Neap Tide

10.7K 1.2K 173
                                    

Gigi mengembuskan napasnya perlahan. Sedari tadi, ia hanya duduk dan berpangku tangan, sedangkan para ibu Jalasenastri tengah sibuk menyiapkan acara.

Tangannya lantas mengusap perutnya yang sudah membuncit. Terhitung kurang sebulan lagi, bayinya akan lahir.

Fase di trimester pertama yang begitu rewel alias masih mual dan muntah, membuat Gigi istirahat total. Ia hanya diam di rumah sembari melakukan kegiatan yang ringan. Namun dibalik gabutnya Gigi, perempuan itu pasti produktif. Terbukti sudah beberapa pakaian berhasil ia buat dengan keterampilan tangannya. Selama di rumah, Gigi merajut beberapa baju anak. Ia mendadak suka merajut sejak mengandung. Selain itu, Gigi juga menyelesaikan buku yang telah ia rancang sejak dulu.

Memasuki trimester kedua, mual dan muntah Gigi berkurang drastis. Ia begitu sehat dan melakukan banyak kegiatan, termasuk sudah mulai memegang pekerjaannya.

Lalu memasuki trimester ketiga, Gigi mulai rewel meminta sesuatu. Mulai dari makanan hingga barang. Dan dengan sabar pula, Rakyan menuruti keinginan istrinya itu.

Gigi agak meringis ketika sang bayi menendang perutnya. Segera ia mengusapnya perlahan.

"Dedek bosen ya duduk terus? Sama, mama juga bosen. Mari kita bekerja dan membantu. Dedek boleh nendang tapi jangan keras-keras ya, nanti mama kesakitan," ujarnya sembari mengusap perutnya. Perutnya yang awalnya mengencang tiba-tiba, kini perlahan berkurang. Setiap Gigi memegang pekerjaan, pasti ia bicara dengan sang bayi yang masih di dalam kandungan untuk diajak bekerja sama.

Mata Gigi lalu melihat kardus berisi kain yang digunakan untuk menghias. Tampaknya bagian menghias itu kurang orang sehingga terlihat repot.

Gigi langsung bangkit dari duduknya dan mengambil kardus tersebut. Ia langsung mengangkatnya dan membantu bekerja.
Baru beberapa langkah, ia sudah dihampiri oleh salah satu ibu-ibu Jalasenastri.

"Ibu Rakyan duduk aja sama istirahat, ya. Biar kami yang handle."

Ibu tersebut tampak meringis ketika melihat Gigi dengan perut buncitnya itu mengangkat sebuah kardus.

"Nggak apa-apa Bu Salman. Saya bosen duduk terus. Kasihan yang lain kerja tapi saya malah berpangku tangan."

Ibu Salman tampak tersenyum. "Ibu duduk aja nggak apa-apa."

Gigi menggeleng. "Saya baik-baik aja kok, Bu. Dedeknya nggak rewel sama sekali. Justru kalau saya kelamaan duduk malah ditendang-tendang. Mamanya disuruh produktif." Gigi terkekeh pelan. Ia sudah terbiasa dengan ibu Salman. Maklum bu Salman sudah seperti orang yang ia hormati di sini.

Bu Salman lalu terkekeh pelan. "Ya ampun, Bu. Baiklah kalau gitu. Bu Rakyan bisa pegang pekerjaan buat kerajinan tangan di sana, ya."

Gigi langsung mengangguk antusias. Duduk tanpa melakukan apa-apa itu bukan dirinya. Ia suka memegang pekerjaan, baik ringan ataupun berat. Intinya ia harus produktif.

Perempuan hamil itu langsung bergegas ke arah sekumpulan ibu-ibu yang sedang membuat kerajinan tangan. Sempat ia diperingatkan agar tak memegang pekerjaan, tetapi Gigi memaksa. Alasan hamil tua bukanlah alasan yang logis bagi Gigi. Ia mengklaim jika masih kuat berjalan jauh dengan perutnya yang buncit itu.

Sembari mengerjakan pekerjaan, mereka sesekali berbincang, termasuk menceritakan pengalaman sewaktu mengandung.

"Saya waktu mengandung anak pertama, nggak kuat ngapa-ngapain Bu sampai usia kehamilan 7 bulan. Cuma bisa mual muntah, pegang kerjaan juga nggak banyak. Ya Allah rasanya berat, tapi saya alhamdulillah-nya merasa senang-senang aja," ujar bu Wahid, perempuan yang ramah dengan semua orang dan sangat baik itu.

JaladriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang