Di minggu sore ini, Qiya duduk di bangku teras rumahnya sendirian, ia hanya ditemani dengan buku novel dan segelas susu. Cuaca sedikit mendung membuat udara dingin mulai terasa menyentuh kulit putih Qiya. Gadis itu hanya memakai celana training dan kaos oblong lengan pendek. Ia sedikit menyesal karena tidak memakai sweater, tapi juga malas kembali ke kamar karena cuaca sore ini sangat bagus untuk dinikmati.
Qiya larut dalam alur cerita novel fiksi yang dibacanya sampai tidak menyadari ada seseorang yang datang di depan gerbang meminta di bukakan pintu. Orang itu kemudian mengklakson beberapa kali berharap Qiya menyadari kehadirannya.
Mendengar suara bising di depan gerbang Qiya mendongak melihat pelaku kebisingan itu. Karena tidak memakai kacamata Qiya jadi sedikit sulit mengenali seseorang yang berdiri di sana.
"Bukain dong!! Masih sore kok gerbang udah di gembok aja sih!!!" Teriak Irham. Yaa Qiya kenal suara itu. Kemudian ia beranjak ke dalam untuk mengambil kunci gembok pagar rumahnya. Ini pasti ulah kelakuan random Yasir yang menggembok pagar padahal masih sore.
Qiya kembali dan segera membuka pagar rumah agar Irham bisa masuk, ia sedikit hati-hati karena takut bahunya sakit jika terburu-buru.
"Ngapain lo kesini?" Tanya Qiya sarkas setelah berhasil membuka gembok pagar.
Pagar itu di dorong oleh Irham agar terbuka lebih lebar, kemudian ia memasukan motornya ke dalam dan kembali menutup pagar tapi gak di gembok lagi.
Irham menyusul Qiya yang sudah kembali duduk di bangku teras. Ia meletakan dua kotak martabak telor yang dibelinya di perjalanan menuju rumah Qiya.
"Asiikk!!! Martabak depan gang rumah lo?" Tanya Qiya antusias.
"Hoohh.. paham pisan urang mah lo suka apa kalo sore-sore gini," jawab Irham santai.
Qiya mulai membuka martabak telor itu dan memakannya satu potong. Ia pergi ke dapur untuk mengambil mangkuk untuk bumbu cair martabak dan memberikan satu kotak martabak itu untuk orangtuanya.
"Nih Ma, dari Irham."
Laras menerima kresek yang Qiya sodorkan lalu melihat isinya. "Dimana Irhamnya?"
"Itu di luar, bawanya dua. Tapi mau aku makan satu kotaknya lagi di luar," jawab Qiya.
Laras mengikuti Qiya keluar untuk bertemu Irham. Sudah lama sekali cowok itu tidak main kesini, Laras rindu berbincang dengan Irham. Sebenarnya ia sedikit menyesali putusnya hubungan mereka. Ia sangat menyetujui hubungan mereka. Walaupun Irham bandel, tapi Laras yakin Irham mampu menjaga dan memberi kebahagiaan untuk anak gadisnya. Lagipula, Laras juga dekat dengan Ibunya Irham.
Irham beranjak ketika melihat Laras keluar rumah. Ia mencium punggung tangan Laras, "apa kabar Ma?"
Tanpa melepaskan tangan Irham, Laras menjawab "alhamdulillah... kemana aja kok jarang kesini sekarang? Putus sama si Qiya jangan lepas silaturahmi dong."
Irham terkekeh pelan, "iya Ma, nanti bakal sering kesini lagi kok, ketemu Mama, bukan ketemu Qiya nanti mah yaa??"
"Nah iya.. udah kalo putus sama si Qiya biarin aja, jangan ikutan putus silaturahmi kesini! Yaa lebih bagus lagi kalo kalian balikan" ujar Laras becanda.
Qiya yang tadinya diam tidak peduli, mendongak karena mendengar ucapan Mamanya, "ngadi-ngadi Mama, gak akan balikan! Belum tau aja Mama dia sengeselin apa,"
"Namanya juga cowok, kalo gak ngeselin gak menarik" sahut Mamanya membela Irham. Ya memang begitulah Mama Qiya, penyayang cowok modelan Irham. Gatau kenapa, tapi katanya bagus cowok kaya gitu, gak ngebosenin, gak akan bikin canggung, ya pokonya menyenangkan. Intinya, Mama Qiya itu suka sama badboy yang humoris. Tipenya kaya Irham banget.
KAMU SEDANG MEMBACA
Me And Seniors
Teen FictionGadis manis tapi jutek bernama Qiya, hatinya tertambat kepada seorang cowok cuek bernama Fatur. Namun perasaannya tidak semulus yang ia harapkan, ketika Qiya justru didekati oleh Bara yang merupakan sahabat dari Fatur. Tidak cukup sampai disitu. So...