43. Jadian

11 4 2
                                    

"Kak, lo sama teh berbie sekarang gimana?" Tanya Qiya berbasa-basi.

Yasir yang sedang memperhatikan mie yang ia rebus menoleh sebentar sebelum menjawab. Terdengar helaan nafas dari bibirnya. Ia bingung harus menjawab apa untuk pertanyaan adiknya ini. Jika dijawab, ia dan juga Qiya mungkin akan sama-sama tersakiti. Jika tidak dijawab, ia yakin Qiya akan terus menanyakan pertanyaan yang sama sampai ia mendapatkan jawabannya.

"Heh!! Denger gak?"

"Heeh heeh, denger kok."

"Ya jawab atuh"

"Selesai!"

"Apanya?"

"Gue sama Fani selesai."

Qiya terdiam. Otaknya mulai memikirkan hal-hal yang tidak diinginkan. Hatinya mulai tidak karuan, seketika kejadian pulang sekolah terputar di pikirannya. Kala maniknya melihat seseorang berboncengan di motor vespa matic yang pernah Qiya naiki sekali.

"Emang udah pernah dimulai? Kok udah main selesai aja," canda Qiya guna menghindar dari rasa gelisahnya.

"Eh dasar bocah! Mulutnya bikin aing makin nyeri hate wae."

Qiya berdehem pelan, "eum.. tadi gue liat teh berbie di bonceng kak Fatur. Lo.... ke tikung kah?"

Yasir melotot mendengar pertanyaan di akhir kalimat adiknya. Bagaimana bisa ia di bilang tertikung oleh Fatur? Ia bukan ketikung, tapi dari awal kondisinya memang tikung-menikung. Pusing? Ya pokonya begitulah.

"Ngapain lo melototin gue? Tuh mie lo udah siap masuk mulut!" Kata Qiya menunjuk mie yang menggantung di depan bibir Yasir.

"Gue bukan ketikung! Mereka aja kali yang niat nerusin kisahnya,"

"Gegayaan bahasa lo kak."

Yasir melirik Qiya yang duduk di hadapannya sambil meminum air dingin. "Hati lo aman?"

"Menurut lo?" Sinis Qiya.

"Gue udah bilang, coba buka hati buat Bara atau Irham. Fatur gak bisa bales perasaan lo,"

Qiya menunduk diam, "lo bilang gitu kemarin karena udah tau ya mereka deket lagi?" Tanya Qiya dengan lirih.

Tak ada jawaban dari Yasir.

"Terus hati lo sendiri gimana?" Lanjutnya.

"Gue? Biasa aja sih. Cewek masih banyak, males ngejar si Fani yang kek layangan gitu. Tarik ulur terus sampe mampus!!! Jual mahalnya gak kuat, gak sudi gue nyicilnya,"

Qiya terkekeh, merasa sedikit terhibur dengan kalimat asal Yasir.

"Lo berenti suka Fatur ya, Qiy? Bara atau Irham gue setuju, seriusan deh," ujar Yasir penuh harap. Ia baru saja menyelesaikan suapan terakhir kuah mie yang tadi ia masak.

"Susah kak, gue juga maunya gitu. Lo pikir suka sendirian gini enak?" Suara Qiya mulai sedikit bergetar. Qiya hampir menangis.

"Huhhh, jangan nangis udah! Si Fatur emang cakep, tapi gak baik buat ditangisin,"

"Siapa yang nangis, dih."

"Itu mata lo bertembok-tembok," tunjuknya.

"Berkaca-kaca bodoh!"

"Nah ngaku kan."

Qiya mendengus, hatinya memang sakit. Matanya juga ingin sekali menangis. Perasaan yang tak terbalaskan sangatlah menyakitkan. Selama bertahun-tahun menyukai sosok Fatur, hanya sedikit bahagia yang ia rasakan. Selebihnya rasa patah dan sakit lah yang menguasai karena segala rasa yang tertahan.

Me And SeniorsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang