53

740 44 14
                                    

Udah vote kan gais???

Mulmed : Velova

Selamat membaca 🖤

***

Kejadian beberapa jam lalu membuat Lova tidak dapat memejamkan matanya untuk tidur hingga waktu menunjukkan dini hari. Ia sungguh merindukan tatapan Daneall, Ia merindukan semua tentang pria itu.

Entah. Lova tidak paham maksud dari tatapan menusuk sarat kekecewaan yang dilemparkan oleh Daneall tadi. Seharusnya Daneall menatapnya biasa saja seperti pertemuan terakhir mereka. Seharusnya Daneall tidak menampakkan raut kekecewaan. Seharusnya Daneall menunjukkan bahwa Ia telah bahagia bersama model cantik pilihannya itu. Semua angan itu berbanding terbalik dengan yang dilihat Lova tadi. Seakan Daneall tidak menyukai keberadaannya bersama Dax di sana.

Come on. Otak Lova sungguh pandai mempermainkan perasaannya, memberi harapan pada dirinya sendiri jika Daneall masih menyimpan rasa untuknya.

Sedikit melirik ke arah jam, ternyata pukul tiga pagi kurang seperempat. Lova merapatkan selimut, mencari posisi yang tepat, lalu mencoba untuk memejamkan mata berharap dapat nyenyak.

***

Pagi-pagi sekali Lova telah lebih dulu bangun dan memulai aktivitas di luar ruangan. Gadis itu pergi tanpa meninggalkan pesan untuk Dax Logan, rasa kesalnya masih berkecamuk. Bukan hanya itu, perasaannya juga sedang awut-awutan dengan segala hal tentang Daneall. Hanya tertidur beberapa jam saat menjelang dini hari tadi membuat kepalanya saat ini terasa pening ketika Ia memilih untuk singgah sarapan di Gold of Old atau biasa disingkat dengan GO, sebuah kedai kopi yang sepertinya dipaksa buka pukul enam pagi, pengunjungnya hanya sedikit mengingat kedai itu hanya cocok untuk orang-orang pecinta hal-hal klasik—interior ruangnya tidak cocok bagi manusia yang gila kerja pagi hari—dan pagi ini sepertinya manusia-manusia klasik itu belum bangun.

Sembari menikmati kopinya Lova menerawang pada satu sosok yang tak pernah usang dari benaknya. Lagi dan lagi Daneall. Lova terkekeh miris mengingat salah satu ucapan pria itu yang telah Ia hapal di luar kepala.

"Kamu adalah nyawaku."

Rasanya Lova ingin berterika keras di hadapan pria itu ketika mereka berjumpa. Nyawa seperti apa yang dimaksud Daneall? Nyawa yang telah kehilangan raganya? Atau nyawa yang mengambang tak tahu harus menempati raga yang mana? Oh ayolah! Di sini yang menjadi tersangka adalah Daneall, lalu Lova menjadi korbannya. Daneall berperan sebagai raga namun tak tahu diri. Ia telah menerima nyawa lain untuk bersemayam di dalam tubuhnya. Raga macam apa itu? Seharusnya Ia konsisten terhadap apa yang pernah Ia ucap.

Pilihan lagu pagi itu sungguh mewakili apa yang Lova rasakan kini, I'd Rather Go Blind dari Etta James. Sepertinya seorang pria di sebelah utara tepatnya di meja barista sengaja memilihkan lagu itu ketika mengamat wajah murung Lova. Etta melafalkan lirik demi lirik dengan piawai, Lova merasa hanyut seketika.

***

Maxime menjalankan mobil dengan kecepatan sedang ketika Tuan Mudanya sudah duduk tenang di kursi penumpang. Sedikit kerutan di kening Sang Tuan sudah cukup memberi signal bahwa semalam Ia tidak cukup tidur dan pagi ini Sang Tuan harus memulai hari dengan secangkir kopi di kedai pilihannya.

"Aku ingin sarapan di GO,"

Maxime menanggapi dengan anggukan. Pria yang notabenenya asisten kepercayaan Daneall itu tak mau banyak bertanya. Saat ini membicarakan hal apapun tidak akan membawa dampak baik. Kondisi tuannya sedang tidak baik-baik saja dan membicarakan masalah pekerjaan bukan pilihan yang tepat.

Beberapa menit perjalanan mereka tiba di depan kedai yang dimaksud Sang Tuan. Seperti yang sudah-sudah, Maxime akan masuk ke kedai lebih dulu dan mencari tempat duduk serta memesankan sarapan untuk tuannya. Lalu Daneall akan menunggu di dalam mobil hingga semuanya lengkap.

SOLIVAGANT (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang