Gigi celingukan di sebuah lounge yang terletak di Menteng, Jakarta Pusat. Lounge yang terletak di rooftop sebuah pusat perbelanjaan itu tampak elegan dengan tampilan high class. Gigi pun agak kaget ketika ia diajak bertemu di tempat ini. Ia kira hanya diajak di sebuah kafe atau coffe shop yang lebih santai.
Akhirnya setelah berusaha mencari, Gigi dapat melihat sosok yang mengenakan kemeja biru muda yang duduk di meja nomor 20. Gigi segera menghampirinya.
"Maaf ya, Ma. Tadi agak macet mau masuk ke sini."
Kama terkekeh pelan dan memaklumi. "Iya nggak apa-apa kok. Aku juga baru dateng. Sekitar 3 menit, lah. Silahkan duduk, Gi."
Gigi tersenyum dan mengangguk. Lalu duduk di depan Kama. Syukurlah Kama tidak menunggunya terlalu lama. Ia sungkan harus membuat orang lain menunggu lama. Biasanya Gigi tipe yang tepat waktu jika tidak ada urusan sebelumnya.
"Gimana kabarmu, Gi?" tanya Kama kemudian. Lelaki keturunan Arab itu tampak tampan dengan pakaian yang bisa dibilang casual itu.
"Alhamdulillah baik," jawab gadis yang mengenakan kulot hitam dan blues warna putih gading dengan kerudung senada.
"Sebenarnya aku mau ngajak kamu ngobrol santai aja. Lama kita lost contact jadi pengen ngobrol banyak sama kamu. Kamu nggak lagi sibuk kan, Gi?"
Gigi tersenyum singkat. "Nggak kok. Kebetulan hari ini longgar jadi bisa ketemu sama kamu."
Kama tersenyum lebar dan mengangguk. "Syukurlah. Aku takut ganggu waktu kamu."
"Oh iya, kamu mau pesan apa?" Kemudian Kama langsung memanggil waiter.
"Pesan saja, Gi. Sebagai hadiah pertemuan kita setelah sekian lama, kamu boleh pesan apa saja," lanjutnya.
Gigi menatap Kama serius. "Eh jangan gitu, Ma."
Kama justru terkekeh. "Nggak apa-apa, Gi. Ayo pesen apa?"
Mau tak mau akhirnya Gigi setuju. Selanjutnya Gigi menatap menu yang ada dan langsung memesan makanan.
"Terima kasih ya, Ma," ucap Gigi pada Kama sesaat pelayan mencatat semua pesanan mereka.
"Iya, sama-sama."
"Oh iya, kabar tante Grahita gimana?"
Selama mereka pacaran, Kama beberapa datang ke rumah. Kedua orang tua Gigi pun mengetahui jika putri mereka pacaran sewaktu itu. Kama datang ke rumah pun seringnya mengerjakan tugas bersama dan berdiskusi masalah pelajaran dan ekstrakurikuler. Mereka pacaran cenderung malah ambis barengan mengenai prestasi di sekolah.
"Alhamdulillah baik. Tante Khadijah juga gimana kabarnya? Kangen nasi kebuli buatan beliau."
Kama kembali terkekeh. Beberapa kali Gigi juga pernah datang ke rumahnya. Sang mama pun kerap menjamu Gigi dengan baik. Bahkan hubungan mereka juga amat baik. Alhasil sebenarnya banyak yang menyayangkan hubungan mereka yang kandas begitu saja.
"Alhamdulillah baik. Kemarin aku cerita ketemu kamu lagi dan beliau excited pengen ketemu kamu. Katanya kangen berat."
Gigi ikut terkekeh. "Ya ampun, tante Khadijah memang baik banget. InsyaAllah ya, Ma. Aku juga kangen sama tante Khadijah. Titip salam ke tante Khadijah, ya."
Kama langsung mengangguk mantap. "Siap. Kabarin aja kalau kamu mau main ke rumah."
Tak lama kemudian, pesanan mereka datang. Mereka lantas menyantap makanan sembari mengobrol santai.
"Eh btw, kamu mau ngambil spesialis jantung ya, Ma? Eyang kemarin cerita kalau kamu sering bersama dengan dokter Ahsan kalau lagi konsultasi sama pasien."
KAMU SEDANG MEMBACA
Jaladri
ChickLitJaladri. Sang Samudra. Samudra itu luas. Tenang dan menghanyutkan. Mempertemukan dua hal yang bertolak belakang layaknya arus Kuroshio dan Oyashio. Namun samudra juga bisa memisahkan, bahkan bisa saja perpisahan itu tak akan pernah ada lagi yang nam...