'Diurnal Tide'

18.4K 1.4K 222
                                        

Surabaya, empat tahun kemudian

"Loh kok belum siap-siap, Kak? Katanya mau ketemu ayah?"

Bocah yang tengah asik menonton pertandingan bulu tangkis itu langsung tersenyum lebar. Tanpa dikomando, bocah itu segera mematikan sambungan televisinya dan turun dari sofa ruang tengah.

"Mah, idola Jeje menang, loh. Besok Jeje mau jadi atlet biar dapat medali emas."

Gigi hanya tersenyum mendengar celotehan bocah empat tahun itu. Kini Jenar sudah tumbuh menjadi gadis kecil yang aktif dan tentunya, cerewet. Dan benar, putrinya itu tengah menggandrungi salah satu atlet dari sektor tunggal putri asal Jepang.

Mereka lalu masuk ke dalam mobil. Seperti sudah terbiasa, Jenar langsung memasang sabuk pengaman dengan benar. Gigi juga heran dengan putrinya yang mudah menangkap sesuatu dengan sekali lihat. Putrinya itu juga kategori mandiri dan suka menyelesaikan pekerjaan sendiri selama masih mampu.

"Jeje pengen jadi atlet, ya?" tanya Gigi kemudian sembari menyetir.

Jenar langsung mengangguk. "Nanti dapat medali emas. Jeje suka medali emas."

Kembali Gigi tersenyum. Putrinya memang suka dengan dunia olahraga dan sains. Beberapa kali bocah itu mengutarakan ingin menjadi atlet. Namun yang namanya anak kecil, terkadang berubah tujuannya. Hari ini mengatakan bulu tangkis, besok-besok panahan, besok-besok lagi astronot. Beruntung Gigi memahami itu dengan baik dan tidak membuat putrinya merasa terbebani. Baginya, selama Jenar nyaman dan senang, ia harus mendukung.

"Jeje kangen ayah. Nanti kita ke rumah oma opa ya, Mah."

"Bukannya dua bulan lalu kita udah ke sana, ya?Jeje nggak capek ke Jakarta?"

Dengan cepat Jenar menggeleng. "Jeje mau lihat adik bayi."

"Nggak takut dijahili sama uncle Ga?"

Jenar kembali menggeleng. "Uncle Ga dimarahin Onty Na nanti. Jeje bisa lawan uncle Ga kok."

Rasanya Gigi ingin membawa Jenar ke dalam pelukannya dan menciuminya dengan puas. Putrinya itu terlalu menggemaskan.

"Kan katanya Jeje kangen sama ayah, nih. Nanti kalau udah pulang, ayahnya disuruh ngapain?" tanya Gigi kemudian. Ia terbiasa mengajak sang putri berbicara ketika perjalanan. Tujuannya agar tak bosan.

"Nanti Jeje mau ajak main rumah-rumahan sama barbie. Ayah jadi prince, Jeje jadi princess-nya."

Gigi kembali tersenyum. Kemarin Jenar baru mendapatkan satu set mainan dari Wiranegara. Jenar sering kali mendapatkan mainan dari Wiranegara yang dikirimkan dari Yogyakarta. Oma opanya pun juga sering mengirimi mainan hingga rumah penuh dengan mainan Jenar.

Tak lama kemudian, mereka sampai. "Mau buka sendiri apa dibantu?"

"Jeje bisa," jawab bocah itu.

Lalu Gigi menunggu Jenar untuk membuka sabuk pengaman. Baru setelah itu, Gigi turun dan menghampiri sang putri.

Jenar langsung berbinar melihat dermaga yang luas. Ada banyak kapal bersandar di sana. Gadis cilik itu suka dengan suasana dermaga dan laut.

Mereka melangkah sekitar 50 meter. Terlihat ada banyak orang di sana yang berlalu lalang.

Tatapan Gigi kini meneliti setiap orang yang berada di sana. Namun ternyata ia kalah cepat dengan sang putri.

"Ayah!" panggil Jenar dengan riang.

Tampak pria dengan kaca mata hitam itu mendekat ke arah Gigi dan Jenar. Jenar terlihat tersenyum lebar dengan tangan yang melambai-lambai.

Jenar langsung menghamburkan diri ke dalam dekapan sang ayah saat Rakyan sudah dekat dengan mereka. Dengan sigap, Rakyan mengangkat putrinya itu.

JaladriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang