Darah makhluk unik itu rasanya sangat lezat, cukup untuk mengatasi rasa laparnya yang menderu-deru. Melepaskan kepenatan akibat kelaparan, Cail memutuskan untuk menyelidiki Desa Palle demi menemukan di mana titik kontak itu tinggal.
Membersihkan sisa-sisa darah dari pakaian hitamnya dan menyamarkan penampilannya, Cail memberanikan diri untuk berbaur dengan penduduk desa yang berlalu lalang di jalanan utama. Melewati beberapa bangunan sederhana, Cail mengamati bagaimana masyarakat manusia di desa ini beraktivitas.
Dia telah menyelesaikan masalah laparnya sehingga dia dapat menahan sengatan cahaya sebagai monster kegelapan. Membagi sebagian energinya, yang didapat dari meminum darah makhluk unik itu, untuk menahan cahaya.
Ini memungkinkan karena Chimera melanggar hukum kausalitas dunia, selama bisa menggunakan energinya dengan baik, Chimera tak bisa dihentikan.
Ini merupakan pertama kali baginya sejak datang ke dunia ini, dia akhirnya bisa merasakan suasana keramaian manusia biasa dalam menjalankan aktivitasnya. Terasa nostalgia dan sedikit mengingatkannya pada dunia sebelumnya meskipun berbeda latar zamannya.
Selama dua tahun terakhir, dia sibuk berlarian di daerah terlarang yang gelap, lalu melakukan perburuan dan pembunuhan sehingga dia tidak dapat bersantai seperti sekarang.
Suatu keajaiban bahwa Willbert mengizinkannya ikut dalam pelelangan Couloseum Fregrace, lalu terbukanya kesempatan baginya untuk mencari informasi tentang dirinya sendiri.
Mengesampingkan pemikiran tersebut, Cail mengikuti beberapa penduduk dan mengamati sekeliling dengan seksama.
Ada banyak kios-kios pinggir jalan yang menjual beraneka ragam makanan khas, ada pula yang menjual senjata seperti belati dan tombak, dan Cail paling tertarik pada kios yang menjual buku-buku mantra. Matanya berbinar ketika dia menemukannya.
Tampaknya, di antara para manusia biasa, terdapat manusia terkontrak yang memiliki kekuatan atas kontrak yang berhasil diikat dengan keberadaan tertentu. Berkat pengalamannya berurusan dengan Hunter, Cail memperoleh informasi ini dan mempelajarinya secara pribadi.
Penjual buku-buku mantra itu memiliki penampilan yang agak suram dengan jubah hitam dan topeng setengah wajah berwarna serupa. Beberapa orang tertarik untuk melihat-lihat buku di lapaknya, ada juga yang nekat membeli meski itu tidak akan berguna bagi mereka. Namun, penjual itu tak banyak berinteraksi, sangat pendiam dan kaku.
Selain buku mantra, penjual itu juga menawarkan buku yang menarik, berkaitan dengan bahasa kuno Alteria. Bahasa yang tak bisa dibaca manusia biasa, suatu kesia-siaan menjualnya. Anehnya, penjual itu masih terus memamerkannya seolah sedang memancing hal yang dia harapkan.
Buku adalah apa yang paling dibutuhkan Cail sepanjang hidupnya di dunia ini. Willbert selalu melarangnya untuk mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan bahasa, jadi pengetahuannya sangat terbatas pada pengalaman dan hasil analisisnya sendiri.
Menghampiri si penjual, Cail, yang mencoba untuk tidak terlalu menarik perhatian, justru membuat penjual itu lebih memperhatikannya, terutama mengamati warna matanya yang unik. Warna mata merah bukannya jarang, tetapi itu tidak umum bagi manusia biasa. Oleh sebab itu, si penjual langsung menyadari bahwa Cail bukan manusia.
"Apa yang ingin kau beli?" tanya penjual itu padanya dengan ramah.
Cail agak terkejut disapa seramah itu, dia selalu menerima perlakuan kasar dan keras, serta ditakuti, jadi hal yang ramah ini menumbuhkan perasaan yang aneh di hatinya.
"Apakah kau memiliki buku yang berkaitan dengan monster atau tentang legenda di Benua Alteria ini?" Cail melirik beberapa buku yang dijajar di meja kayu di depannya, lalu ke tumpukan buku di kotak-kotak di belakang si penjual.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kebahagiaan Protagonis
FantasíaKarya Original, bukan fanfic atau terjemahan! Cover dari Canva *** Protagonis novel "Ways of Heroes" tidak mendapatkan jawaban atas ketidakbahagiaannya sampai akhir, sebagai pembaca berat novel tersebut, Yoo Han benar-benar berharap dia bisa memban...