Salah satu kegiatan yang tak pernah Rakyan lewatkan ketika berada di tanah kelahirannya, yaitu berziarah ke makam para leluhurnya. Dengan pakaian adat Jawa, lelaki itu tengah menyapa para penjaga pasarean atau pemakaman. Di belakangnya, ada ke-enam adiknya yang turut ikut. Mereka turut memakai pakaian surjan bagi laki-laki, dan jarit yang berupa kemben bagi perempuan.
Mereka melepas alas kaki dan memberikan salam kepada penjaga pasarean. Dalam adat mereka, pasarean tersebut dianggap suci dan dijaga oleh mereka yang bijaksana. Mereka juga harus menaiki tangga yang cukup tinggi untuk mencapai pasarean.
Terakhir kali Rakyan berziarah ialah sekitar hampir dua tahun yang lalu. Pasarean masih tetap sama dan beberapa tempat yang dulunya kosong, kini telah terisi oleh beberapa makam.
Dengan serangkaian adab-adab ketika berziarah, akhirnya mereka selesai melakukan ziarah. Rakyan lega, ia telah menunaikan janjinya ketika ia pulang.
"Habis ini ke makam mbok Nyi, Mas?" tanya Radhika, adiknya yang menempati urutan anak keenam. Laki-laki itu tengah mempersiapkan diri untuk masuk ke perguruan tinggi di Selandia Baru.
Rakyan mengangguk. "Kalau kalian lelah, kalian nggak ikut nggak apa-apa."
"Ikut, Mas. Nanggung," sahut Raras.
Rakyan mengangguk. Lalu mereka segera pergi ke makam mbok-nya yang tak jauh dari pasarean tersebut.
"Mas, calon istrinya kapan diajak ke Jogja?" tanya Raiya yang sedari tadi ingin bertanya, tetapi ia tahan-tahan.
Rakyan yang kebagian menyetir mobil, hanya tersenyum tipis. "Secepatnya. Kenapa?"
"Penasaran, Mas. Kata mbak Raras cantik dan jago fisika."
"Kenapa fisika?"
Raiya memberikan cengirannya. "Raiya 'kan nggak pinter di fisika. Kalau punya mbak ipar pinter secepatnya 'kan bisa dimanfaatkan ilmunya. Lumayan."
Raiya mendapat sorakan dari Rajasa, anak kelima Wiranegara yang tengah cuti kuliah. Rajasa sedang menempuh kuliah semester 4 di salah satu perguruan tinggi di Rusia.
"Kamu memangnya nggak setuju kalau mas nikah sama mbak Lalita?"
Raiya yang duduk di kursi tengah menggeleng. "Nggak setuju. Walaupun punya tata krama yang bagus seperti yang lainnya, tapi Raiya nggak suka. Nggak tahu kenapa memang nggak suka. Auranya nyebelin. Kalau lihat ngerasa nggak nyaman."
Perkataan polos sang bungsu membuat Rakyan terkekeh pelan. Raiya memang mempunyai kelebihan khusus yang mana indera keenamnya berfungsi dengan baik.
"Mas, misalnya ayah tetap kekeh melanjutkan perjodohan itu, apa yang bakal Mas lakuin?" tanya Raras kemudian.
"Tetap berjuang. Emang kalian mau dijodohkan sama ayah?"
Mereka semua menggeleng serentak. "Aku juga nggak mau, takut pilihan ayah itu nggak sesuai," ucap Raras.
"Tapi bukannya Mbak Raras memang sama Mas Wisnu, ya? Ayah kayaknya setuju soalnya Mas Wisnu juga keturunan ningrat," ujar Rani yang sedari tadi terdiam.
"Namanya juga mengantisipasi. Wisnu belum balik dari Jepang. Takut orang lain tiba-tiba masuk tanpa permisi 'kan bisa bahaya."
"Kenapa belum balik?" tanya Rakyan kemudian.
"Dia ada kontrak kerja di sana, Mas. Dua bulan lagi habis. Tapi aku juga nggak tahu kontraknya diperpanjang atau sudah selesai."
"Udah niat serius ke kamu apa nggak?"
![](https://img.wattpad.com/cover/264994546-288-k569727.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Jaladri
ChickLitJaladri. Sang Samudra. Samudra itu luas. Tenang dan menghanyutkan. Mempertemukan dua hal yang bertolak belakang layaknya arus Kuroshio dan Oyashio. Namun samudra juga bisa memisahkan, bahkan bisa saja perpisahan itu tak akan pernah ada lagi yang nam...