ekstrem jika dibiarkan berlari sendirian. Itu hal yang konyol, ia hanya ingin berolahraga dan mencari inspirasi untuk lukisannya. Tapi tak peduli sebanyak apapun penolakan yang ia lontarkan, Minjeong tetap teguh pada pendiriannya dan memaksa Eunwoo untuk menjadi ‘penjaga’ kakaknya. Oleh karenanya sejak hari itu Eunwoo selalu memaksakan diri untuk ikut lari pagi karena tak mau melihat Minjeong menangis.

“Tidak,” sahut Jaehyun pelan. Langkahnya tidak terlalu cepat namun stabil, pandangannya menyapu jalanan yang disinari lampu di sisi kanan-kirinya, sementara pikirannya masih menyambangi kenangan tadi malam yang membuatnya tertidur lebih cepat. Sangat tak biasa baginya untuk tetidur cepat dan lelap; bahkan biasanya suara derap kaki hingga hembusan angin dapat membuatnya terbangun. Tapi saat ini hatinya menjadi lebih kuat dan keputusannya lebih mantap. Jaehyun merasa jauh lebih hidup.

“Hah... larimu jadi lebih cepat atau aku jadi lebih lemah? Rasanya lelah sekali! Apa mungkin karena aku tidur sangat larut?” Eunwoo bicara terengah-engah. Umpatan yang ia layangkan di akhir membuat langkah Jaehyun terhenti—tatapan dingin yang sempat diharapkan tak ada dalam sepasang mata gelap yang menatapnya dalam redupnya pagi di minggu kedua Februari. “Kenapa menatapku seperti itu? Jangan bilang kalau sekarang kau menyukaiku? Tidak, maaf, bukannya aku membenci hal semacam itu, aku hanya tertarik pada perempuan. Jadi kau harus—”

Winter Spring ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang