Kesadarannya tenggelam begitu dalam di pusaran kegelapan tanpa akhir, terus turun untuk terhisap ke lubang hitam yang masif jauh di ujung.
Dia mati-matian meraih apa saja yang bisa digunakan sebagai tali penyelamat, naasnya tangannya menembus semua objek seolah-olah dia hanyalah proyeksi.
Lengkingan suara, gumaman acak, dan kebisingan berputar di sekelilingnya ketika kejatuhannya semakin cepat.
-(Ini proyeksi yang gagal lagi)
Tiba-tiba suara yang datar dan tanpa emosi bergema di benaknya, mengaburkan ocehan-ocehan lainnya.
-(Sudah berapa kali?)
Entah mengapa, dia secara naluriah menjawab, "Tiga, kali ini yang terakhir." Baris tersebut terdikte di pikirannya sehingga dia bertanya-tanya apakah itu sebenarnya dia sendiri yang memikirkannya?
Ketika dirinya hendak terhisap lubang hitam yang semakin luas, sebuah tangan putih dalam bentuk fisik, yang dapat menyentuhnya, menariknya ke atas sampai tempat berpijak.
Di tengahnya, dia mencoba mencaritahu siapa pemilik tangan itu, tetapi hanya ada bayangan gelap di sana.
-(Ini kesempatan terakhirmu.)
Suara itu begitu acuh sehingga dia merasa tidak nyaman. Cahaya mulai tampak saat tangan itu terus menariknya, melewati terowongan kekacauan hingga wilayah terindah yang pernah dia lihat.
Matanya berkedip karena silau cahaya di ujung terowongan. Setelah menyesuaikan diri dengan intensitas cahaya di sana, dia pertama kali melihat sosok yang menariknya ke sini.
Wajah familiar yang memiliki kesan dewasa dan cerdas, tidak, bukan familiar karena itu wajah yang sama persis dengannya di dunia modern. Sebenarnya, dia telah lama menemukan bahwa wajah dan penampilannya di dunia ini memiliki 70% kemiripan dengan saat di dunia modern.
Dia awalnya menaruh keraguan tersebut ke belakang pikirannya, tetapi sekarang akhirnya dia harus menghadapi kenyataan.
'Tidak mungkin ini kebetulan,' ragunya.
"Apakah kau ingin kembali atau tetap di sini?"
"Sebenarnya, siapa aku dan siapa kau?" Dia ingin memastikan tebakannya.
Sosok itu tersenyum aneh. "Kau benar-benar ingin tahu sekarang?" balasnya, menyiratkan bahwa itu bukan sesuatu yang baik.
"Tidak peduli identitas mana yang saat ini kau pakai, kau adalah kau. Sementara, aku yang ada di sini ...."
Ucapan terakhir sosok itu tak bisa didengarkan olehnya. Sosok itu tampaknya menyadarinya dan memberikan penjelasan singkat, "Intinya kita seharusnya berasal dari orang yang sama, sayangnya orang itu sudah lama binasa. Kita hanya bagian dari proyeksi keinginannya yang tersisa. Menurutmu akhir macam apa yang akan kita miliki?"
"Apa maksudmu?" Dia merasa takut dan gelisah pada penuturan sosok itu.
"Kita ada karena orang itu masih memiliki keinginan yang harus kita lakukan. Itu adalah alasan keberadaan kita, tentang segala hal lainnya seperti siksaan yang kau alami, kau sepertinya sudah tahu bahwa itu diperlukan, benar?"
"Apa itu artinya aku tidak nyata?!" Dia tidak bisa menerima ini.
Sosok itu tertawa pada kepanikannya. "Tidak, justru sebaliknya. Kau perlahan-lahan menjadi seperti orang itu dan ada kemungkinan bahwa kau adalah orang itu. Waktuku habis, pergilah sekarang," ujar sosok itu sambil mendorongnya ke kabut yang muncul, tak peduli pada semua pertanyaannya yang tertahan.
Di kedalaman kabut tak berujung, dia diserang oleh ocehan-ocehan yang saling bercampur.
-"Ada dua kandidat yang cocok untuk menjadi penggantiku."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kebahagiaan Protagonis
FantasyKarya Original, bukan fanfic atau terjemahan! Cover dari Canva *** Protagonis novel "Ways of Heroes" tidak mendapatkan jawaban atas ketidakbahagiaannya sampai akhir, sebagai pembaca berat novel tersebut, Yoo Han benar-benar berharap dia bisa memban...