Langkah kaki Gigi dan Rakyan kini menapaki sebuah makam yang tampak bersih dan terawat. Setelah berada di rumahnya kurang lebih dua jam, Rakyan kini mengajak Gigi ke makam mbok. Sesuai janjinya, lelaki itu mengajak Gigi ke makam sang mbok ketika gadis itu berada di Yogyakarta.
Mereka berhenti di salah satu makam. Mereka tak ada yang bersuara semenjak masuk ke dalam blok pemakaman. Rakyan tampak terdiam lalu berjongkok dan diikuti oleh Gigi. Laki-laki lalu memegang pusara makam mbok. Sedangkan Gigi hanya menatap makam itu sembari merapalkan doa yang bisa ia ucap ketika berada di makam.
“Mbok, sesuai janji Raky, sekarang Raky membawa calon istri Raky.”
Gigi tersenyum menatap makam di depannya. Terlihat sekali jika Rakyan begitu dekat dengan sang mbok.
Gigi lantas memilih kembali berdoa, begitu pun dengan Rakyan. Cukup lama mereka khusyuk dalam doa masing-masing.
Rakyan tak banyak berbicara. Ia hanya merasa lega setelah membawa Gigi ke makam sang mbok sekali pun banyak halangan dan rintangan sebelumnya.
Rakyan yang biasanya curhat di makam sang mbok, kini merasa tidak ada yang ia ingin sampaikan. Yang ada hanya rasa lega yang melingkupi Rakyan walaupun pertemuan tadi tidak membuahkan hasil yang maksimal.
Rakyan selanjutnya menatap Gigi yang masih khusyuk berdoa. Entah doa apa yang dirapalkan oleh Gigi sehingga Rakyan hanya bisa menunggu gadis itu selesai berdoa.
"Mau ngomong sesuatu?" tawar Rakyan pada Gigi setelah gadis itu selesai berdoa.
Gigi lalu menatap makam mbok. Gadis itu menyentuh tanah makam dan mengusapnya pelan.
"Terima kasih ya Mbok. Terima kasih sudah mendidik Raky dengan sangat baik. Gigi nggak bisa ngomong banyak. Terlalu banyak kebaikan yang mbok lakukan semasa hidup mbok. Gigi hanya bisa memberikan doa semoga mbok berada di sisi terbaik Tuhan."
Rakyan perlahan tersenyum mendengar ucapan Gigi. Gigi masih sama, gadis itu penuh dengan simpati dan empati.
Selanjutnya mereka meninggalkan blok makam mbok. Mereka tampak menuju parkiran mobil yang berada tak jauh dari makam.
“Mau balik sekarang?” tanya Rakyan pada Gigi kemudian.
“Langsung ke Magelang?” sahut Gigi cepat.
Rakyan menatap Gigi. “Terserah.”
Gigi berdecak pelan. “Dasar nggak peka! Aku mau jalan-jalan di Jogja dulu, Ky.”
Rakyan seketika tersenyum. “Mau kemana? Jangan jawab terserah atau aku langsung balikin kamu ke Magelang.”
Gigi mendengus. “Aku bisa pergi sendiri, lah.”
Rakyan mencoba menghela napasnya perlahan. “Ya udah, mau kemana? Pantai?”
Gigi seketika menggeleng. “Mau ke benteng Vredeburg aja. Pengen tahu isinya di sana ada apa aja.”
“Yakin nggak mau ke pantai?” tanya Rakyan kembali memastikan.
Gigi menggeleng. “Nanti kalau ke pantai aku bisa lupa waktu. Mending kita ke benteng sambil belajar sejarah dan duduk di deket 0 kilometer Yogyakarta. Kayaknya lebih enjoy gitu.”
“Ya udah ayo.”
Lalu mereka segera meninggalkan makam. Mereka lantas menuju benteng Vredeburg untuk memenuhi permintaan Gigi.
Sekitar 30 menit perjalanan, akhirnya mereka sampai. Cukup sulit mencari tempat parkir karena hari ini weekend dan bertepatan dengan banyaknya pengunjung di sekitar pusat wisata Yogyakarta itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jaladri
ChickLitJaladri. Sang Samudra. Samudra itu luas. Tenang dan menghanyutkan. Mempertemukan dua hal yang bertolak belakang layaknya arus Kuroshio dan Oyashio. Namun samudra juga bisa memisahkan, bahkan bisa saja perpisahan itu tak akan pernah ada lagi yang nam...