Chapter Twenty Two

1.8K 285 67
                                    

Aloha, kangen kah sama lapak ini? Hehehe... I miss to share the moment of this couple too! Chapter ini pendek dan sweet. Kayak persiapan buat chapter selanjutnya.

Tadinya mau publish minggu depan, tapi keknya sekarang aja, belum nyusun jadwal buat minggu depan soalnya. Ehehehe... Selamat membaca ^^



“You don’t love someone because they’re perfect, you love them in spite of the fact that they’re not.”
—Jodi Picoult—

Memang tidak ada hal yang lebih baik untuk menyimpan sejenak ingatan tentang rentetan pertanyaan penguji sidang skripsi selain kencan dengan Jaehyun. Rose menyelipkan tangannya di antara jemari pria itu, menggandengnya sambil menyandarkan kepala ke pundaknya. Musim panasnya tidak pernah terasa sebaik ini.

“Kau masih mencintaiku meskipun aku mengacaukan sidang skripsiku, kan?” tanya Rose tiba-tiba. Tatapannya tertuju pada Jaehyun, udara yang terasa panas menusuk kulit wajahnya yang mulai memerah, sementara helaian rambut sedikit keluar dari kepangan saat tersapu angin yang membawa sedikit debu halus bersamanya.

Tangan Jaehyun terulur untuk menghalangi sinar matahari yang tertuju ke pipi Rose. Ia menarik topi yang digantungkan di belakang punggung kekasihnya—membuatnya terlihat seperti salah satu tokoh bajak laut dalam anime—terlepas dari fakta ia mengenakan gaun biru motif bunga dan celana jeans di dalamnya. “Kau memakai sunscreen? Wajahmu merah. Ini, pakai topinya yang benar.”

“Sayang! Kau mengabaikan pertanyaanku!” pekik Rose sembari menghentakkan kakinya seperti anak kecil. Seharusnya itu terlihat menyebalkan, tapi saat ini, kekasihnya malah terkekeh pelan. “Kau menertawakanku! Menyebalkan! Kau sangat menyebalkan!”

“Aku tahu,” sahut Jaehyun tenang. Ia kembali meraih tangan Rose, menggandengnya sebelum kembali melangkah berdampingan dalam jarak yang rapat. “Cuacanya akan mulai dingin tiga atau empat minggu lagi.”

“Kau malah membicarakan cuaca.” Rose hanya ingin merajuk.

“Hanya tersisa beberapa hari sebelum bulan Agustus berakhir. Selain datang ke pernikahan ibumu yang sempat ditunda, kau punya rencana lain untuk mengisi musim gugurmu?” tanya Jaehyun.

“Aku tidak punya rencana lain selain menghabiskannya untuk mencintaimu. Tiap musim akan selalu begitu sih, hatiku tidak gampang berubah.” Rose memberikan jawaban yang terdengar seperti rayuan murahan. Ia terkekeh, merasa terhibur saat pria itu mengerutkan keningnya dalam. Langkahnya terhenti, ia mengamati Jaehyun, mendaratkan kecupan di bibirnya sebelum menambahkan, “Aku tidak tahu bagaimana jadinya hidup kalau tidak ada dirimu.”

“Sungguh, langkah pertama yang harus kau lakukan adalah bernapas.”

Tidak habis pikir dengan respon yang diberikan kekasihnya, Rose lantas melayangkan satu pukulan yang cukup keras. Sayangnya, itu tidak cukup untuk membuat Jaehyun mengaduh kesakitan. Alih-alih kesakitan, pemuda itu hanya tertawa kemudian merangkul perempuan muda yang akhir-akhir ini jadi sangat pundungan itu.

“Kalau kau tidak bernapas, kau tidak hidup. Kalau kau tidak hidup, kau tidak bisa melakukan apapun. Bagaimana bisa kita menghabiskan waktu bersama kalau salah satunya tidak bernapas? Maksudku, Rose sayang, kau harus hidup dan sehat. Aku suka merangkulmu seperti ini,” katanya sambil menyelipkan tangan ke pinggang Rose. Langkahnya pendek, mengikuti ritme perempuan dalam rangkulannya. “Ah, topimu terlipat.”

Winter Spring ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang