Chapter ini singkat tapi heboh. Disarankan buat dibaca sampai akhir to find out about each characters' interaction. Hoho
❄
❄
❄“Bond is stronger than blood. The family grows stronger by bond.”
—Itohan Eghide—“Kenapa kita harus melakukan semua ini?” tanya Minjeong sambil menatap kakaknya dari balik buku menu. Ia akan menaikkan buku menunya tiap kali Jeno berpaling dari gadis di hadapannya—meskipun pemuda itu tidak sedang melihat ke arahnya.
Eunwoo menurunkan buku menu yang menutupi wajah Minjeong, lalu katanya dengan suara pelan, “Memang kau tidak penasaran? Ada seorang gadis yang menghampirinya, tersenyum padanya, dan membicarakan tentang buku yang selalu Jeno pinjamkan padahal kita tahu kalau dia itu jarang berbagi ilmu dengan orang lain.”
“Maksudmu dengan Jaemin? Kak Jeno selalu membantuku dan Ryujin belajar. Dia cuma pelit pada Jaemin saja.” Minjeong memberikan koreksi. “Ah ngomong-omong tentang Jaemin, kencannya berjalan lancar tidak ya? Kuharap dia tidak meninggalkan teman perempuannya karena terlalu gugup.”
“Memang dia benar-benar pergi berkencan ya?”
Minjeong tampak berpikir, lalu tersenyum sambil mengangkat kedua bahu. “Kurasa, dia terlihat gelisah semalaman.”
“Kau memperhatikan kakakmu dengan baik,” cetus Eunwoo.
“Tentu saja,” kata Minjeong. Dia mengalihkan pandangannya pada Jeno, lalu kembali pada Eunwoo—membuat pria itu tersedak saat mendengarnya bilang, “Aku bahkan memperhatikan Kak Rose dengan baik. Tiap malam aku akan mengecek alerginya secara diam-diam. Kau tahu, dua hari yang lalu, saat Kak Rose datang ke rumah kami, aku melihat tanda merah di tubuhnya. Aku yakin itu alergi—bahkan sampai sekarang pun masih ada meskipun sudah agak samar—tapi Kak Jaehyun bersikeras mengatakan kalau itu bukan alergi. Kurasa dia harus belajar memberikan perhatian lebih pada pacarnya.”
Sebentuk senyum terukir di wajah Eunwoo. Untuk beberapa alasan, tanpa bermaksud membuat semuanya terlalu jelas, ia merasa perlu memberi sedikit gambaran pada gadis polos di hadapannya. “Minjeong, itu memang bukan alergi. Kau tahu, itu normal bagi sepasang kekasih. Apalagi kakakmu dan Rose saling menyukai.”
“Kalau kita berpacaran, apa aku juga bakal memiliki tanda merah seperti itu? Kenapa bisa begitu?”
Lagi-lagi kepolosan Minjeong membuat Eunwoo tersedak. Ia menggaruk tengkuk, lalu membiarkan pertanyaan itu menggantung—membuat Minjeong penasaran. “Tidak tahu. Lagipula kau terlalu muda untuk memahami hal seperti itu.”
“Kenapa? Memang sesulit itu ya untuk dipahami? Ayo cepat dijelaskan!” katanya dipenuhi rasa penasaran yang membuat Eunwoo merasa bersalah karena sudah membuatnya berpikir seperti itu.
“Kau akan paham dengan sendirinya. Itu bukan hal yang bisa dijelaskan dengan mudah. Dan ya ampun, lihat, lihat, lihat, Jeno pindah ke samping gadis itu!” pekik Eunwoo seketika mengalihkan fokus Minjeong. Ia menarik napas lega ketika gadis itu berhenti menanyainya dan kelihatan sangat fokus mengamati kakaknya. Dia memang mudah terdistraksi.
Di arah berseberangan, Jeno kelihatan cukup tak nyaman saat Eunwoo dan Minjeong terus memantau tiap gerakannya. Dia sengaja pindah ke samping Karina—sengaja menutup pandangan mereka dengan punggungnya. Kepalanya tertunduk, tangannya menangkup wajah, situasi saat ini benar-benar membuatnya semakin kikuk.
“Kau baik-baik saja, Ketua?” tanya Karina. Ia menurunkan wajahnya, sedikit membuat Jeno terkejut karena jarak mereka terlalu dekat.
“Te—tentu! Aku baik-baik saja,” tutur Jeno gelagapan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Winter Spring ✔
Fanfiction[COMPLETED] He was the coldest winter who met his warmest spring. She was the most bitter spring who met her sweetest winter. The world knows that spring will never come beautifully without winter. Because winter and spring bond to each other, are...