Deburan ombak yang riuh, angin pantai yang berembus pelan, adalah perpaduan yang sempurna bagi seorang gadis yang mengenakan kerudung bergo warna pastel itu. Kakinya diceburkan ke dalam air sebetis dan kepalanya sedikit mendongak untuk menghirup udara yang begitu bersih dan segar.
Gadis itu lalu melirik jam tangannya. Sekarang baru pukul 7 pagi dan sinar matahari sudah bersinar dengan cerah. Cahaya matahari yang menimpa kulitnya kini lumayan menghangat.
Rasanya ingin berenang di pantai, tetapi ia lupa mengenakan jilbab khusus berenangnya. Bisa saja, namun akan sedikit ribet nantinya. Apalagi ia mengenakan pakaian yang tak seharusnya dipakai ketika di pantai. Alhasil gadis itu hanya menikmati pemandangan laut yang berada di Batam, Kepulauan Riau.Beberapa menit duduk di batu yang agak besar, membuatnya bosan. Lalu netranya menatap sebuah pelabuhan kecil dengan jembatan kayu yang memanjang dan lebar sekitar dua meter.
Gadis itu beranjak dari duduknya. Langkah kaki jenjangnya menyusuri pantai dengan pasir putih yang bersih menuju pelabuhan yang bisa dibilang sebagai tempat sandar kapal-kapal kecil warga setempat. Ia juga melihat jika airnya amat jernih dan menyegarkan.
"Nggak bisa dibiarin nih. Masa aku harus puasa dan nggak tenang hanya gara-gara salah pakai kerudung dan baju? Mau balik tapi jauh dari penginapan."
Gadis itu bergumam penuh keresahan. Terasa menyiksa ketika harus menahan hobi yang paling ia agungkan itu. Lalu kepalanya menjulur menatap air yang menampakkan wajahnya yang mulai kusam karena seringnya bermain di pantai. Namun tak ayal, wajah cantik gadis itu masih terlihat begitu alami. Apalagi dengan struktur wajah yang tidak mudah bosan untuk dipandangi berlama-lama.
"Nyebur aja kali, ya?" gumamnya kembali. Lalu dengan cepat tangannya merapikan kerudung itu sehingga tak menyulitkan ketika berenang nantinya.
Air laut yang berwarna jernih itu tampak melambai-lambai ke arahnya. Seakan menarik gadis itu untuk merasakan sensasi berenang di bawah perairan Batam yang indah. Ini baru di pesisir, apalagi di tengah lautnya. Bayangan menyelam dengan ribuan biota laut terlihat begitu menggiurkan baginya.
Ketika ancang-ancang hendak menyebur, tiba-tiba tangannya ditarik dengan kuat sehingga ia masuk ke dalam setengah dekapan pria yang tinggi. Langsung saja gadis itu kaget.
"Astaghfirullah," ujarnya sambil melepaskan diri.
Saking kagetnya, gadis itu melotot menatap seseorang yang menarik dirinya tadi yang kini berada tepat di depannya. Lelaki itu menatap dirinya penuh selidik.
"Kalau mau bunuh diri jangan di sini. Nanti menyusahkan orang-orang."
Gadis itu menautkan kedua alisnya. Bunuh diri? Siapa yang hendak bunuh diri?
"Saya kira anda salah paham. Saya hendak berenang, bukan bunuh diri." Gadis itu berkata dengan tegas, menampik ucapan pria yang kini menatapnya dengan datar.
"Dengan pakaian tidur?" Lelaki itu menaikkan sebelah alisnya tak percaya.
Gadis itu langsung menatap dirinya. Benar, ia memakai baby doll bergambar Sofia The First yang dibelikan sang aunty sebelum berangkat ke pulau ini.
"Memangnya kenapa pakai baby doll? Tidak ada aturan yang melarangnya kan, Tuan? Tidak ada tulisan di sini yang melarang seseorang yang memakai baju tidur untuk berenang di pantai, kan?"
"Tidak usah mengelak. Kamu pasti hendak bunuh diri. Kalau bunuh diri sekalian di tengah laut sana."
Astaga mulutnya membunuh mental seseorang. Tidak bisa dibiarkan ini, begitu batin gadis itu.
"Susah ya bicara dengan seseorang yang melihat hanya dari satu sudut pandang saja. Udah salah nuduh, ngotot bicaranya, sampai berkata yang menyakitkan. Kalau benar-benar saya di posisi hendak bunuh diri, nggak perlu waktu lama buat sampai tengah laut dan beneran bunuh diri, Tuan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Jaladri
ChickLitJaladri. Sang Samudra. Samudra itu luas. Tenang dan menghanyutkan. Mempertemukan dua hal yang bertolak belakang layaknya arus Kuroshio dan Oyashio. Namun samudra juga bisa memisahkan, bahkan bisa saja perpisahan itu tak akan pernah ada lagi yang nam...