35. Hani

7 3 0
                                    

Bara tidur terlentang di atas kasurnya, matanya menatap lurus ke langit-langit kamarnya yang hanya berwarna putih polos. Pikirannya tidak lepas dari kecurigaan kepada Qiya. Hanya hal kecil yang ditanyakan Qiya dan membuat gadis itu tersenyum malu mampu membuat Bara kepikiran sampai malam.

Ia sedikit takut jika kecurigaannya ternyata benar, yaa walaupun kecurigaan yang ia pikirkan berawal dari hal kecil. Tapi entah kenapa, perasaannya merasa aneh. Bagaimana jika Qiya menyukai Fatur yang jelas-jelas teman bahkan sahabat dekatnya. Apakah Yasir mengetahui hal ini?

Bara tidak menyadari bahwa Qiya selalu memperhatikan Fatur, ia terlalu sibuk dengan rasa senangnya ketika Qiya sesekali melirik ke arah kumpulan mereka. Padahal mungkin, bisa saja yang Qiya lirik adalah Fatur bukan dirinya.

"Aaahhh kalo saingannya nambah Fatur gue jelas kalah jauh,"

"Sial! Kenapa Fatur sih,"

Tak ingin terus memikirkan hal yang membuatnya tidak enak hati akhirnya Bara memutuskan untuk tidur saja. Besok ia masih harus mengajar.

.......

Qiya memakai sepatu sekolahnya di teras rumah, hari ini ia berangkat lebih pagi dari biasanya. Mungkin gerbang sekolah pun belum terbuka mengingat murid yang lain memang selalu datang siang lewat dari jam 7 pagi bahkan setengah 8 pun masih sepi.

Qiya mendengar suara motor yang masuk ke pekarangan rumahnya. Ia mendongak menatap Bara dan Fatur yang datang untuk menjemput Yasir. Mereka pasti tau jika kakaknya masih tidur jadi di jemput. Kakaknya itu tidak akan bangun jika hanya di usik lewat telpon.

"Pagi Qiyaaa.." sapa Bara ramah.

"Hm"

"Semangat dong, pagi-pagi udah lemes aja nih kekasih,"

"Gaje lo!"

Bara cengengesan di sarkasin Qiya, "eehh berangkat sama siapa Qiy?" Tanya Bara.

"Sama Ayah!"

Fatur tersenyum kecil mendengar jawaban Qiya yang tetap konsisten jutek kepada Bara. Ia merasa sedikit kasihan kepada temannya ini.

Qiya sempat terkesima melihat senyum kecil Fatur, walaupun sebentar Qiya melihat senyum itu dengan jelas.

Bara semakin merasa curiga, tak bisa menampik hatinya pun sakit melihat tatapan memuja dari mata Qiya kepada Fatur. Kapan ia akan mendapatkan tatapan itu?

Bara segera mengubah ekspresinya agar kembali normal seperti biasa, "eum.. gue anter yuk!! Masih keburu nih. Tur, lo ke dalem duluan aja bangunin si Acil, gue mau anterin kekasih dulu"

"Siaaapp lah," kemudian Fatur berjalan masuk kedalam rumah meninggalkan Bara dan Qiya.

Ia tersenyum ketika berpapasan dengan Henri di pintu masuk. Mencium tangan Henri lalu berbasa-basi nanya tentang Yasir padahal ia sudah tau bahwa Yasir masih tidur.

Qiya tidak melepaskan tatapan dari sosok Fatur yang selalu mencuri perhatiannya. Jantungnya sudah tidak bisa di kondisikan lagi, jantungnya berdetak cepat padahal mereka tidak saling sapa.

Setelah Fatur masuk, giliran Bara yang mencium punggung tangan Henri,

"Mau ke Yasir? Masih tidur tuh dia di kamarnya," kata Henri.

"Iya om hehe.. tapii boleh gak yang nganter Qiya ke sekolah Bara aja om" izin Bara dengan ragu.

Qiya melotot mendengar ucapan Bara, ia langsung menatap Ayahnya, "nggak Yah! Ayo sama Ayah aja berangkatnya,"

"Sama Bara aja gak papa kok om, hehe" keukeuh Bara.

"Heh! Masuk sana bangunin kakak gue! Nanti lo telat ke SD"

Me And SeniorsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang