56. Taruhan Karena Marahan

5 3 0
                                    

Qiya berjalan di samping Irham menuju kelas. Pagi ini mereka berangkat bersama tapi Irham tidak mengajaknya bicara sama sekali. Bahkan Qiya diabaikan hingga sekarang.

"Irham jelek kalo cuekin gue, Bye!" Ucap Qiya lalu berjalan meninggalkan Irham yang mengernyit bingung.

"Bukannya di rayu-rayu malah di katain," gumam Irham yang masih menatap punggung kecil Qiya.

Sampai kelas, Qiya terlihat acuh dan tidak menatap Irham sama sekali. Irham tidak mau ambil pusing. Harusnya kan dia yang marah, kenapa Qiya malah ikutan?

"Auranya dingin sekali pren!!!" Seru Ajeng yang menyadari interaksi Qiya dan Irham yang tidak baik.

"GELUD GELUUD GELUUDD" teriak Rendi.

"Bau bau putus semakin tercium."

Qiya mendengus mendengar ocehan teman-teman kelasnya yang berlebihan. Kompor sekali mereka sampai Qiya pengen bom mulut mereka satu-satu.

"Jangan harapkan hal itu akan terjadi!!" Sahut Irham sinis.

Qiya meliriknya dengan sebelah alis yang diangkat. Irham pun menatapnya lalu mendelik dan kembali pokus dengan game diponselnya.

"Lo di tim siapa Sar?" Tanya Ajeng.

"Gue tim Qiya!!"

"Gue tim Irham..." ucap Ajeng.

"TUMBENAN LO!" Teriak Sarah, Rena dan Imel bersamaan.

Suara mereka mampu mengalihkan pokus anak satu kelas. Tanpa rasa malu mereka malah kembali melanjutkan acara diskusinya. Rissa tergiur untuk gabung, kayaknya seru. Ia sangka mereka lagi gibah, padahal lagi diskusi partai. Rissa ikut memilih jagoannya.

"Gue di tim Qiya! Takut di depak jadi temen sebangku! Nanti gak bisa nyontek kimia bos" ucap Rissa.

"Gue bingung harus di tim siapa, Qiya temen gue, tapi kalo gue gak di tim si Irham kapan lagi bisa nistain anak ngeselin kaya si Qiya," sahut Rena yang disetujui oleh Imel.

"Jadi wasit aja wasit Ren" ajak Imel.

"Gak asik! Harus kompak pilih siapa yang kalian jagoin. Nanti kita liat siapa yang minta maaf duluan itu yang menang! Gue yakin sih si Irham yang sebucin itu pasti minta maaf duluan," kata Ajeng.

"Oke gue Irham."

Imel bertos dengan Ajeng. Rena masih bingung mau di tim siapa. Kenapa harus sampai diskusi hal tidak penting seperti ini. Gabut banget si Ajeng ngajakin taruhan gini.

"Gue Irham!" Putus Rena.

"Kita lihat nanti,"

Rissa kembali ke bangkunya saat bel masuk berbunyi. Ia berniat kepo ke Qiya. Ia penasaran banget ada apa dengan Qiya dan Irham. Tidak pernah terlintas di kepalanya kalau Irham bisa marahan gitu sama Qiya. Terlihat dari tingkat bucinnya, kayaknya gak mungkin.

"Apa lo?! Mau kepo?!"

Niat Rissa harus urung. Belum juga mulai nanya udah di bentak. Menciut duluan nyalinya. Qiya emang ratunya ngegas. Mulutnya bau kompor. Matanya siap meledak. Apalagi dalam mode ngambek begini, aura gasnya jadi makin bertambah berkali lipat.

......

"Qiy, kenapa lo sama si Irham. Cerita-cerita kalii" rayu Ajeng.

Rissa memelototi Ajeng berniat memberi kode. Ia sangat merutuki ucapan Ajeng, jangan sampai gas Qiya meledak di kantin. Bisa malu mereka nanti.

"Dia ngambek udah gitu aja sih."

"LOH?!! Kok lo gitu sih Qiy! Tadi gue mau nanya malah lo gas belum apa-apa! Sekarang kok baik baik aja?" Amuk Rissa tidak terima.

"Apa sih lo. Tadi tuh gue lagi kesel karena di ledek satu kelas! Termasuk kalian!"

"Ah males gue sama lo! Pilih kasih"

"Bodo!"

"Udah-udah! Lanjut topik awal. Kok bisa dia ngambek? Lo apain?" Tanya Rena yang memang sudah kepo juga dari tadi.

"Bahasa lo kek gue kriminal Ren. Gak gue apa-apain ih!"

"Mana mungkin ngambek kalo gak ada penyebabnya! Cemburu ya dia?" Tanya Sarah sambil meminum es tehnya.

"Buseett pawang buaya mah langsung tau gaes," jawab Qiya. Ia bertepuk tangan di depan Sarah.

"Ya elah, gue kira dia lo apain sampe ngambek gitu," kata Ajeng sedikit kecewa. Ia kira masalahnya lumayan serius, ternyata cuma cemburu.

Padahal ia sudah siap membantu jadi tim sukses baiknya lagi hubungan mereka. Mau sok-sok jadi pahlawan yang bantu menyelesaikan masalahnya. Ternyata cuma cemburu! Gak jadi deh bantuinnya. Selesaiin aja sendiri sama si bucin Irham dan si cuek Qiya.

"Dia tu cemburunya aneh! Kan salah dia yang ninggalin gue kemarin karena dia kabur. Terus gue gak ada tumpangan pulang, mau pesen grab keburu di tawarin bareng sama kak Bara. Ya siapa yang nolak gratisan sih!"

Ajeng, Rena, Imel, Rissa dan Sarah menghembuskan nafasnya lelah. Lelah dengan kelakuan Qiya.

"Ya iyalah bodoh dia cemburu! Lo gak chat dia minta jemput?" Tanya Ajeng greget. Rasanya pengen gigit usus Qiya.

Qiya menggeleng.

"Tuhkaann.. salah lo sih fix! Gini ya, dulu aja sebelum lo sama Irham lo lebih milih naik grab daripada bareng kak Bara, sekarang? Lo udah sama Irham malah mau-mau aja bareng kak Bara. Menurut lo itu gak bikin pasangan lo cemburu?" Jelas Ajeng.

Qiya berpikir benar juga apa yang Ajeng katakan. Berarti disini Qiya yang salah? Qiya jadi semakin ngerasa bersalah karena malah ikut ngambek.

"Terus gue harus minta maaf? Kan semalem gue udah minta maaf ih."

"Jangaann.." jawab Ajeng berusaha santai. Bodoh banget Ajeng kasih penjelasan kaya tadi. Ya jelas pasti Qiya jadi ngerasa bersalah dan berniat minta maaf. Bisa-bisa ia kalah taruhan sama yang lain.

"Terus?"

"Yaa minta maaf lah Qiy!! Lo kan salah, gimana sih," saran Rissa.

"Bentar!"

Mereka menatap Sarah menunggunya melanjutkan ucapannya.

"Tim Qiya menang bego! Tadi Qiya bilang dia udah minta maaf. Gak pokus lo pada!"

Ajeng melotot tidak terima, "gak sah itu anjir! Kan sebelum taruhan."

"Tetep aja Jeng, si Qiya udah minta maaf duluan ke si Irham!! Fix gue sama Sarah menang! Bayarin makanan kita sampe dua hari kedepan!" Ucap Rissa seakan tak terbantahkan.

"Nggaa!! Gak sah itu ih," keukeuh Ajeng.

Rena dan Imel udah pasrah saja dengan kekalahannya. Nyesel juga sih ngikutin Ajeng milih tim Irham. Bukannya dukung sahabat sendiri, jadi kualat gini.

"LO PADA JADIIN HUBUNGAN GUE TARUHAN? Oh god, kenapa bisa gue temenan sama orang-orang gak punya akhlak kaya mereka," ucap Qiya.

"Lebih gak punya akhlak elo kali," balas Rissa.

Qiya berdiri berniat kembali ke kelas dan bertemu Irham. Ia ingin baik-baikin pacarnya itu biar gak ngambek lagi, kasihan juga. Dan Qiya gak berhenti ngerasa bersalah.

Qiya meninggalkan teman-temannya yang masih saja debat mempermasalahkan tentang tim siapa yang menang. Bodo amat lah, Qiya tidak ada urusan. Biarlah suka-suka mereka menjadikan dirinya dan Irham sebagai taruhan. Yang penting mereka gak gabut.

Me And SeniorsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang