Ren, seorang pemuda Elf yang telah diberkati oleh World Tree, sedang mengunyah daun persembahan sebagai makanannya. Dia memiliki perasaan aneh bahwa sesuatu telah berubah dalam dirinya dengan cara yang spektakuler.
'Ini membosankan....' Pertama kali baginya berpikir demikian. Ren memiringkan kepalanya, menatap lurus ke puncak pohon yang dia duduki rantingnya. Telinganya yang meruncing bergerak-gerak, mata hijau emeraldnya membulat dan rambut coklatnya berdesir.
"Apakah kau merasa bosan? Aku akan memberimu permainan yang menarik," seru seorang anak kecil misterius yang tergantung di dahan yang lebih tinggi dari Ren.
Mata hijau emerald, rambutnya yang berwarna hijau nan unik, lalu fluktuasi dalam auranya membuat Ren gugup.
Rui menunjukkan seringai kecil, dia ingin tahu seperti apa pecahan jiwanya yang mengais-ngais dalam ketidaktahuan. Itu pasti sangat menyenangkan.
"Berikan padaku harta berharga klanmu, maka aku akan menjadikanmu yang terakhir. Jika kau tidak berhasil melakukannya dalam sehari, aku akan memakanmu," ancamnya dengan nada main-main.
Ren segera waspada, dia menciptakan panah cahaya dari kekuatan alam Elf dan mengarahkan panah cahaya itu ke Rui. "Siapa kau? Omong kosong macam apa yang kau semburkan?!" geramnya.
"Kau bertanya siapa aku?" tanya Rui sambil tersenyum, tetapi matanya menajam. "Bukankah seharusnya kau sudah tahu?"
Rui mengisyaratkan dua hal. Pertama, yaitu identitas aslinya. Kedua adalah dia sekarang menjadi Oracle World Tree yang seharusnya sudah diketahui oleh sebagian besar kaum Elf secara langsung.
Ren memicingkan matanya untuk memeriksa profil Rui seraya membalas, "Kau Oracle itu?"
Ren akhirnya mengenali identitas kedua Rui, kewaspadaannya meningkat karena menurut apa yang diucapkan Rui, sepertinya Oracle ini tidak benar.
"Jika kau Oracle, kenapa kau ingin mengambil harta berharga klanku?!" Ren merasa itu tak masuk akal. Apa yang diinginkan Oracle ini bertentangan dengan prinsipnya.
Rui berayun-ayun di dahan, kupu-kupu sewarna irisnya yang datang entah darimana berterbangan di sekitar.
Dia memang sosok yang tampak suci kalau saja sifat aslinya bisa diabaikan.
"Tak ada alasan yang bisa memuaskanmu. Aku hanya ingin bersenang-senang," jawab Rui acuh.
Kerutan terbentuk di pelipis Ren, amarahnya membengkak. Dia bertanya-tanya apakah World Tree sedang sakit sehingga memilih anak kecil kurang ajar ini sebagai Oracle-nya?
Lantas darimana pula anak ini berasal?
Ren merupakan prajurit Elf yang kuat di klannya, dia bisa dianggap sebagai ketua tim dalam tim penjaga World Tree. Namun, untuk sekarang dia anehnya merasa World Tree tidak semegah yang dulu ada dalam ingatannya, justru sebaliknya.
Ren tidak ingin bertukar kata lagi dengan anak kurang ajar itu. Tubuhnya, yang lebih tinggi, dengan gesit memanjat ke dahan di mana Rui berada.
Dia mengubah anak panah cahaya di tangannya menjadi tombak panjang berwarna keemasan. Pohon tempat mereka singgah merupakan salah satu yang terbesar di area itu. Cukup besar dan tinggi dengan begitu banyak dedaunan yang menaungi.
Ketika Ren bersiap untuk menyerang Rui, tubuhnya membeku mendadak. Pupilnya bergetar.
Rui sebaliknya memiliki ekspresi penyesalan. "Sangat disayangkan, bagaimanapun kau tidak bisa menyerangku. Jika saja bisa, aku akan melayani tantanganmu."
Itu memang benar. Pecahan jiwa tidak bisa menyerang tubuh utama. Aturan yang diciptakan oleh Rui sendiri, aturan yang dia tak bisa seenaknya melanggarnya sama seperti dia tak diizinkan mengubah kisah yang telah dia tulis.
Dia membayar harga untuk mengubah kisah tersebut. Tentunya, informasi detail ini terfragmentasi di beberapa pecahan jiwa dan tubuh utama Rui tidak sepenuhnya mengetahuinya.
"Aku akan menunggumu untuk membawakanku harta berharga klanmu atau dirimu sendiri, oh pecahanku yang pertama," senandung Rui sambil menyingkirkan kupu-kupu di sekitarnya, angin berhembus kencang dan dedaunan berjatuhan menutupi visi Ren.
Saat dia melihat kembali ke tempat Rui berada sebelumnya, Rui telah menghilang.
***
Sein menyaksikan permainan anak-anak dengan ekspresi rumit. Rael mengajaknya ke sini dengan niat yang jelas. Ada beberapa hal yang tampak bisa diterima, tetapi kebanyakan dari itu setidaknya cukup merepotkan.
Ternyata banyak anak-anak pedagang kaya dan bangsawan kecil yang bermain di sini. Mereka melempar bola, memukul hamster buatan, lalu mencoba pelatihan pedang kayu yang sederhana.
Ada juga pelatihan melemparkan jarum kecil yang sepertinya familiar di mata Sein. Namun, dia tidak tahu di mana dia pernah melihatnya.
Ruangan yang hampir seluas pasar bawah tanah ini diperuntukkan sebagai taman hiburan yang populer di Kota Aeris.
Tentu saja, taman hiburan ini berada di permukaan tanah bukan di bawah tanah. Di sini jugalah area diadakannya festival senja hari ini.
Sein ingat bahwa sekarang adalah musim gugur. Festival senja menandakan berakhirnya musim gugur awal dan menyambut musim gugur akhir menuju musim dingin yang membekukan.
Untungnya suhu rata-rata di wilayah Kota Aeris lumayan tinggi sehingga penduduk tidak khawatir. Terkait pasokan kebutuhan pokok seperti bahan makanan dan lain-lain itu telah dipersiapkan oleh pemilik wilayah, Ayah Sein, Kansen Arelis.
Ada beberapa tempat khusus yang terus tetap seperti musim semi, misalnya Kastil Hervena. Taman bunga yang indah selalu bersemi dan udara sekitar begitu segar. Berbeda dengan pusat kota yang sedikit pengap dan dingin.
Berkat jubah yang Sein kenakan, dia tak menderita kedinginan seperti yang dia harapkan. Kekuatan asing dalam tubuhnya masih tertidur, dia tak tahu apakah kekuatan asing pasif juga ikut tertidur, tetapi dia tak ingin mengambil resiko terungkap sekarang.
'Rasanya ini seperti suatu tempat yang samar-samar kuingat sebelum bertransmigrasi.' Nostalgia yang mengelilingi hatinya sedikit mengganggu.
Rael menghentikan langkahnya dan Sein yang mengikuti di belakangnya menabraknya. Rael terkekeh pelan lalu membungkuk ke arah sepupu kecilnya yang imut.
"Apa kau tidak tertarik belajar pedang? Kau bisa bermain-main dengan yang sederhana. Ketika kau sudah dibaptis, aku akan mengajarimu secara pribadi," usul Rael.
Sein berkedip, pertanyaan langsung terlontar secara spontan, "Belajar pedang? Kenapa?" Dia memang tak memiliki bakat dalam hal apapun. Semua kekuatannya adalah hasil dari eksperimen yang spesifiknya tak bisa diingat olehnya saat ini.
Rael mengusap kepalanya dengan lembut sembari menyahut, "Tentu saja agar kau bisa mendaftar ke Akademi Skylord. Bukankah itu impianmu?"
Sein tercengang.
Akademi Skylord!
'Ini... Ugh!' Kepala Sein berdenyut menyakitkan untuk sesaat.
Di sisi lain, Rael juga bertanya-tanya mengapa pernyataannya terdengar salah? Walaupun dia sadar dia hanyalah pecahan jiwa, tetapi sekarang dia akan hidup seperti yang dia inginkan.
Jika suatu hari tubuh utama datang menghampirinya dan memintanya untuk menyatu kembali, mungkin, mungkin saja Rael akan menolaknya.
Pada saat itu, kerumunan berbaris untuk menantikan kembang api magis sebagai awal festival senja. Orang-orang berlalu-lalang di sekitar keduanya saat mereka terdiam dengan pikiran masing-masing.
Cliing!
Tiba-tiba, lonceng perunggu kecil berdentang dan mengetuk ujung sepatu kain Sein. Sein terkejut dan mengambilnya. Dia kemudian mengamati orang yang mendekatinya.
Pupil matanya membesar, saat orang tersebut yang adalah anak kecil seusianya meminta maaf dan meraih lonceng kecil itu, Sein tanpa sadar memanggil nama anak itu, "Eire?"
Rambut putihnya dan warna mata keperakan masih sama. Mengapa? Mengapa dia tetap seperti setelah eksperimen?
Eire kecil mendongak dan tersenyum misterius. Dia berkata pelan, hampir tak terdengar, "Relik Medusa."
Dia mengangguk ke arah Rael sebelum pergi dengan cepat tanpa memberi Sein kesempatan merespon.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Kebahagiaan Protagonis
FantasíaKarya Original, bukan fanfic atau terjemahan! Cover dari Canva *** Protagonis novel "Ways of Heroes" tidak mendapatkan jawaban atas ketidakbahagiaannya sampai akhir, sebagai pembaca berat novel tersebut, Yoo Han benar-benar berharap dia bisa memban...