9

4.6K 247 2
                                    

Udah Vote kan tadi?

***

Ruangan itu begitu sunyi, hanya detakan monitor yang menayangkan detak jantung dan bunyi tetesan infus yang mengalun mengisi suasana kosong di sana. Di atas ranjang rumah sakit terbaring seorang pria dengan baju khas untuk pasien. Di sebelah kanan ranjangnya ada seorang perempuan yang menunduk sembari memainkan ponselnya.

Perlahan pria di atas ranjang itu membuka matanya membuat titik-titik cahaya pun perlahan memasuki netranya, otaknya mengumpulkan informasi secepat mungkin tentang apa yang telah terjadi.

Pria itu terlonjak seketika setelah informasi yang digalinya dari otaknya ia dapat. Ia ingat sekarang apa yang telah terjadi pada dirinya hingga ia berakhir di tempat ini. Cepat-cepat ia mencabut paksa jarum yang menusuk tangannya.

“Apa yang kau lakukan!” Geram perempuan yang sedari tadi memainkan ponselnya.

Sang pria berdecih tanpa peduli lalu beranjak turun dari ranjang. Ia menatap tajam pada sang perempuan lalu mendekat perlahan.

Bibirnya menyeringai remeh ke arah perempuan yang menatap takut padanya, dengan kasar ia meraih dagu perempuan itu hingga wajah sang perempuan mendongak menatap tepat pada wajahnya. “Siapa. Yang. Menyuruhmu. Membawaku. Ke. Sini?” Tanyanya dengan penuh penekanan dan tatapan yang mendelik tajam penuh amarah.

Perempuan itu menggeleng dengan air mata yang mulai merembes dari bola matanya.

“Ku peringatkan jangan pernah mencoba untuk berbaik hati padaku, apalagi dengan sikapmu yang seakan peduli padaku padahal nyatanya tidak. Kita hanya saudara tiri jadi jangan bertingkah berlebihan.” Setelah berkata demikian ia menghempaskan perempuan itu hingga menabrak sisi ranjang. Setelahnya ia berlalu.

“Dax! Aku peduli padamu!” Teriak perempuan itu yang berlari meraih pria bernama Dax yang hendak sampai di pintu.

Dax berhenti kala lengan perempuan itu melingkar erat di perutnya.

“Lepaskan Riley!” Bentaknya dengan suara berat tertahan.

“Kau harus dirawat Dax, kau belum sembuh, keadaanmu sangat mengkhawatirkan. Kau bahkan telah tertidur selama dua hari.” Ujar Riley yang menenggelamkan wajahnya di punggung Dax.

Dax semakin menggeram kala mendengar kalimat terakhir yang keluar dari mulut perempuan itu, berarti ia telah kehilangan informasi selama dua hari. “Ck, aku tidak peduli. Sekarang lepaskan aku sebelum kau ku lukai.” Ancam Dax.

“Aku tidak mau, kau akan pergi kalau aku lepaskan. Kau harus di rawat sampai lukamu itu sembuh.”

Tanpa perasaan Dax menarik paksa kedua lengan Riley dari pinggangnya, ia menghempaskan tangan Riley.

“Dax aku mencintaimu.” Ujar Riley pelan membuat Dax terhenti kala ia ingin meraih handle pintu.

Dax berbalik. “Lupakan perasaan mu itu. Aku tidak akan pernah membalasnya, kau tahu kan alasannya?”

“Apa karena kita bersaudara?”

“Ya kau tahu itu.”

“Bukankah kau tidak menganggapku sebagai saudaramu? Oh ayolah Dax kita hanya saudara tiri.”

“Diamlah. Aku tidak peduli apapun tentangmu, apalagi tentang perasaan sialanmu itu.”

“Dax kau bahkan bisa mencintai nya yang notabenenya adalah saudara kandungmu, kenapa kau tidak bisa mencintaiku? Kita hanya saudara tiri Dax, beda ayah juga beda ibu.” Pancing Riley tak gentar untuk memperjuangkan perasaannya.

“Kau berbeda jauh dengannya. Dia gadis baik-baik bukan murahan sepertimu.” Sarkas Dax.

“Brengsek kau Dax, kau lupa siapa yang pertama kali membuatku seperti ini! Itu kau! Kau Dax Logan?”

SOLIVAGANT (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang