14. Qiya Kabur

9 4 0
                                    

Siang ini Bara kumpul di warung belakang bersama teman-temannya yang lain seperti biasa. Mereka tidak kembali ke sekolah sejak bel istirahat pertama tadi, yaa mereka berencana bolos dan nongkrong di warung itu.

Disana bukan hanya Bara dan teman-temannya, tapi ada juga kakak kelas 3 dan adik kelas 1 yang mulai tau tempat kabur kakak kelasnya, lebih tepatnya mereka mau jadi penerus kakak kelasnya jadi murid bandel.

Seperti Irham, ia memang sudah bandel sejak SMP kelas 2. Dan sekarang ia di ajak bolos oleh Rendi ke warung belakang, tentu saja ia menyetujuinya tanpa banyak tanya.

Sampai di warung belakang, Rendi memperkenalkan Irham kepada kakak kelas dan teman seangkatannya disana. Cowok kalau kumpul, udah gak pernah mempermasalahkan umur walaupun tetap menghargai kakak kelas. Mereka kumpul bareng-bareng layaknya seumuran, ada masanya harus serius dan tidak, mereka bisa paham situasi. Beda dengan cewek, lebih gila senioritas.

"Heii a," Sapa Irham saat melihat Yasir di pojok warung sedang bermain game.

Yasir mendongak, menatap Irham dengan wajah ramahnya, "eehhh, Irhaamm.. apa kabar??"

"Baik a. Aa baik?"

Yasir mengantongi ponselnya di saku celana, lalu menyesap rokok yang ada di tangannya. Ia sedikit bergeser untuk memberi tempat agar Irham bisa duduk disampingnya. Untung saja ia baru menyelesaikan game onlinenya, jadi saat Irham menyapa, Yasir tidak kesal karena diganggu. Ya gak enak aja rasanya kalo lagi main game terus diganggu.

"Alhamdulillah baik. Dieu duduk.. kenalin ini Fatur, yang itu Heri" kata Yasir memperkenalkan temannya kepada Irham. Fatur dan Heri berjabat tangan dengan Irham dengan ramah. Ya, cowok memang gitu kan? Gampang berteman, dengan siapa saja.

"Kalo si Bara balik dari kamar mandi, ketemu si Irham pasti di judesin tuh kaya cewek pms" celetuk Heri yang duduk tak jauh dari Irham. Heri baru ingat Irham adalah cowok yang mengantar Qiya pulang waktu itu.

Riza tertawa mendengar ucapan Heri, "bener juga Her, harus siap siaga, siapa tau bentar lagi ada keributan."

"Kenapa sih a? Bara siapa?" Tanya Irham kepada Yasir, ia tidak mengerti dengan topik yang sedang dibicarakan.

"Saingan maneh Ham" jawab Heri dengan mata yang kembali pokus menatap layar ponselnya.

"Udah udaahh.. ini gimana nih classmeeting? Tahun ini osis nyerahin bagian perolahragaan ke anak-anak yang suka nongkrong disini. Katanya kita biar lebih berguna buat sekolah," ucap Alan, kakak kelas 3 yang paling disegani disana.

"Bagi-bagi kepanitiaan aja Lan, gimana?" Saran Yasir. Mereka sudah akrab jadi sudah terbiasa memanggil nama kepada kakak kelasnya, dan kakak kelasnya pun tidak mempermasalahkan.

"Boleh tuh, mau ngusulin berapa lomba olahraga ke osis? Katanya kasih tau aja mereka olahraga apa yang mau di lombain, nanti sekalian mereka rapat sama Pak Pahru," jelas Alan.

"Tapi gue gak srek, harusnya kalo kita dikasih tanggung jawab ngurusin bidang olahraga, ya perwakilan kita ikut rapat juga kan? Sialan emang tu osis-osis" ucap Alan lagi dengan kesal.

"Yaudah Lan, protes aja sih. Marahin aja anak-anak osis mah" ujar Bara yang baru kembali dari kamar mandi. Kayaknya abis BAB tuh dia, lama banget di kamar mandi.

Bara mendengus ketika melihat Irham diantara mereka, "mules lagi aing liat maneh" ucapnya menatap Irham.

"Dih, salah gue apa?" Tanya Irham tidak terima dengan ucapan Bara.

