Seperti biasa, Qiya menunggu di jemput oleh Yasir di warung depan bersama Rena yang juga menunggu di jemput. Mereka mengobrol random dari mulai kegiatan sekolah yang telah mereka jalani hingga orang-orang mengesalkan yang sangat asik untuk dijadikan bahan gibahan.
Berkali-kali Rena melihat layar ponselnya menunggu balasan dari jemputannya. Dan tak lama dari itu Rena pergi saat jemputannya sudah datang. Tinggalah Qiya seorang diri disana. Awalnya Rena menawarkan tumpangan untuk Qiya, kebetulan jalan rumah Rena memang melewati jalan rumah Qiya juga. Tapi Qiya terlanjur mengirim pesan ke Yasir untuk menjemputnya.
Qiya mendengus kala pesannya tidak juga mendapat balasan padahal sudah terbaca. Mungkin Yasir langsung pergi menjemputnya. Qiya duduk di bangku pendek yang ada di warung depan, kakinya mulai merasa pegal karena terlalu lama berdiri.
Maniknya menatap beberapa kendaraan yang berlalu lalang di jalan itu, hingga Qiya mendapati Fatur lewat dengan satu orang cewek yang sangat Qiya kenali duduk di boncengan motor Fatur.
Hatinya terasa ditampar ribuan tangan kala melihat pemandangan tak mengenakan itu. Ia cemburu, tapi rasanya tidak berhak. Ia marah, tapi bukan siapa-siapa. Qiya hampir menangis jika saja dering telepon dari ponselnya tidak mengalihkan pokusnya saat itu.
Nama Yasir tertera di layar ponselnya, langsung saja Qiya menekan tombol hijau untuk menerima panggilannya lalu menempelkan ponsel itu ke depan telinga.
"Halo, masih diwarung depan?"
Qiya berdehem untuk menetralkan suaranya, "iya, lo dimana sih? Lama banget!"
"Gue udah dirumah, lo dijemput si Bara. Tadi dia yang baca pesan lo, udah otw tuh. Tunggu aja,"
"Ish!! Gak mau! Gue naik grab aja. Mau kerumah Raiya dulu!"
"Eeehhh tunggu! Kasian itu si Bara udah otw, tungguin aja. Kalo ke rumah Raiya bilang aja ke si Bara suruh anterin,"
"Gue gak mau! Gue naik grab aja po--" ucapannya terhenti karena manik Qiya melihat Bara di sebrang jalan.
Telat, Qiya telat menolak dijemput Bara. Orangnya udah keburu datang. Panggilan telepon terpaksa Qiya putuskan saat melihat Bara menyebrangkan motor dan menghampirinya.
Yasudahlah, lumayan juga gratis. Pikir Qiya. Tidak ada lagi alasan yang Qiya pikirkan untuk menerima nasib harus boncengan dengan Bara. Memang terkesan jahat, tapi bagaimana lagi.
"Ayo!" Ajak Bara.
Qiya mendelik, "gue mau ke rumah Raiya. Mau anterin gak? Lumayan jauh soalnya," ucapnya jutek.
"Hayuk!!! Pulangnya mau gue jemput juga bilang aja, sayaaangg" ucap Bara, ia mengedipkan sebelah matanya menggoda Qiya.
Qiya manatap jijik ke arah Bara, "gelay banget sayang-sayang pake kedap-kedip begitu, cacingan lo kak?"
Qiya berjalan mendekat ke motor Bara, lalu naik ke atas boncengannya. Dengan semangat 45 Bara menghidupkan motornya lalu melajukan dengan kecepatan sedang.
Setiap ada kesempatan berduaan dengan Qiya seperti sekarang, dengan sebaik mungkin Bara selalu menikmati moment yang jarang ini. Tapi auranya kali ini berbeda, Bara melirik Qiya lewat kaca spion motornya. Wajah manis kekasih hatinya itu tampak murung.
"Kenapa tuh mukanya? Mendung banget kaya mau hujan" sindir Bara.
"Diem deh!" Sarkas Qiya sambil memukul bahu Bara.
"Cerita-cerita kali, siapa tau gue bisa kasih solusi," ucapan yang biasa dilontarkan oleh para buaya akhirnya keluar dari mulut Bara.
"Modusnya real banget,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Me And Seniors
Teen FictionGadis manis tapi jutek bernama Qiya, hatinya tertambat kepada seorang cowok cuek bernama Fatur. Namun perasaannya tidak semulus yang ia harapkan, ketika Qiya justru didekati oleh Bara yang merupakan sahabat dari Fatur. Tidak cukup sampai disitu. So...