"Gi, enaknya warna maroon apa abu-abu?" tanya Alen yang tengah sibuk memilih kebaya yang terpasang di manekin.
Saat ini, Gigi sedang menemani Alen yang sibuk fitting baju untuk lamaran. Setelah drama ala sinetron dengan judul tiba-tiba kawin, akhirnya dengan mantap, Latif akan melamar Alen secara resmi.
Drama itu dimulai dengan Latif yang sengaja membuat Alen stres setengah mati. Dengan gaya ngambek khas Latif, lelaki itu sengaja membuat Alen kelimpungan. Padahal Latif telah membuat rencana lamaran dengan bantuan orang tua Alen yang sudah diskenario diam-diam selama mereka bertengkar. Tepat hari kelima mereka bertengkar, secara mengejutkan Latif sudah berada di rumah Alen dan tengah berbincang dengan orang tuanya.
"Maroon cakep, tapi abu-abu kalem. Atau nggak warna kuning emas tapi agak mudaan."
Alen berdecak pelan. Ia bingung. Padahal sekarang ini ia tengah berada di butik sang mama dan tinggal memilih saja. Sang mama sudah tidak merancang busana lagi, tapi usaha itu kini diserahkan kepada sang keponakan yang kebetulan menggeluti dunia fashion. Berbeda dengan kedua anak Lili yang tak meneruskan usahanya itu.
"Ya udah gue ambil maroon. Nanti Latif biar nyari batik senada."
Gigi mengangkat jempolnya. Lalu Alen memilih mencoba kebaya berwarna maroon dengan dibantu sang desainer yang bernama Nola.
"Bagus nggak, Gi?" tanya Alen yang memamerkan baju tersebut ketika ia pakai.
"Bagus. Sip. Udah itu aja. Nanti tinggal nyesuain hair do-nya aja."
"Nah lo giliran milih, gih."
Gigi menatap Alen. "Nggak. Gue pake gamis aja."
"Eh nggak boleh. Harus kebaya. Lo kira syuting Mamah Dedeh apa?!" Alen sudah hendak mengomel pada Gigi yang kelewat santai dalam memakai busana.
Gigi tergelak pelan. "Entar kalau gue milih yang mahal lo malah jerit-jerit lagi."
"Nggak lah. Mumpung ada subsidi. Sponsor by mama Lili. Tinggal mikir seserahan aja gue."
"Ya deh terserah."
Lalu Gigi memilih kebaya yang sudah terpasang di manekin. Ia tertarik dengan kebaya warna abu-abu yang tidak tembus pandang serta tidak terlalu ketat. Kebaya itu pasti akan elegan dengan dipadukan jarik yang ia punya.
"Btw kalian mau nikah adat atau konsep woles?" tanya Gigi kemudian.
Alen yang sudah melepas kebayanya kini memilih duduk di sofa yang sama ditempati oleh Gigi. Gadis itu mengibaskan tangannya karena kegerahan.
"Kemarin udah diskusi. Kita berdua aslinya pengen simple aja. Tapi keluarga besar nggak setuju. Maunya adat. Ya udah kita milih Sunda karena keluarga besar Latif orang Sunda."
"Katering?"
"Mama sih udah ngomong ke tante Tata. Nggak tahu. Katering gue serahin ke emak-emak rempong aja."
"Seserahan?"
"Udah gue serahin ke sepupu yang udah pada pengalaman. Mau nyerahin ke lo juga lo belum kawin. Yang ada seserahan lo kasih ikan cupang semua."
Gigi seketika tertawa. "Nggak gitu juga Alen. Gini-gini gue sering jadi panitia expo dan gathering."
"Tapi mending lo di samping gue aja deh. Temenin gue nanti ya pas nikahan. Kalau gue udah nikah pasti jarang bisa ghibah bareng. Gue pasti sibuk sama rumah tangga dan karir gue."
Gigi menatap haru Alen. Ia akan kehilangan partner in crime yang suka sekali membahas banyak hal. Dari hal bermanfaat sampai hal tak bermanfaat sama sekali. Ia akan merindukan sosok Alen yang suka tiba-tiba menangis karena pekerjaan atau lainnya. Ia akan merindukan cerewetnya Alen yang bagaikan kuasa hukum yang tengah membela kliennya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Jaladri
Literatura KobiecaJaladri. Sang Samudra. Samudra itu luas. Tenang dan menghanyutkan. Mempertemukan dua hal yang bertolak belakang layaknya arus Kuroshio dan Oyashio. Namun samudra juga bisa memisahkan, bahkan bisa saja perpisahan itu tak akan pernah ada lagi yang nam...