4. Bara

61 7 0
                                    

Satu minggu berlalu, Qiya berhasil melewati hari-harinya dengan tenang. Ia mulai dekat dengan Rissa, bahkan Qiya sudah berani menunjukan sifat aslinya di depan Rissa. Tapi tidak dengan teman satu kelasnya, ia merasa masih sangat canggung dengan mereka.

Beberapa teman cowok kelasnya sering menganggunya ketika ia tidur pada jam istirahat atau jam sholat Dzuhur. Masa bodo, Qiya tidak merasa malu atau apapun, ia tidak pernah memikirkan bagaimana cowok-cowok itu melihatnya jelek ketika tidur. Qiya tidak peduli akan dianggap bagaimana, ia memilih cuek, bagi Qiya bahagia tetap harus menjadi nomor satu.

Cara bahagia yang paling utama adalah cuek, yang terpenting sikap kita tidak melewati batas dan tidak menganggu orang lain.

Jam istirahat kali ini, Qiya mendapat tontonan gratis yaitu drama alay anak remaja. Dimana teman sekelasnya yaitu Maharani sedang di tembak oleh anak Ips. Cowok jangkung itu berlutut di samping Maharani yang tengah duduk santai menikmati bekalnya.

Namun terlihat dari ekspresi muka Maharani yang sepertinya sangat merasa terganggu dengan cowok itu.

Kelas Qiya menjadi ricuh ketika adegan itu berlangsung. Banyak murid kelas lain yang berdatangan hanya untuk melihat adegan itu. Qiya tetap santai dibangkunya tanpa merasa terganggu atau apapun.

Tiba-tiba Maharani menangis, Qiya menatapnya dengan alis terangkat karena heran. Sejujurnya, Qiya tidak sabar menunggu reaksi Maharani yang sedari tadi hanya diam dan menunduk, bahkan tidak sama sekali menatap cowok Ips itu.

"Gue gak suka sama lo! Apaan? Gue kenal lo aja ngga. Sana pergi! Gue keganggu! Gue gak suka kaya gini!" Teriak Maharani tanpa menatap cowok Ips itu.

Cowok itu tidak menyerah, ia terus mengungkapkan perasaannya. Qiya mulai muak dengan adegan dramatis itu. Bagaimana bisa, jam istirahat yang biasanya tenang kini terganggu oleh seorang cowok gila dari Ips. Teman kelasnya pun mulai menyuruh agar cowok itu pergi.

"Keras kepala banget itu cowok! Udah tau si Maharani kaga mau. Heran deh" ucap Rissa.

Qiya hanya mengangguk menyetujui ucapan Rissa. Apa semua lelaki begitu? Keras kepala? Harus selalu mendapatkan wanita yang ia inginkan? Padahal mungkin, perasaan mereka tidak benar-benar menyukai wanita yang mereka inginkan, kebanyakan perasaan itu hanya terisi oleh rasa kagum kepada wanita itu, lalu timbul rasa penasaran yang membuat mereka jadi keras kepala hanya untuk memenuhi kepuasan hati.

Qiya selalu tidak mengerti dengan cowok. Walaupun ia beberapa kali berpacaran tapi tetap saja, menurutnya semua cowok pasti kaya gitu.

.....

Bel pulang telah berbunyi 10 menit yang lalu, di depan gerbang sekolah Qiya sibuk mengirim pesan kepada Yasir memintanya untuk menjemput Qiya di warung depan lalu pulang bersama.

Yasir selalu menitipkan motornya di warung belakang sekolah. Katanya supaya gampang kabur. Memangnya bisa? Entahlah Qiya belum memahami segalanya tentang sekolah ini.

Saat setelah pesannya dibaca, Dan tak lama dari itu Qiya melihat kakaknya datang menjemput. Diperjalanan, kakanya bercerita bahwa ada satu temannya yang menanyakan anak murid kelas Qiya, namanya Bara.

"Eh eh.. lo pada tau gak? Anak kelas sepuluh Ipa 2" tanya Bara menggantung.

Yasir menyahut, "Ooohhh... yang di tembak?"

Bara menggeleng, "gue bukan mau bahas itu," jawabanya kesal.

Riza mendesis, lalu melempar kacang ke arah Bara "lagian, maneh ngomongnya ngegantung."

Bara duduk di kursi kosong di antara 5 orang sahabatnya. "Kan tadi gue abis dari toilet mau kesini ngeliat kelas sepuluh Ipa 2 rame. Nah kebetulan gue lewat, gue ngeliat sebentar ternyata ada adegan tembak menembak--"

Me And SeniorsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang