Chapter 76 : Pengaturan Modern (2)

64 17 0
                                    

Mendengar tentang eksperimen, Sein menegang, trauma itu sulit dihilangkan tidak peduli bagaimana dia berpura-pura baik-baik saja sebelumnya. Apalagi dengan ketidakyakinan pada dirinya sendiri yang turut menambah beban mentalnya.

Dia menurunkan pandangannya dan enggan menatap wajah itu, diam-diam menelan harapannya. Sepertinya dia harus berjuang sendirian untuk segera menemukan cara keluar dari dunia ini dan kembali ke dunianya sebagai Sein Arelis. Di samping itu, dia akan melakukan segala cara untuk menghancurkan Tower of Desire.

Rui sedikit cemberut karena diabaikan, lalu mengancam setelah beberapa pertimbangan, "Aku pikir kau tidak ingin mengikuti eksperimen itu. Meskipun orang-orang itu cukup menjengkelkan, tetapi kau tidak bisa melindungi dirimu sendiri dari mereka. Jadi, apakah kau akan terus menggigit dan menjadi liar?"

Makna dibaliknya adalah lebih baik patuh daripada memberontak. Sein menyadari realita di sini. Itu benar, dia terlalu lemah. Kekuatannya memang masih ada, tetapi itu sama dengan tidak ada. Tidak berguna sama sekali. Apa yang harus dia lakukan?

"Jika kau sudah memutuskan untuk patuh, maka aku akan merawatmu dengan baik. Tentu saja, jika kau melakukan upaya merepotkan seperti melarikan diri, aku akan mematahkan kakimu," ancamnya lagi dengan nada seolah menikmati suasana ini.

Sein menjadi kaku mendengar itu. Napasnya memburu dengan kasar, bahkan rasa sakitnya bertambah. Dia bersiap untuk hal terburuk, tetapi yang tak dia duga adalah seseorang yang menyerupai Kakaknya akan mengatakan hal tersebut dengan nada yang menakutkan. Harapan yang ada di hatinya, meski terkubur, tetapi masih tetap ada itu perlahan diremas dan hancur.

Di sisi lain, Rui ingin tahu sampai mana emosi anehnya ini bertahan, sesuatu seperti kegelisahan, perasaan ingin memeluknya, dan memberitahu bahwa semuanya baik-baik saja, itu semakin kuat ketika dia terus mengeluarkan kata-kata yang menyakitkan.

Namun, keinginan gelap tertentu lebih mendominasi sehingga dia tetap menjadi kejam.

Dia membaca ulang informasi perawatan yang diperlukan. Dia sepertinya harus menyuntikkan obat tertentu pada subjek eksperimen No.75.

"Hnm?" Rui melirik saku jasnya yang berisi satu ampul obat dengan ekspresi bosan.

Dia tidak begitu menyukai cara eksperimen ini, menciptakan monster adalah sesuatu yang merepotkan untuk ditangani. Akan tetapi, Rui, yang kejam ini, tiba-tiba merasa tertarik untuk melihat apakah anak di depannya cocok atau tidak.

Dia akan menghancurkan organisasi nanti, tetapi tidak sekarang, dia masih ingin bersenang-senang. Dia tidak peduli tentang kebaikan, kasih sayang, atau simpati apapun. Begitu pula dengan emosi sekilas yang mengganggunya, kegelapan telah menelannya.

Dia segera mengambil ampul obat dan jarum suntik yang disediakan di ruangan. Kemudian menaruh tabletnya di meja putih di sebelah tempat tidur anak itu.

Sein, yang gemetaran, mendadak dicengkeram dengan kuat olehnya, dia terkesiap, secara naluriah memberontak dan bahkan menggigit tangan pria itu. Ini persis sama dengan pengalamannya dengan Pamannya di dunia modern, Sein merasa ingin mati.

Cengkeraman itu tidak melunak sama sekali, justru pemiliknya tertawa kecil sambil berkomentar, "Kucing kecil yang suka menggigit tanpa pandang bulu itu tidak baik. Nah, ini obat biasa, tidak perlu begitu takut atau sebenarnya kau takut padaku, hnm?" godanya.

"T-tidak," cicit Sein seraya berusaha sebisa mungkin untuk tidak menatapnya.

Rui tidak suka diabaikan, jadi dia memegang dagu kecil Sein dan mengarahkannya ke atas sehingga mereka akhirnya dapat saling bertatapan.

"Kucing kecilku perlu belajar untuk patuh," putusnya sembari memeriksa dengan seksama tubuh Sein.

Terlalu kurus untuk ukuran seorang anak berusia 10 tahun, pakaian halus seperti piyamanya tampak basah, lalu ada noda merah di kerah piyama biru muda itu. Ketika Rui melihat noda darah itu, keinginan gelapnya mendadak dikalahkan.

Kebahagiaan Protagonis Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang