Gigi melangkah pelan menuju ruang kemoterapi yang berada di ujung lorong rumah sakit. Gadis itu sudah berjanji untuk datang ketika bu Erni melakukan kemoterapi.
Saat Gigi mendekat ke arah ruangan, Rakyan yang awalnya sibuk dengan gawainya lantas mendongak menatap gadis yang mengenakan gamis berwarna hitam dengan pashmina berwarna coklat muda.
"Baru datang?" tanya lelaki itu.
Gigi mengangguk. Lalu gadis itu memilih duduk di deretan kursi panjang yang berada di depan ruang kemoterapi.
"Ibu sudah masuk lama, ya?" tanya Gigi balik.
Rakyan lalu menatap jam tangan yang melingkar di tangan kirinya. "Sekitar 15 menit yang lalu."
"Berapa lama kemonya?"
"Sekitar 2 jam."
Gigi kembali mengangguk. Lalu gadis itu juga sibuk dengan gawainya. Ia memilih mengerjakan beberapa tugas lewat gawainya itu sembari menunggu proses kemoterapi selesai.
Tak sadar bahwa waktu terus bergulir, Gigi masih sibuk dengan gawainya. Lorong yang sepi membuat dirinya justru semakin tenang dalam mengerjakan semua tugas-tugasnya.
Baru menyelesaikan tugasnya, tiba-tiba ia disodorkan sebuah botol yang berisi air mineral dingin.
"Minumlah. Kebetulan tadi sekalian beli di luar."
Gigi menatap Rakyan, lalu mengambilnya dan mengucapkan terima kasih. Sedangkan laki-laki itu duduk di samping Gigi dengan jarak satu tempat duduk.
"Terima kasih sudah menepati janji," ucap Rakyan kemudian.
"Sama-sama," jawab Gigi pelan. Entah mengapa ia merasa awkward di momen seperti ini.
"Kamu kenal Raras sudah lama?" tanya Rakyan kemudian.
"Iya. Dia teman saya SMP sewaktu di Medan. Dan baru bertemu lagi beberapa waktu yang lalu."
"Kalau begitu, kamu yang disebut-sebut dia sebagai rumus fisika berjalan."
Gigi mengerutkan dahinya dalam. Tak paham dengan apa yang diucapkan oleh Rakyan.
"Raras bercerita jika dia mempunyai teman SMP yang pandai di ilmu saintek. Mempunyai kemampuan menghafal dan menerapkan rumus fisika dengan mudah."
Gigi tersenyum tipis. "Bisa jadi orang lain, bukan saya." Gigi tak yakin dengan seseorang yang dimaksud Raras itu adalah dia sebab selama ini, ada banyak temannya yang pandai juga.
"Sepertinya benar kamu. Kemarin dia bercerita jika bertemu dengan kawan lamanya itu dan kemungkinan itu kamu."
Gigi hanya diam sembari menatap dinding di depannya itu.
"Kamu masih marah sama saya gara-gara waktu itu?" ujar Rakyan tiba-tiba ketika melihat sikap Gigi yang cuek dan menjawab ala kadarnya.
Gigi langsung menoleh ke arah Rakyan. "Marah? Kata siapa? Saya bahkan sudah tidak mengingat-ingatnya lagi."
"Oh syukurlah," sahut Rakyan dengan nada santai.
Gigi kembali mengarahkan pandangannya ke arah depan seraya mengembuskan napasnya pelan. Rasanya ia berharap jika kemoterapi bu Erni cepat selesai sehingga tidak ia terjebak berdua dengan Rakyan saja.
"Di KKP bagian apa?" tanya lelaki itu lagi. Bahkan rasanya Gigi seperti diinterogasi.
"Di bagian Pengelolaan Ruang Laut. Kenapa?"
"Cuma tanya doang. Salah?"
Gigi mengerjapkan matanya sebentar. "Nggak sih. Nggak salah."
"Tapi kamu sepertinya tertekan ketika berbicara dengan saya loh," ujar pria itu sembari menatap Gigi yang enggan balik menatapnya. Gestur Gigi pun terlihat tak bisa santai.

KAMU SEDANG MEMBACA
Jaladri
ChickLitJaladri. Sang Samudra. Samudra itu luas. Tenang dan menghanyutkan. Mempertemukan dua hal yang bertolak belakang layaknya arus Kuroshio dan Oyashio. Namun samudra juga bisa memisahkan, bahkan bisa saja perpisahan itu tak akan pernah ada lagi yang nam...