Chapter 57 : Wanderer Eire

157 48 15
                                    

Langkah kaki cepat dan terhuyung-huyung melewati kerumunan orang, sesekali tertabrak, tetapi itu bukan masalah karena dia hanya peduli pada target perhatiannya. Terengah-engah dengan napas berbau susu, Sein menguatkan diri untuk mengejar anak kecil yang mirip Eire.

Dia mengabaikan panggilan dan pengejaran Rael. Dia tak bisa melepaskan kesempatan untuk bertemu seseorang yang situasinya mungkin sama dengannya. Yang dia maksud adalah anak kecil yang mirip Eire itu kemungkinan mengingat timeline sebelumnya.

Terbangun di tempat asing walaupun seharusnya dia terbiasa dengan bantuan ingatan, Sein tetap merasa terasing seolah-olah ini semua tidak nyata.

Dia ingin menemukan Rui, mengetahui alasan Rael bertingkah seperti itu, dan memperkuat fondasi kekuatannya yang nol poin.

Kekuatan asing takkan memberontak dan menyebabkannya tersiksa bila dia memiliki fondasi yang cukup. Tubuhnya saat ini masih terlalu kecil dan lemah, nyaris pingsan hanya untuk berlari beberapa puluh meter.

"Hah... Hah... Hah...." Sein memukul dadanya yang sesak, matanya memerah dengan pandangan sedikit buram tanda kelelahan berlebihan.

Tampaknya dia tak bisa menjangkau Eire. Pertanyaan terbersit di benaknya, 'Mengapa dia menjauhiku?!'

Tudung jubah Sein terbuka akibat tindakannya berlari dengan sembrono. Wajah mungilnya yang imut menarik perhatian orang-orang di sekitar.

Beberapa dengan niat buruk hendak mendekatinya ketika Sein tiba-tiba menghilang. Mereka yang berada di sana sangat terkejut dan masing-masing bergosip dan membuat rumor.

"Siapa anak kecil yang cantik itu? Apakah dia tersesat dan diculik oleh penyihir? Kita harus melaporkan ke penjaga!"

"Anak itu sepertinya diculik! Aku belum pernah melihat anak yang begitu imut sehingga aku ingin merawatnya. Kita harus menemukannya!"

"Siapa penyihir sialan yang menculiknya!"

***

"Ugh!" Sein, yang akan terjatuh, dipeluk oleh seseorang yang tubuhnya sedikit lebih besar darinya. Suhu yang agak dingin dari kulit pihak lain membuat Sein tersentak dan melepaskan tangan yang lain yang menahan kepalanya ke dada.

Sensasi mual, rasa pusing, dan badan lemas menyerang Sein hingga dia hampir tak bisa berdiri tegak.

"Maafkan aku, itu pertama kalinya aku menteleportasikan seseorang," ujar si pelaku penculikan.

Visi kabur Sein mulai jelas sampai dia membelalakan matanya karena anak laki-laki yang dia ikuti sebelumnya ternyata ada di depannya.

"Eire?" tanyanya ragu.

Anak laki-laki di depannya tampak lebih tua darinya, mata abu-abu yang dalam lalu rambut putih keperakan itu sepertinya tetap membekas bahkan meski timeline telah diatur ulang. Hasil eksperimen chimera yang menantang tatanan alam sulit dihilangkan.

Eire mengangguk. "Seperti yang diharapkan, kau pasti mengikutiku. Aku akan memberitahumu sesuatu, jadi aku harus memancingmu keluar dari pengawasan."

Sein memasang ekspresi heran. Pengawasan? Rasa tidak enak membayangi hatinya.

"Maksudmu ada banyak yang mengawasiku?" Sein sedikit panik. Dia tidak menyangka bahwa baik dulu maupun sekarang, dia tetap diawasi. Seolah-olah dia tak pernah memiliki kebebasan dan semua tingkah lakunya ditonton oleh banyak pasang mata yang menilai.

Eire sejenak tak bisa menjawabnya, kemudian dia mengalihkan topik, "Apakah Rui adalah seseorang yang sangat penting bagimu?"

Sein terkejut dengan pengalihan itu sehingga dia membalas secara naluriah, "Ya, tentu saja."

Kebahagiaan Protagonis Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang