Chapter 42 : Penjara Kognitif

294 69 3
                                    

Zelda mempertanyakan dunia atas segala hal yang telah berubah dan itu semua sepertinya disebabkan oleh anomali regresi dan 'Cail'.

Rui tersenyum tenang sambil memiringkan kepalanya, menyadari cara Zelda menatapnya seolah mereka saling mengenal dan telah melewati pertarungan bersama.

Boneka 'Cail' di sisi lain menghiraukan penghentian tak normal dan menginterupsi, "Yang Mulia, apa ada sesuatu yang ingin Anda tanyakan pada saya?"

Itu mengacu pada isi suratnya. Tampaknya Putra Mahkota ingin menanyakan hal penting pada 'Cail'. Namun, Zelda kesulitan memproses ada apa dengan respon tanpa emosi itu?

Dia pertama tercengang setelah memperhatikan dengan serius 'Cail', lalu bergidik saat menerima lirikan tajam Rui.

"Ah, itu... Apakah kalian ingin meminum teh dulu? Ini bisa dibicarakan dengan santai." Zelda berusaha bersikap sopan dan ramah di hadapan penilaian Rui.

Dia jelas tahu bahwa Rui tak mengenalnya. Justru jika sebaliknya, Zelda akan curiga pada motif 'orang itu' yang mengabulkan permohonannya untuk kembali ke masa lalu dan memperbaiki serta menghilangkan bahaya laten.

Dia cepat-cepat menghapus pikiran tentang 'orang itu', pokoknya dia harus berhati-hati dengan trik 'membaca pikiran' dari Rui.

Dia mempersilakan mereka duduk dan menyiapkan tehnya sendiri tanpa bantuan pelayan. Zelda memiliki hobi menyeduh teh secara pribadi dan di ruang tunggu itu terdapat kabinet khusus, yang berisi beberapa toples daun teh berkualitas dan pelengkapnya, ditata rapi.

Dia tidak membawa Gurunya karena masih khawatir jika kondisi Gurunya memburuk. 'Cail' seperti kotak pandora yang meski belum dibuka, dia sudah mempengaruhi hal-hal di sekitarnya dengan buruk.

Rui tidak ikut duduk, dia berakting sebagaimana seorang pengawal pribadi dengan tetap waspada melindungi tuannya. Dia merasa aneh sebab Putra Mahkota bermata emas itu tak menyuruhnya keluar.

'Mungkin dia sangat percaya diri bahwa tak ada yang akan menyakitinya di kediamannya,' analisis Rui sambil mengamati penampilan Zelda dari ujung kepala hingga ujung kaki. 'Tapi, dia menyembunyikan rahasia yang tak sesuai umurnya.'

Ketika Rui bersiap menggunakan Observer Eye dan Zelda berkeringat dingin di punggungnya, 'Cail' tiba-tiba berbicara dan memutus aksi Rui, "Yang Mulia, sudahkah Anda mengetahui penyebab ledakan yang menghebohkan itu?"

Zelda duduk tegak, entah kenapa merasa kalau 'Cail' menyelamatkannya dari masalah. "Itu melibatkan Exalted, jadi aku menangguhkan penyelidikan," jawabnya dengan bijaksana.

'Cail' mengangguk menyetujui. "Itu tindakan yang tepat." Kemudian, dia mengangkat cangkir teh dan meminumnya dengan cara yang alami dan tanpa tekanan.

Rui menyipitkan matanya saat potongan teka-teki mengaitkan diri di pikirannya.

"Baiklah, sekarang aku akan langsung ke intinya. Ayahku memintaku untuk membuat proposal belajar bersama sebelum memasuki Akademi Skylord. Jika kau tidak setuju, kau bisa mengatakannya, tak ada paksaan."

Walaupun Exalted memang mendominasi segalanya, mereka setidaknya harus bertingkah sopan di depan Keluarga Kerajaan Marina. Juga, keluarga kerajaan mempertahankan status quo sebagai penguasa yang diakui publik dalam preseden pemerintahan.

'Cail' membalas sambil menaikkan sudut bibirnya, "Saya tidak keberatan."

Zelda menghela napas lega sembari menekan kebencian dan kegelisahannya. "Lalu, pertanyaan yang ingin kuajukan adalah...." Dia berhenti sejenak untuk melirik Rui sekilas. "Kenapa kau berubah?"

Mata emas Zelda sedikit kehilangan kilaunya yang cerah. Ada aura dingin dan suram di baliknya. Dia tak bisa meminta Rui pergi karena itu akan menimbulkan kecurigaan Rui.

Kebahagiaan Protagonis Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang