Udah vote kan guys???
Aku rasa ini part paling kacau yang pernah aku tulis, semoga gak bikin kalian puyeng yaa...
Tandai kalo ketemu typo yaa...
*****
"Apa yang kamu lakukan di sana?"
Pertanyaan Neall masih sama dari beberapa menit yang lalu. Ia dan Lova sekarang berada di dalam mobilnya, ia akan mengantar gadis itu pulang. Egonya kalah lagi kali ini, entah kenapa ketika akan meninggalkan gadis itu, sesuatu dalam dirinya menolak dengan keras hingga ia harus berbalik dan menolong Lova.
Ia sebenarnya tahu jika Lova sedang dipaksa seseorang di sana, tapi dendamnya membuat dia harus tega dengan berjalan meninggalkan Lova.
Neall melirik gadis itu yang sama sekali tak mengalihkan pandangannya dari kaca jendela, lalu lalang di luar sana sepertinya lebih menarik dari sosok Neall.
Pria itu mengambil napas berat lalu memberhentikan mobilnya tepat di depan gedung apartemen. Sesudah Lova keluar ia melajukan mobilnya, tak ada percakapan di antara keduanya.
***
“Astaga! Kau ke mana saja!” Suara Bella hampir menulikan telinga Lova jika gadis itu tidak segera menutup kedua kupingnya dengan tangan.
Ia baru saja membuka pintu dan langsung diberi kejutan suara melengking Bella. Malvinoo sendiri hanya mematung dengan wajah cemas.
“Kau sudah pulang?” Lova beranjak duduk dengan tenang, dan bertanya mengalihkan pertanyaan Bella.
Bella ikut duduk di sampingnya dan mulai memeriksa keadaan Lova, gadis itu tak menjawab pertanyaan yang diajukan Lova.
“Kau menangis? Oh God! Kau tidak kenapa-kenapa 'kan Velova!” Bella sungguh panik dengan keadaan Lova saat ini, adik sepupunya itu berantakan penampilannya, tidak seperti terakhir kali yang ia lihat tadi, kedua matanya juga memerah dan sedikit membengkak pertanda baru habis menangis.
“Aku lelah.” Lova berdiri meninggalkan Bella dan Malvinoo. Pikirannya sedikit kacau saat ini. Menjawab pertanyaan Bella justru akan semakin merusak pikirannya.
Bella menghela napas pasrah lalu disusul Malvinoo yang memberikan gelengan kepala, keduanya saling bertatapan namun tak tahu apa yang semestinya diucapkan.
***
Daneall mengisap kuat nikotin yang terjepit di antara dua jemarinya. Sudah hampir sebungkus yang ia habiskan untuk menghilangkan kekacauan di pikirannya. Pria itu terduduk di tempat yang sama hampir tiga jam terakhir lamanya.
Ia kembali membuka sebuah amplop berwarna putih yang dikirim oleh Maxime Allison beberapa hari lalu. Berisi sebuah surat yang ditulis tangan oleh seseorang, dan tulisan itu milik Robert.
Tulisannya bersambung namun masih bisa dibaca dan sangat rapi, sama seperti kepribadian pemilik tulisannya. Robert memberikan sebuah clue kepada Daneall, bahwa sang pelaku pembunuhan memiliki sebuah bekas luka tusuk di perutnya, sisa dari perbuatan pembelaan diri Robert saat dijebak sebelum sebulan ia menemui ajalnya.
Orang kepercayaan ayahnya itu memang sangat rapi dalam hal apapun, bahkan ia mampu menyembunyikan segala bukti yang mengarah pada Andrew Baird dengan rapi sehingga pria angkuh itu tidak mampu mengendus tempat rahasia Robert. Sebuah perpustakaan yang ada di mansion orang tua Neall menjadi markasnya, sedangkan tempat surat itu tersimpan di antara dua lembar halaman dalam sebuah buku puisi. Dari sekian banyak buku-buku tebal yang tersusun rapi di perpustakaan itu, hanya dalam buku inilah Robert menyembunyikan bukti penting ini. Sebuah buku milik penyair favoritnya—Robert Browning—Namanya terinspirasi dari sang penyair, oleh ibunya akhirnya sang anak diberi nama Robert juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
SOLIVAGANT (END)
Novela JuvenilIni cerita tentang seorang pembunuh bayaran dengan sejuta kisah kelam serta kehidupan gelapnya yang jatuh cinta dengan gadis pertukaran pelajar. Awal pertemuan sungguh tak terduga, hingga akhirnya ia memutuskan untuk memiliki gadis itu setelah perte...