6

6.3K 352 3
                                    

Udah vote belum?




















***









Hari ini Lova memutuskan untuk masuk kembali ke kampusnya. Semua hal yang terjadi kemarin berusaha untuk ia lupakan, anggap saja tidak pernah terjadi sebelumnya.

Tanpa menoleh ke kanan kiri memastikan ia aman untuk menyebrang, Lova melangkah. Kakinya terus melangkah tanpa peduli dengan sekitarnya lagi. Tubuhnya di sini tapi pikirannya sedang mengelana jauh.

Tiiiiinnn!!!

“Sial! Untung gue gak mati.” Umpatnya dengan aksen Indonesianya. Lova mengelus dada bersyukur. Ia menoleh melihat siapa yang berani hampir menabrak dirinya, ia ingin sedikit menguar kemarahannya pada orang itu, ya meskipun di sini yang salah sepenuhnya adalah Lova. Masa bodoh pikirannya, ia sedang butuh pelampiasan emosi saat ini.

“Kau baik-baik saja?” Ujar seorang pria yang tergesa keluar dari mobil hitam yang hampir menabrak Lova.

“A-Aku baik-baik saja? Kau bagaimana? Baik-baik saja bukan?”

Lova memukul pelan mulutnya. Apa yang diucapkannya barusan sangat tidak ia inginkan, bahkan sedikitpun tidak terpikir olehnya. Kenapa ia menjadi gugup? Lalu, untuk apa ia bertanya tentang keadaan pria di depannya? Sudah pasti orang ini baik-baik saja.

Oh astaga. Lova menggerutu pelan, ia ternyata dalam mode on terpesona pada wajah pria di depannya hingga bisa berucap sedemikian. Hancur sudahlah ekspektasi tinggi yang ia buat tadi untuk memarahi pria ini. Bibirnya telah mendustakan dirinya sendiri. Salahkan saja pria di hadapannya yang sungguh tampan.

“Ya Tuhan, dia tampan sekali.” Sekali lagi Lova tak sadar akan perkataan nya. Lova menggeleng kepala setelah menyadari itu. Beruntung ia mengucapkan kalimat itu dalam bahasa Indonesia. Semoga saja pria ini tidak memahami apa yang ia ucapkan.

Pria itu tersenyum hangat “You okay?” Tanya pria itu lagi lalu sedikit meraih lengan Lova sekadar memeriksa keadaan gadis itu.

Lova diam. Ia menelisik rupa pria di hadapannya. Bisa ia tebak jika pria ini pasti banyak tato nya, hanya dengan melihat sekilas tato yang terpampang pada kening serta pada leher pria ini, sisanya pasti tersembunyi dalam jaket hitam lengan panjang itu. Rautnya pun sangat sangar walaupun kata tampan juga terselip. Sudah pasti orang jahat, begitulah yang ada di otak Lova sekarang.

“Ya, terimakasih.” Ujarnya terburu-buru lalu meninggalkan pria itu dengan memasuki gerbang kampusnya.

Pria itu memandang dengan seringai ke arah punggung gadis yang sengaja hampir ia tabrak. Ya, semuanya berjalan sesuai rencananya. Semoga seterusnya seperti itu.

Pria asing itu meraih ponselnya, menelpon seseorang yang penting baginya. “Tetap pantau dia dari jauh. Laporkan segala yang ia lakukan, terlebih berhubungan dengan si brengsek itu.” Ia menutup panggilan dan memasukkan kembali ponselnya ke dalam kantong celana.

Wait for me babygirl.” Ujarnya tanpa mengendurkan seringaian di bibirnya. Lalu ia memasuki mobilnya, melesat pergi dari sana.

***

Sementara di apartemen Neall, ia menggeram tertahan. Melihat sebuah foto yang dikirim padanya barusan membuat segala amarahnya memuncak. Ia tak tahu mengapa sampai sebegininya. Gadis itu telah mengambil sebagian fokusnya, ah mungkin seluruhnya.

Segera ia meraih jaketnya serta kunci motor. Ia harus menemui gadis itu. Sekarang juga.

Sepuluh menit waktu yang ia tempuh, akhirnya Neall sampai di kampus tujuannya, langsung saja ia memacu motornya ke arah parkiran. Setelah memarkirkan motor ia bergerak turun dari motor hitamnya, lalu mengedarkan pandangan ke sekeliling. Semua orang di sana menatap diam-diam dengan raut takut dan cemas. Mereka sangat mengenal siapa pria berjaket hitam dengan angka Romawi empat yang terpampang begitu besar di punggung jaketnya.

SOLIVAGANT (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang