Chapter 43 : Bantuan

230 64 0
                                    

'Cail' di dalam kereta kuda membuka matanya dan terdiam untuk waktu yang lama sampai dia tiba-tiba berseru dengan suara tanpa fluktuasi nada, "Kupikir kami bisa menyatu. Tapi, aku butuh bantuanmu, Rui."

Senyuman Rui membeku sebelum dia segera membalas dengan ketidakpastian, "Menyatu? Apa ini salah satu bentuk 'kendali'?"

'Cail' menggeleng pelan, kemudian menjelaskan dengan nada monoton. "Tidak. Ada waktu tertentu dan momen tertentu yang akan membuatku dikendalikan, kau mungkin tahu tentang plot. Meski masih samar, aku bisa merasakan kapan waktu 'kendali' tiba dan itu sesuai dengan keinginan entitas itu."

"Apa yang kau coba rencanakan? Itu melanggar perjanjian kita." Rui membalasnya dengan nada jengkel.

Dia sebenarnya tahu tentang itu karena sudah mengunci pemilik benang pengendali. Namun, ini bukan waktunya untuk langsung melempar dan memutus. Dia harus menunggu izin Origin untuk melewati ranahnya saat ini dan menghadapi keberadaan itu.

'Cail' sepertinya tidak berniat keras kepala dan mengangguk memahami. "Baiklah, tidak ada bedanya untukku, kau membantu atau tidak."

Akan tetapi, kata-kata tersebut memiliki makna lain ketika sampai ke Rui. Dia merasa aneh saat mempermainkan sesuatu yang tidak mempunyai emosi sehingga setiap kata dari 'Cail' akan membuat hatinya sakit.

Rui menyembunyikan emosinya dengan senyuman kecil. "Kalau begitu, maukah kau mengajakku berkeliling? Berdiam diri itu terlalu membosankan."

'Cail' menyetujuinya tanpa mengatakan apa-apa lagi. Keheningan berlangsung hingga kereta kuda itu mencapai manor Castalia.

***

Dengan pikiran yang jernih, 'Cail' mengucapkan kata-kata tak terduga saat makan siang setelah pulang dari Istana Grane di kamarnya bersama Rui.

"Berkeliling pada malam hari akan lebih aman, sebenarnya ada banyak yang mengawasiku dari fajar sampai senja," ujarnya sambil terus menelan makanannya.

Valet Wander dan pelayan lainnya telah diusir keluar dan hanya ada Rui yang menemaninya di sini.

Hidangan makan siang adalah sup kentang yang kental dengan daging yang tampak lezat. Ada sari buah berry yang disajikan untuk melengkapi menu. 'Cail' membutuhkan makanan meski itu akan berefek buruk daripada dia hilang akal karena kelaparan dan haus darah.

Darah sintetis yang dia miliki sebelumnya tidak ada lagi, selain tetap bertahan dan menekan kekuatan asing yang memberontak, 'Cail' harus memastikan tubuhnya tidak kekurangan nutrisi.

Sebagai Chimera, tidak, mungkin dia sebenarnya tidak tahu apakah dia Chimera atau manusia yang bermutasi, setidaknya dia hidup dan itu sudah merupakan pencapaian terbesar. Ditambah dia masih mempertahankan akal sehatnya daripada menjadi sepenuhnya gila.

Sementara 'Cail' menikmati makanannya, Rui menatap wajahnya setelah bermain dengan saputangan sulaman yang indah. "Kau menjadi lebih pintar, tapi aku lebih suka kau yang ceroboh." Dia mengerutkan bibirnya membentuk seringai sambil melambaikan saputangan tersebut.

'Cail' melirik saputangan itu sebentar sebelum berkomentar, "Itu milik Putra Mahkota."

Rui menanggapi, "Benar, ada sesuatu yang aneh tentangnya, dia sama sekali tidak memperhatikan ketidaksopananku."

'Cail' menghentikan gerakannya sesaat, kemudian memberitahu Rui setelah mempertimbangkannya, "Penampilanmu terlalu mencolok."

Itu kebenaran, tetapi tidak seluruhnya. 'Cail' tahu untuk diam tentang masalah terkait regresi karena dia sendiri belum yakin. Sisi dirinya yang lain juga memperingatkan untuk mengabaikan hal itu.

Seringai Rui semakin lebar saat dia bersenandung setuju. "Ini tidak bagus, aku harus menemukan korban."

'Cail' menyarankan, "Tidak bisakah kau berubah menjadi anak kecil lagi?"

Rui agak terkejut sehingga kelopak mata kirinya bergetar, Observer Eye yang ditutupi oleh ilusi sedikit berbinar.

"Kau... Suka diriku yang kecil?" Suaranya terdengar canggung.

'Cail' menggeleng dan menghentikan makannya lalu menjawab, "Aku tidak tahu apakah aku suka atau tidak. Kupikir jika kau menjadi seusiaku dan tidak terlalu mencolok, aku bisa menyiapkan alasan yang lebih masuk akal, dan kau mungkin bisa ikut bersamaku saat menemui Guru."

Yang lebih mengejutkan adalah 'Cail' tiba-tiba menyadari ada sesuatu yang salah dari dirinya sendiri. Dia melihat pantulan dirinya dalam mata saphire Rui dan akhirnya mengerti alasannya.

Entah sejak kapan dia terpengaruh alur pemikiran yang seharusnya tidak dia miliki. Dia seharusnya berbicara lebih sedikit dan berhati-hati karena pengawasan entitas itu.

"Kau sebelumnya meminta bantuanku, tapi aku belum mengatakan jawabanku. Bagaimana jika menyatu? Itu berarti salah satu akan hilang, kan? Menurutku memiliki dua adik kecil tidak buruk," ujar Rui seraya memulai gerakan anggunnya untuk menghabiskan makanan yang agak dingin.

Meskipun 'Cail' yakin tidak bisa merasakan kesedihan, kesenangan, dan emosi terkait lainnya, dia memahami kalimat terakhir Rui  terdengar cukup menyentuh.

'Mungkin … tidak, ini pikiran yang berbahaya.' Dia segera menstabilkan kegoyahan kepribadiannya, kemudian menjaga mulutnya untuk tidak mengucapkan apapun lagi.

***

Cail mendorong pintu besi sampai terbuka dan keluar untuk melihat seperti apa Dunia Kognitifnya.

Di luar, kegelapan melingkupi hampir segala arah. Untungnya, ada dua jalan yang mungkin sengaja diterangi, Cail tidak tahu karena dia menyerahkan pemeliharaan Dunia Kognitif kepada dirinya yang lain.

Ingatan memang bisa dibagi, tetapi untuk beberapa kasus, ada satu-dua hal yang pasti dirahasiakan dari satu sama lain.

Dia tertarik untuk menuju jalan kiri dari penjara karena perasaannya menguat semakin dia melangkah ke sana.

Cail merasakan guncangan sesaat beberapa kali di sepanjang jalan, dia berhenti sejenak sambil menghela napas panjang.

Rasa kesepian yang tak tertahankan menguar dari ujung jalan. Namun, dia tetap bersikeras mengikuti dorongan perasaannya untuk pergi ke sana.

Tanah di bawah kakinya kokoh seperti lantai batu, sementara koridor gelap di kedua sisi bernuansa fatamorgana seolah pada saat berikutnya, itu bisa berubah menjadi sesuatu yang lain.

Akhirnya, dia tiba di depan pintu ganda berwarna hitam pekat yang memancarkan kilau. Aura yang tidak menyenangkan merembes dari dalam.

Ketika Cail meletakkan ujung jarinya ke pintu, serangkaian ocehan berkelebat di sekitarnya dan rasa takut yang telah dia tahan mati-matian meledak.

"Ahhhh!"

Dia terjatuh membungkuk di hadapan pintu itu dengan horor melukis ekspresinya. Kesedihannya meningkat sebab aura hitam ada di sekelilingnya.

Perasaan ini. Sesuatu yang akrab. Dia akan menjadi gila jika tetap di sini, tetapi anehnya dia tidak mau beranjak pergi.

Ocehan-ocehan berlangsung untuk waktu yang lama, itu menyampaikan keluhan kesakitan, kesepian, dan betapa tak masuk akalnya semua yang telah dia alami.

Cail sepertinya tahu setelah semua yang dia tahan keluar sekaligus. Pintu itu menyimpan korupsinya, lebih tepatnya kegilaannya.

Air mata menetes terus-menerus dan ekspresinya memelintir saat dia menggaruk dada kirinya.

Guncangan terjadi lagi, kali ini disertai dengan kekuatan tak terlihat yang menyebabkan aura hitam, ocehan, dan perasaan tidak menyenangkan lenyap seketika.

Cail terengah-engah sebelum mengangkat kepalanya dan menatap simbol 'mata di atas cawan' di pintu ganda yang berkilau.

***

Kebahagiaan Protagonis Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang