Arch

9.4K 1.3K 61
                                    

"Gimana konser kemarin, Gi?" tanya Sita disela-sela mereka makan siang di kafetaria kantor. Jam makan siang sudah berlangsung 15 menit yang lalu sehingga kafetaria saat ini tampak begitu ramai.

"Puas. Bahkan gue masih kepikiran nonton konsernya Dimash tiga bulan lagi di Beijing. Kalau bisa cuti, sih."

Sita seketika menggelengkan kepalanya. "Beda ya kalau anak Sultan kemana aje bisa. Gue mah mikir dua kali kalau konsernya di luar."

"Nggak gitu Sita. Kalau istilahnya buat liburan dan menghiburkan diri mah nggak masalah. Lagipula setahun pun dapat cutinya kadang nggak banget. Kalau ada kesempatan ayok berangkat aja."

"Ikut aja, Si. Gue kalau ada rezeki lebih juga pengen ke China."

"Padahal cuti tahun kemarin lo baru aja ke Bangkok, Yud."

"Lo juga habis dari Hongkong Sisi bawel. Jadi sama aja."

Sita seketika cemberut. "Habis dari Hongkong gue puasa 3 bulan nggak shopping."

"Tapi puas nggak?" tanya Gigi seraya mengangkat alisnya.

Sita terkekeh pelan. "Banget lah. Tapi budgetnya itu loh bikin dompet gue menjerit. Apalagi cicilan-cicilan gue lainnya masih pada ngantri, amboi gue pusing."

"Oh iya Gi, tadi pagi lo dianterin sama siapa? Cowok lo?"

Gigi mengerutkan dahinya. "Cowok? Astaga, bukan, itu adek gue."

Sita mangut-mangut. "Ganteng, Gi. Nggak sengaja gue lihat sekilas tadi. Emang sih gen kalian unggul."

"Hampir semua cowok yang bening lo bilang ganteng, Si," cibir Yudha dengan santainya.

"Anjir nggak ya! Emang adiknya Gigi cakep kok. Sayangnya berondong. Gue nggak suka berondong walaupun beda satu tahun."

"Belum tentu juga adiknya Gigi mau sama lo, Sisi bawel," sahut Yudha kembali.

Sita mendengus. "Apaan sih, Yud! Lo kok nyamber-nyamber kaya lambe turah, sih? Kurang jatah? Apa kurang kopi?"

Yudha lantas memilih mendengus dan menghabiskan makan siangnya sembari bermain gawainya.

"Kalau itu adik lo, berarti yang lo cerita kalau dia di LN, Gi?" tanya Sita kembali yang masih kepo.

Gigi mengangguk. "Dia baru balik setelah 7 bulan di Inggris sama Malaysia."

Sita mengangguk mengerti. Di benaknya tiba-tiba ada banyak pertanyaan yang mengarah ke penasaran.

"Oh iya, Gi. Bukannya gue ape nih, cuma gue penasaran aja. Berdasarkan kejadian yang ada di lapangan, kenapa adik lo nggak jadi tentara? I mean, bokap kalian kan tentara, kenapa nggak ada yang meneruskan gitu? Soalnya gue ada tetangga, bokapnya tentara, terus anaknya tentara juga."

"Sisi kepo banget. Nggak perlu lo jawab, Gi," sahut Yudha yang tiba-tiba ikut nimbrung kembali.

Bukannya tersinggung atau marah, justru Gigi malah tertawa pelan. Sedangkan Sita sudah kesal dengan Yudha yang asal sahut.

"Bisa ya Si kepikiran sampai segitu." Gigi tergelak.

"Banyak sebenarnya anak-anak dari teman bokap yang nggak meneruskan jejak orang tua mereka. Cuma yang banyak kesorot emang yang meneruskan jejak orang tua mereka. Kalau alasan adik gue nggak meneruskan, alasannya simple, otak adik gue itu otak bisnis yang ibaratnya barang apapun itu bisa jadi duit baginya. Kalau dia jadi tentara, bukannya latihan, dia bakal buka bisnis air minum dingin yang bakal dia jualin ke anggota yang habis latihan."

JaladriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang