Rakyan agak meragu ketika berhenti di depan sebuah rumah yang luas. Namun berdasarkan alamat yang diberikan oleh Gigi, alamat tersebut sesuai.
Tak mau membuang waktunya untuk berpikir dan menunggu Gigi membalas pesannya, Rakyan memilih turun dan bertanya pada sang satpam.
"Selamat pagi, Pak. Apa benar ini alamatnya Bapak Sadewa?"
Sang satpam yang tengah menonton televisi itu lalu menghampiri Rakyan. "Benar, ini rumah milik Bapak Sadewa Pramonoadmodjo. Ada perlu apa, Mas?"
"Saya Rakyan, Pak--"
"Oh Mas Rakyan. Tadi saya dipesen sama mbak Gigi kalau ada orang yang namanya Mas Rakyan langsung disuruh masuk aja. Monggo, Mas." Sang satpam menyela dengan cepat sehingga Rakyan tak melanjutkan kalimatnya lagi.
Sang satpam langsung membukakan gerbang tinggi itu. Rakyan segera masuk ke dalam mobil dan memasukkannya ke dalam halaman rumah milik Sadewa Pramonoadmodjo.
"Mas, monggo saya antar ke dalam," ucap sang satpam yang tiba-tiba di sudah berada di samping Rakyan saat lelaki itu baru saja keluar dari mobilnya. Langsung saja Rakyan mengikuti langkah sang satpam.
"Saya nggak nunggu di ruang tamu saja, Pak?" tanya Rakyan saat sang satpam mengarahkannya untuk terus berjalan masuk ke dalam rumah. Biasanya, tamu akan dipersilahkan di ruang tamu terlebih dahulu.
"Saya hanya menjalankan pesan mbak Gigi saja, Mas," ujar sang satpam dan Rakyan hanya mengikutinya saja.
Rumah yang besar itu terlihat sepi. Kesannya terlalu kosong bila penghuninya hanya sedikit.
Mereka lalu tiba di halaman belakang yang menyatu dengan kebun sayur. Kebun itu tertata rapi dengan berbagai sayuran yang telah ditanam. Terdapat sebuah gazebo besar yang bisa memuat sekitar sepuluh orang.
Sang satpam melaporkan pada Gigi yang tengah duduk bersama sang eyang. Sang satpam mengatakan jika Rakyan telah sampai.
"Loh udah nyampe?"
Gigi langsung berdiri dan kaget dengan kedatangan Rakyan. Lalu gadis itu menatap jam tangannya. Seketika senyuman tanpa dosa muncul dari gadis itu.
"Ku kira masih 30 menitan, Ky."
Rakyan hanya menatap jengah Gigi. Seperti kebanyakan gadis, Gigi memang sedikit ribet.
"Lagian kamu kecepetan 10 menit ini. Bentar, aku mau siap-siap dulu, ya. Sorry kalau kamu telepon atau kirim pesan, ponsel di kamar soalnya." Gigi spontan menyengir pada Rakyan. Lelaki itu tampaknya harus banyak bersabar dengan segala macam tingkah Gigi.
"Siapa, Gi?" Gigi hendak berjalan ke dalam, namun sang eyang menghampiri mereka.
Gigi terkekeh pelan. Ia lupa memperkenalkan Rakyan pada Sadewa.
"Ini Rakyan, Eyang."
Rakyan langsung tersenyum dan mencium punggung tangan kanan Sadewa. "Perkenalkan, nama saya Rakyan. Saya calon suaminya Gigi."
Gigi seketika kaget. Rakyan tanpa basa-basi langsung memperkenalkan diri sebagai calon suami. Padahal Gigi belum berbicara banyak pada sang eyang.
"Calon suami? Kok eyang belum tahu?" Sadewa menatap Gigi yang tampak salah tingkah.
"Anu eyang, itu, hm, Gigi mau siap-siap. Tanya-tanya aja Rakyannya, ya," ujarnya sambil ngibrit masuk ke dalam rumah. Jika ia menjelaskan, nanti malah tambah lama.
Sadewa menatap Rakyan. Hal itu tentu membuat Rakyan sungkan.
"Duduk dulu, Nak," ajak Sadewa untuk duduk di gazebo. Tak lama kemudian Rakyan disuguhi oleh minuman dan makanan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jaladri
ChickLitJaladri. Sang Samudra. Samudra itu luas. Tenang dan menghanyutkan. Mempertemukan dua hal yang bertolak belakang layaknya arus Kuroshio dan Oyashio. Namun samudra juga bisa memisahkan, bahkan bisa saja perpisahan itu tak akan pernah ada lagi yang nam...