Menikmati makan malam di kafetaria rumah sakit bukanlah hal yang buruk nyatanya. Dulu Gigi paling ogah berurusan dengan rumah sakit, utamanya ketika di Amerika. Alasannya simple, biaya pengobatan di sana sangat mahal, bahkan menyewa ambulan harus merogoh kocek sekitar 30 jutaan. Oleh karena itu, Gigi sebisa mungkin tidak berurusan dengan rumah sakit sekalipun biayanya murah.
Kebiasaan itu berlangsung hingga sekarang. Cukup dia sakit hanya masuk klinik saja. Tidak rumah sakit. Bau obat-obatan di rumah sakit pun cukup membuatnya pusing. Namun ketika sekarang ia makan di kafetaria, ternyata tidak seburuk itu. Niat hati ingin langsung pulang, namun perutnya sudah keburu lapar. Daripada asam lambungnya naik, Gigi memutuskan makan di kafetaria rumah sakit sekalian.
Suasana malam ini tak begitu ramai, mungkin karena jam makan malam sudah lewat beberapa puluh menit yang lalu. Alhasil Gigi tidak perlu berdesakan mencari tempat duduk yang sesuai seleranya.
Menu yang Gigi pilih pun sederhana, hanya bakmi Jawa. Terlalu bingung membuat gadis itu akhirnya menjatuhkan pilihannya pada menu bakmi.
Saat sedang menyumpit mie dengan sumpitnya, ia dikagetkan dengan seorang laki-laki yang tiba-tiba langsung duduk di hadapannya.
"Saya boleh duduk di sini, kan?"
Gigi sempat terdiam sebelum akhirnya mengangguk. "Boleh, silahkan."
Rakyan tersenyum tipis. "Terima kasih."
Selanjutnya Gigi melanjutkan makannya. Gadis itu fokus ke makanannya. Sedangkan Rakyan terdiam dengan perilaku gadis itu. Gigi tak ada rasa sungkan tetap melanjutkan makannya. Padahal selama ini kebanyakan orang akan berubah ketika ada orang asing duduk di hadapannya. Namun berbeda dengan gadis di depannya itu.
Tak lama kemudian, makanan Rakyan datang. Gigi hanya melirik sekilas. Gadis itu benar-benar cuek.
"Kenal ibu lama?" Tiba-tiba Rakyan membuka suaranya. Gigi yang masih sibuk dengan makannya lantas mendongak.
Gigi mengangguk. "Sejak saya MAN. Kebetulan bu Erni adalah guru MAN saya."
"Terima kasih sudah menjenguk ibu saya," ujar lelaki itu kemudian.
Gigi mengangguk. "Tentu."
"Kalian dekat?" tanya lelaki itu lagi. Bahkan Rakyan mengabaikan makanannya.
Gadis itu mengangguk agak ragu. Pasalnya agak aneh dengan posisi sekarang. Apalagi mereka mempunyai riwayat awal bertemu yang tak begitu bagus. Dan sekarang Rakyan mendadak ramah dengannya.
"Dulu saya penasaran, ibu saya sering bercerita dan menyebut kamu sebagai murid paling cerdas yang pernah beliau ajar. Selain itu, ibu sangat bangga dengan pencapaianmu. Ternyata saya akhirnya bisa bertemu dengan gadis yang ibu maksud, bahkan sebelum diperkenalkan oleh ibu sendiri."
Gigi terdiam sejenak dengan penuturan Rakyan. Gadis itu tak menyangka bahwa bu Erni sampai menceritakan dirinya pada lelaki itu. Namun dibenaknya kini berputar pertanyaan seputar Rakyan. Jika Rakyan adalah kakak tertua Raras, mengapa bu Erni adalah ibunya?
"Ibu Erni, ibu kandung?" tanya Gigi hati-hati.
Rakyan menaikkan sebelah alisnya. "Kenapa? Apakah saya terlihat berbohong."
Jadi?
"Siapa Raras Swasti Wiranegara?"
Rakyan yang hendak menyendokkan nasi gorengnya kini tersentak. Lelaki itu langsung mendongak menatap Gigi cepat.
"Kenal Raras?"
"Dia teman SMP saya. Raras bercerita jika dia punya kakak laki-laki bernama Rakyan. Apakah betul itu anda?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Jaladri
ChickLitJaladri. Sang Samudra. Samudra itu luas. Tenang dan menghanyutkan. Mempertemukan dua hal yang bertolak belakang layaknya arus Kuroshio dan Oyashio. Namun samudra juga bisa memisahkan, bahkan bisa saja perpisahan itu tak akan pernah ada lagi yang nam...