Halo, it's been a week. I miss you all so much! Chapter kali ini nggak ada Jaerose, tapi interaksi Si Kembar itu manis banget, which is a bit rare to show in the story :)
Please leave your love and comment here. Selamat membaca 😊😊😊
❄
❄
❄“We’re twins, and so we love each other more than other people.”
—Louisa May Alcott—Jeno merutuk, lagi-lagi Jaemin membuatnya kesal. Pemuda itu menumpahkan satu karton susu yang baru dibelinya tadi malam. Padahal susu itu akan digunakan untuk membuat kue—Jeno berencana memberikannya untuk Karina dan Minjeong—tapi karena kecerobohan Jaemin, rencananya jadi gagal total. Hatinya dongkol, bahkan ia tidak bisa mengajukan lebih banyak komplain karena Jaemin tidak mendengarkan.
Hal yang membuat Jeno lebih dongkol adalah absennya sebuah maaf dalam kekacauan pagi itu. Sifat gengsian yang Jaemin miliki justru membuatnya enggan meminta maaf. Pemuda itu pasti berpikir jika masalah utamanya ada pada susu, dia bisa membelikan dua karton susu untuk Jeno kapan saja, lagipula harganya tidak begitu mahal. Itu membuat Jeno sangat kecewa. Untuk itu dia memilih bungkam kendati Jaemin terus-terusan mengajaknya berbicara.
Sebenarnya Jeno tidak membenci jalan keluar yang sederhana, dia hanya tidak suka ketika Jaemin menjadikan uang sebagai jalan keluar utama. Sudah dua bulan sejak Jaemin berhenti bekerja dan hal yang dilakukannya sehari-hari saat berada di rumah hanya menonton kartun sambil berbaring di atas sofa. Sesekali dia akan membuat popcorn, lalu memakannya sendirian setelah menawari terlebih dahulu meski hanya untuk basa-basi. Bahkan jika sedang rajin Jaemin akan membereskan semua tugas rumah tanpa diminta.
Tidak ada yang salah dengan sikapnya; pemuda itu hanya malas menurunkan gengsi sehingga kerap kali melakukan kesalahan kecil yang membuat Jeno tersinggung. Akhir-akhir ini mereka memang jadi yang paling banyak berinteraksi—Jaehyun mulai sibuk melukis dan Minjeong disibukkan oleh tugas intership di kepolisian—seringkali hanya ada mereka berdua di rumah karena Eunwoo biasanya pulang sangat larut. Seiring bertambahnya usia, menegur pun jadi terasa sedikit merepotkan sebab itu seharusnya jadi hal yang disadari oleh diri sendiri, Jeno tidak mau melakukan hal-hal trivial yang melelahkan.
“Jeno? Kau masih marah ya?” tanya Jaemin setelah didiamkan selama tiga jam penuh.
Dia membuntuti Jeno ke halaman belakang, lalu ke luar saat membuang sampah, dan terakhir saat kakak kembarnya kembali ke dapur setelah membeli susu dari mini market. Tapi tidak peduli sekeras apapun dia mencoba untuk bersikap ramah, Jeno tetap tidak mengacuhkannya. Pemuda itu seolah-olah berusaha mengabaikan eksistensinya yang kuat dan mempesona (menurut penilaiannya sendiri).
Kesal karena terus diabaikan, Jaemin pun akhirnya menyerah. Ia kembali menjatuhkan diri di atas sofa sambil membuka hoodie yang dipakainya sejak tadi pagi. “Ayolah, itu kan hanya susu.”
“Masalahnya bukan itu,” kata Jeno dari balik kulkas.
“Apa? Aku tidak paham kalau kau terus diam seperti ini!” Jaemin meraung frustasi. Ia bukannya tidak paham, hanya enggan mengakui jika satu-satunya yang Jeno tuntut hanya sebuah permintaan maaf. Hanya satu; dan itu membuatnya kesal sendiri.
Jeno melirik Jaemin dengan sorot tajam, membuat nyali adiknya ciut. Sambil berkacak pinggang ia menuturkan, “Kalau kau melakukan kesalahan, hal pertama yang harus kau katakan itu ‘maaf’. Apa meminta maaf bisa menyakitimu? Tidak, kan? Berhenti beralibi Jung Jaemin, aku tidak mau mendengarnya.” Tarikan napasnya lebih dalam sebelum menambahkan, “Terakhir, uang itu tidak bisa menyelesaikan semua masalah.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Winter Spring ✔
Fanfiction[COMPLETED] He was the coldest winter who met his warmest spring. She was the most bitter spring who met her sweetest winter. The world knows that spring will never come beautifully without winter. Because winter and spring bond to each other, are...