Gigi mengembuskan napasnya pelan. Ia baru saja mengirimi Rakyan sebuah pesan, namun nomor laki-laki itu masih tidak aktif. Gigi hanya bisa terdiam menatap gawainya itu.
Lantas netranya menatap ikan cupang yang berada di depannya. Ikan cupang itu bergerak aktif di dalam botol kaca yang berukuran sedang.
"Pang, kok gue sedih banget, ya? Gelisah banget rasanya." Seakan ikan cupangnya bisa menanggapi ucapannya, Gigi menumpahkan resahnya itu pada ikan cupang kesayangannya.
Sampai pukul 12 malam, Gigi tak bisa memejamkan matanya. Alhasil ia memilih duduk di meja kerjanya yang ada di kamar. Ia hanya duduk terdiam dengan mata menatap gawai dan ikan cupangnya secara bergantian.
"Gue pengen Raky cepet pulang. Biar kita langsung pengajuan dan nikah. Nggak rela rasanya."
Suara-suara keluh kesahnya terdengar pelan. Ia seperti merasa hampa malam ini. Entahlah. Antara merasa sedih dan kesal. Sedih karena mereka harus berpisah dengan waktu yang tak bisa diprediksi. Kesal karena Rakyan harus bertugas menjelang pernikahan mereka.
"Gue kebanyakan gengsi sama dia. Nggak bisa bilang kalau gue nyatanya sedih dan nggak rela. Cuma bisa mendem sendiri."
"Pang, gue harap besok dia udah pulang, ya? Biar gue bisa jahili dia lagi. Biar gue bisa bikin dia kesel dan akhirnya ketawa karena lelucon garing gue."
"Ternyata berat ya, pang? Nanti kalau udah jadi istri gimana, ya? Harus kuat dong."
"Iya gue harus kuat, 'kan udah gue pilih sebagai bagian dari hidup gue."
Tiba-tiba gawai Gigi berdering. Cepat-cepat Gigi meraih gawai yang tergeletak di atas meja itu. Namun ia mendadak kecewa setelah tahu jika yang menelepon dirinya itu bukanlah Rakyan.
"Belum tidur lo?"
"Ngapain lo telepon gue jam segini?" sahut Gigi dengan suara malas.
"Pengen aja. Gue kangen sama lo," sahut Gaga dengan kekehan pelan. Sementara itu, Gigi memutar bola matanya malas.
"Nggak banget lo bilang kangen ke gue. Cepet bilang, lo mau apa?"
"Ih galak banget. Lagi mens ya, lo? Kayak mau makan orang aja."
Gigi memilih berdecak keras daripada menanggapi Gaga yang menjengkelkan baginya itu.
"Cepetan."
"Iya-iya. Untung lo kakak gue. Coba kalau adek gue, udah gue pecel."
"Ck. Kayak berani aja." Gaga hanya tertawa di seberang sana.
"Gue minta tolong dong Mbak buat Nandung," pinta lelaki itu kemudian.
"Minta tolong apaan?"
"Dua hari lagi dia ulang tahun. Gue minta beliin dia sesuatu yang mengesankan. Gue lagi di Jerman nggak bisa pulang dan kasih dia kejutan. Gue minta tolong ke lo, ya."
"Yang mengesankan? Gue saranin beli sahamnya televisi yang biasa Nandung hadiri itu."
Gaga seketika mendengus. "Gue serius, Mbak. Nggak mungkin gue beli saham televisi. Males."
KAMU SEDANG MEMBACA
Jaladri
ChickLitJaladri. Sang Samudra. Samudra itu luas. Tenang dan menghanyutkan. Mempertemukan dua hal yang bertolak belakang layaknya arus Kuroshio dan Oyashio. Namun samudra juga bisa memisahkan, bahkan bisa saja perpisahan itu tak akan pernah ada lagi yang nam...