Chapter Twenty Eight

1.4K 233 30
                                    

Halo, been waiting for it? I cannot wait to give more spices like dang you're gonna like it ^^

Don't forget to vote and give some comments if you feel to, I will really appreciate it. And I see it you tend to like it more when we have both Jaehyun and Rosé at one chapter 😁😁😁



“Maybe it’s just a daughter’s job to piss off her mother.”
—Chuck Palahniuk—

September 29th, 19:00 KST
Ballroom hotel dengan pemandangan lepas pantai itu dihadiri tamu undangan yang jumlahnya tak sampai seratus orang. Sampanye dituang, mempelai meminumnya dengan senyum cerah yang bertentangan dengan warna langit di luar. Semua orang bertepuk tangan, memberikan selamat pada pasangan baru yang kembali bertukar ciuman di tengah altar. Rose melihat ibu dan ayah tirinya dengan tatapan bosan, lagi-lagi ia menarik diri, kembali ke baris belakang untuk mengambil sampanye yang secara tak biasa terasa hambar.

Pandangannya terarah ke laut, memandangi bentang biru gelap yang mengirimkan gelombang kecil namun ganas. Kelihatan tak berarus—tapi Rose tahu kalau air laut bisa melilit dan membawanya jauh dari tempat ini. Dirinya di masa lalu mungkin akan melakukan hal itu; tapi sekarang ia memiliki sejumlah alasan untuk tetap hidup. Salah satunya—sekaligus yang paling besar—adalah Jung Jaehyun. Ia ingin cepat pulang dan bertemu kekasihnya. Mungkin Rose akan meminta tiga, tidak, sebanyak mungkin kecupan sebagai terapi karena satu hari bersama ibunya terasa amat menyiksa.

Sebenarnya pernikahan ini sedikit lebih baik karena dihadiri beberapa orang yang dia kenal—seperti Keluarga Shin dan Keluarga Hwang yang datang dengan anak mereka. Ryujin berusaha sangat keras untuk menghiburnya. Gadis muda dengan rambut bob itu terus berceloteh tak jelas, menceritakan Hyunjin bahkan penggemar fanatik Jaemin serta cerita tentang gaya mengajar Jaehyun yang  bisa membuat Rose tertawa. Ia tak akan membiarkan Rose berkeliaran sendiri, selalu memastikan kalau dirinya berdiri dalam radius maksimal sepuluh meter dengan fokus yang selalu berpindah dari sisi kiri ke sisi kanan. Sederhananya, dia terus mengecek Hyunjin dan Rose bergantian, memastikan kalau keduanya baik-baik saja.

“Kakak mau makan?” kali ini pertanyaan Ryujin pun datang seperti topan—cepat dan tanpa peringatan.

Rose sedikit tersentak—hampir membuatnya tersedak. Ia meletakkan gelas di atas nampan pramu saji, menepuk-nepuk dada sebelum berbicara dengan suara yang mengandung sedikit protes. “Kau membuatku hampir tersedak. Kalau sampai mati, Jaehyun akan menyalahkanmu seumur hidup.”

“Mentorku tidak kelihatan seperti seorang pendendam,” sanggah Ryujin sambil bertolak pinggang.

“Memang sih. Tapi Jaehyun akan melakukan segalanya untukku,” cetus Rose sambil mengangkat dagu, kelihatan sombong dan percaya diri.

“Dia bilang begitu?” tanya Ryujin sangsi.

“Tentu tidak. Jaehyun tidak akan pernah mengatakan hal cringey seperti itu,” jawab Rose terhambat realita.

“Tadi pacarmu mengirim pesan padaku.”

“Pesan? Apa? Jaehyun bilang apa? Dia bahkan tidak menjawab saat kuminta menjemputku!” Rose menggerutu, melipat kedua tangan di depan dada, dan hanya berdiri dengan ekspresi kesal.

Winter Spring ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang