Hadopelagic

7.8K 1.1K 165
                                    

Suasana mendadak canggung setelah Rakyan mengucapkan kalimat tersebut. Beruntung Gigi bisa menutupi kecanggungannya itu dengan memakan ciloknya dengan perlahan. Namun tetap saja, rasanya berbeda.

"Saya serius, Gi," kata Rakyan kemudian.

Gigi mengatur ritme napasnya supaya normal. Pandangannya enggan ia tujukan kepada Rakyan. Ia memilih menatap lurus ke depan.

"Maaf kalau ucapan saya terkesan main-main, tapi saya serius. Saya suka sama kamu. Saya mau hubungan yang lebih serius dari sekedar kode-kodean, Gi."

"Ini ceritanya nembak?" Akhirnya Gigi membuka suaranya dengan amat pelan.

"Bisa jadi. Tapi saya bersungguh-sungguh ingin mengajak kamu ke jenjang yang lebih serius, Gi. Bukan hanya nembak, pacaran, dan nggak ada tujuan yang jelas."

Perasaan Gigi saat ini menjadi campur aduk. Ia tak tahu arah perasaannya sekarang. Antara senang, kaget, bingung, dan tak tahu apa yang harus ia lakukan. Ia tak memprediksi bahwa Rakyan akan menyatakan perasaannya saat ini di tengah ramainya Istora Senayan yang padat dengan penonton pertandingan olahraga.

"Gimana, Gi?" Kembali Rakyan membuka suaranya.

"Maumu gimana?" tanya Gigi balik.

Rakyan seketika menatap Gigi yang masih menatap ke depan. "Mau saya? Kita ke hubungan yang lebih serius. Kita ada status yang jelas. Nggak apa-apa kita pelan-pelan dulu."

"Yakin?"

Rakyan mengangguk sangat yakin. "Kalau saya nggak yakin, saya nggak bakal mengejar kamu sampai di titik ini. Walaupun saya tahu, perjuangan saya masih panjang."

"Berarti selama ini kamu sering menghubungi aku karena pengen dekat denganku?"

"Iya. Apalagi? Nggak ada cowok yang menghubungi seorang perempuan setiap hari kalau nggak ada tujuannya. Dan tujuan saya yaitu, ingin kenal dan dekat dengan kamu. Bahkan saat ini saya ingin mengajak kamu ke jenjang yang lebih serius, bukan sekedar jalan kayak gini, Gi."

"Gimana, Gi? Apa kamu mau jadi istriku?"

Gigi terdiam. Gadis itu tengah berpikir dengan jernih. Rakyan bahkan dengan cepat melamarnya sekarang.

"Apa yang buat kamu yakin sama aku, Ky? Apa yang buat kamu yakin memperistri diriku?"

Rakyan tersenyum. "Apa yang ada di diri kamu, Gi. Cinta yang tumbuh, nggak bisa dipertanyakan alasannya. Ia tumbuh dengan alami dan subur saat berada di dekatmu. Kalau saya cinta karena fisik dan intelektualmu saja, semua gadis juga punya. Tapi nyatanya dua hal itu melekat dengan sempurna di kamu. Dan itu yang buat saya jatuh hati ke kamu. Saya yakinnya sama kamu. Bahkan ketika saya mengadu pada Tuhan, jawabannya ada pada dirimu."

Gigi terdiam mendengar penjelasan Rakyan. Pertanyaannya dijawab dengan sangat baik oleh Rakyan. Bahkan ini diluar dugaannya. Rakyan mengungkapkan rasa cinta itu dengan begitu lugas.

Gigi berdehem sejenak sebelum menimpali pernyataan Rakyan.

"Tapi aku 'kan cuek, Ky. Aku menyebalkan kayak gini. Kenapa kamu bisa suka sama aku?"

Bukannya menjawab, Rakyan malah tersenyum teduh. "Jawabannya sudah aku jelaskan sebelumnya, Gi."

Gigi menghela napasnya pendek. Gadis itu mengangguk perlahan.

"Saat ini, perasaanku nggak bisa didefinisikan dengan jelas. Antara kaget dan bingung, Ky. Kenapa kaget? Aku nggak nyangka kalau kamu nyatain perasaan ke aku secepat ini. Mungkin selama ini kamu main kode ke aku, tapi aku kesannya nggak peka. Kamu salah, Ky. Aku tahu bentuk laki-laki yang tertarik dengan lawan jenis. Memang pantas kalau orang-orang menyebutku nggak peka karena selama ini aku memilih denial. Kenapa begitu? Aku nggak mau berekspektasi terlalu banyak dan tinggi. Aku memilih membangun rasa gengsi, nggak peka, dan denial yang mana membuat kalian jengkel dan kesal. Memang sifatku ini nggak baik, aku mengakui. Tapi aku ingin yang benar-benar serius dan tahan dengan sikapku yang cuek dan menjengkelkan. Aku nggak mau orang-orang yang hendak mendekatiku menganggap aku perempuan yang sempurna. Aku memang egois dengan membiarkan mereka merasa aku ini cuek dan nggak peka. Tapi aku punya alasan yang mana aku ingin orang yang suka sama aku, beneran suka dengan sepenuh hati. Aku hanya takut kalau aku terlalu mudah terjebak dengan lelaki yang nggak tulus."

JaladriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang