Kabut hitam pekat turut menurunkan persepsi disertai racun yang diam-diam menyelinap ke setiap celah anggota tubuh.
Eire bernapas kasar, sebagai keturunan Wanderer, konstitusinya di tingkat maksimal dan dia jarang mengalami keracunan kecuali ketika di Menara Alkemis.
Eire mulai melihat ilusi bahwa dia kembali berada di 'neraka' penelitian itu. Dia berjuang untuk memegang barang terpenting yaitu relik Medusa. Topeng setengah wajah secara vertikal yang menutupi satu sisi wajah. Eire hendak pergi dengan cepat setelah menggali dan mengambilnya, tetapi pada saat itu —
Ziing!
Dia tak bisa bergerak tak peduli sekuat apapun mencoba. Eire mau tidak mau curiga kalau Cail membohonginya, tetapi dia dengan tegas menyangkalnya. Mereka bekerjasama sementara dan hubungan mereka jelas bukan saling membenci. Itu hanya bisa berarti situasi ini tidak disangka bahkan oleh Cail.
Ada sekelompok orang yang mirip bayangan di sekitarnya, Eire mendeteksinya melalui aura kegelapan mereka, yang nyaris familiar.
Eire sendiri bukan hanya keturunan Wanderer, tetapi juga seorang Chimera yang berada di tahap menengah dalam fase eksperimen. Dia belum sekeji Cail atau menjadi boneka kayu seperti Hen dan Zen. Dua anak yang bersama-sama dalam berjuang di Menara Alkemis tak diketahui lagi kabarnya.
Akan tetapi, Eire tetap mengakomodasi kekuatan asing alamiah yang berfungsi sebagai indera keenam. Dia berhati-hati dan melotot ke sudut kirinya dengan ganas.
Telinga Eire berdengung. Jantungnya berdetak liar seakan ingin melompat keluar.
'Ini hipnosis alam bawah sadar.'
Eire pernah merasakan sensasi yang sama sebelumnya dari Cail, meski kali ini sedikit berbeda. Jangkauan dan keefektifannya jauh lebih dalam. Dia tak punya kekuatan untuk melawan serangan mental. Ini adalah kelemahan terbesarnya selama ini.
Sebelum para penyerang mengurusnya, topeng setengah wajah di tangan Eire menebarkan hawa dingin yang menyebabkan hipnosis terputus.
Eire tak ingin berpikir terlalu banyak, dia langsung berlari ke arah di mana kabut hitam tak terlalu tebal.
Malangnya, dia justru keluar dari cengkeraman monster masuk ke mulut pembunuh gila.
Ada siluet tinggi di sudut pandangnya tengah menunggu dengan tangan bersedekap. Saat Eire mendekat, sudah terlambat menghindar dan dia ambruk ke tanah, saat ini dia diseret dalam ilusi mimpi buruk.
"Merepotkan. Relik Medusa telah mengenali tuannya, tak bisa dipakai lagi. Lenyapkan dia lalu susul aku di Ibukota," ujar bayangan tersebut, sepenuhnya gelap tanpa menunjukkan fitur manusia.
Bayangan itu yang bertindak sebagai pemimpin menghilang seolah terhisap lubang hitam. Bawahannya bersiap membereskan pengacau kecil yang menunda rencana mereka ini! Entah kebetulan atau tidak, tiba-tiba sosok lainnya muncul. Sebenarnya, semua itu memang murni kebetulan.
Rui membuka Observer Eye-nya, detail dari setiap bayangan yang bergelantungan di sekeliling terekspos. Itu hampir menyerupai kekuatan dewa yang mahatahu dalam sekali tatap.
"Pergilah! Aku akan menghitung sampai tiga, jika kalian tidak pergi, aku dengan senang hati menerima mainan baru." Rui menutup Observer Eye-nya lagi sesudah meneliti mereka.
Dia sangat tenang dan riang, juga tak tahu malu dengan arogansinya yang menembus awan.
Krak!
Sreet!
Pergerakan kecil mereka terdengar di telinga Rui yang sensitif semenjak rasa sakit tipis di Observer Eye datang.
Rui menggelengkan kepala sembari tersenyum tipis. Dia sedikit membungkuk untuk menarik Eire yang jatuh dalam mimpi buruk lalu menaruhnya di bahu. Topeng setengah wajah di tangan Eire menempel erat tak bisa dilepas, jadi Rui tak mau repot-repot mengambilnya, lagipula dia sudah cukup senang dengan prospek mainan baru, yaitu mereka.

KAMU SEDANG MEMBACA
Kebahagiaan Protagonis
FantasíaKarya Original, bukan fanfic atau terjemahan! Cover dari Canva *** Protagonis novel "Ways of Heroes" tidak mendapatkan jawaban atas ketidakbahagiaannya sampai akhir, sebagai pembaca berat novel tersebut, Yoo Han benar-benar berharap dia bisa memban...