"Hahahahha tuhkaann gue bilang apa, mau ada perang dunia, iya kan Her?" ujar Riza yang disetujui oleh Heri.

"Muka lo asem banget Bar, serius!" Kata Vero meledek ekspresi Bara.

"Daripada si eta tah, jore!!"

Irham melotot mendengar hinaan Bara kepadanya. "Ganteng gini di bilang jelek, gimana elo yang burik?" Balas Bara.

"Huussttt!!! Lagi bahas classmeeting juga," lerai Yasir yang sudah mulai pusing mendengar perdebatan dua manusia ini.

Irham paham sekarang, kenapa Bara disebut sebagai saingannya. Ternyata Bara adalah cowok yang ia temui di kelas tadi pagi, cowok yang ia tebak menyukai Qiya. Mungkin saja, Bara merasa kalau ia adalah saingannya, ya emang benar sih. Irham juga ingin balikan dengan Qiya. Baiklah, ternyata sudah ada yang mengincar Qiya. Tapi rasa percaya diri Irham tinggi, ia merasa menang dari Bara karena Qiya lebih dulu mengenalnya dan pernah ada hubungan dengannya.

......

Selesai membahas classmeeting, mereka mulai pulang dan sisa beberapa orang yang masih betah nongkrong di warung belakang. Yasir sudah pulang jam 1 siang tadi, katanya ngantuk.

Sebelum pulang Yasir berpesan kepada Bara dan Irham agar mereka tidak mengantar Qiya pulang. Kata Yasir lebih percaya Qiya dianterin abang Grab daripada harus dianterin mereka, walaupun Yasir percaya Irham akan menjaga Qiya dan tidak aka memodusi adiknya, tapi yasudahlah daripada disebut pilih kasih dengan Bara mending larang aja dua-duanya kan?

Mendengar larangan Yasir, Bara mendengus kesal, besok ada ulangan matematika. Bahaya kalau ia ketauan mengantar Qiya pulang, bisa-bisa Yasir tidak memberinya contekan. Bandel-bandel gitu, Yasir master matematika di kelasnya. Sayang sekali jika tidak mendapat contekan dari Yasir.

Berbeda dengan Irham yang tetap menunggu Qiya di depan, ia sudah paham sikap Yasir yang melarangnya. Yaa biasalah kakak kalau ke adik cewek suka posesif, tapi bagi Irham gas aja udah. Toh ia juga tau kalo Yasir sebenarnya merestuinya dengan Qiya, pede aja dulu.

Ia melihat Rena dan Imel, biasanya mereka jalan ke depan berempat dengan Qiya dan Sarah. Kenapa sekarang hanya berdua? Apa Qiya masih di kelas?

"Heh!! Kemana aja lo?! Gak masuk jam terakhir" tanya Imel dengan galak kepada Irham.

"Santai Mel.. di ajak Rendi urang bolos ke warung belakang."

"Mau-mau aja diajak gak bener" gumam Rena yang masih bisa didengar Irham.

"Qiya kemana? Masih di kelas?"

"Dia juga sama kaya lo, kabur sama si Sarah dari abis istirahat" jawab Imel.

Irham ber-oh ria mendengar jawaban Imel. Ia sudah tidak heran ketika mengetahui Qiya kabur. Sejak ia pindah sekolah, entah sudah berapa kali ia mengetahui Qiya kabur. Entahlah gadis itu jadi ikutan bandel kaya kakaknya, walaupun bandelnya cuma sebatas kabur sekolah doang.

Dan baiknya, kalau kabur sekolah, Qiya suka langsung pulang kerumah, gak mampir atau main kemana-mana. Jika ditanya mamah sama ayahnya Qiya cuma jawab "gurunya gak masuk jadi bisa pulang cepet, dibolehin kok," orang tuanya pun percaya-percaya saja, padahal mereka juga tau, kalo di sekolah anak-anaknya kabur bukan hal aneh lagi. Bahkan murid pintar dan teladan pun pasti pernah melakukannya. Begitulah kata Yasir.

Orangtua Qiya tidak melarang, selagi Qiya kaburnya ke rumah bukan keluyuran di luar. Beda sama Yasir yang sedikit di kasih kebebasan, cowok harus punya banyak pengalaman di luar untuk bisa memilih dan membedakan yang baik dan tidak.

Me And SeniorsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang