59. Pelukan

3 2 0
                                    

Bel masuk berbunyi sekitar 5 menit lagi. Qiya dan teman-teman kelasnya sudah mulai kembali berkumpul di kelas walaupun masih pada ngobrol.

Akhir-akhir ini guru jarang masuk karena sibuk dengan kelas 12 yang beberapa hari lagi akan melaksanakan ujian nasional. Jadi kelas Qiya pasti makin rusuh. Dan entah setan mana yang merasuki teman kelas Qiya, terutama Qiya dan Ajeng. Karena mereka tidak kabur padahal guru sering tidak masuk. Biasanya freeclass selalu dimanfaatkan oleh beberapa murid untuk pergi.

"Nih. Bekalnya enak, besok bawa lagi ya!" Ujar Irham sambil menyodorkan kotak bekal milik Qiya yang sudah habis ludas tanpa sisa sedikit pun.

"Ogah!"

"Galak lagii..." gumam Irham sambil melenggang pergi ke bangkunya.

Qiya mendengus lalu memasukan kotak bekalnya ke dalam tas. Malas sekali jika besok harus bawa bekal lagi tapi dimakan sama orang lain. Kalau mau ya bawa sendiri. Pikir Qiya.

.......

Pulang sekolah Qiya mencari-cari Irham di sepanjang lorong. Ia sempat ke kantin dan juga sudah mengecek ke parkiran. Irham tidak ada tapi motornya masih terparkir di area parkiran depan.

Ia menanyakan ke Rendi, katanya Irham tidak ada di warung belakang. Kemana perginya cowok itu?

"Ah udahlaahh.. cape nyariinnya juga."

Qiya merogoh ponselnya di saku rok lalu memesan grab sambil jalan keluar sekolah. Sampai di dekat gerbang, Qiya menoleh lagi ke arah parkiran ingin memastikan motor Irham masih ada atau tidak disana.

Tapi netranya malah menangkap pemandangan yang sangat tidak mengenakan. Walaupun tidak sedang memakai kacamata, tapi Qiya yakin yang sedang di pandanginya kini adalah Irham dan Arumi yang sedang berpelukan.

Ia menghembuskan nafasnya dengan kasar. Menolehkan kepalanya ke arah lain mencoba menetralkan perasaannya. Rasanya lebih sakit daripada ucapan Irham kemarin.

Qiya menatap mereka lagi, lalu berjalan mendekati keduanya. Ia menatap tajam Irham yang sudah mengetahui kehadirannya.

Cowok itu melepaskan pelukan Arumi dengan kasar, mendorongnya sedikit lalu berjalan menghampiri Qiya.

Qiya berhenti saat Irham sampai di hadapannya. Tanpa pikir panjang Qiya menampar keras pipi kiri Irham. Irham diam tak membalas, tapi tatapannya terus menatap mata Qiya yang sudah mulai berkaca-kaca.

Qiya menatap Arumi yang berdiri di samping motor Irham. Tidak ada ekspresi bersalah dari wajah Arumi. Qiya jadi semakin kesal dibuatnya.

Dengan langkah tegas Qiya menghampiri Arumi lalu menamparnya juga dengan keras. Arumi memegangi pipinya yang terasa panas. Menatap Qiya tak kalah tak sengit.

"Apa-apaan lo?!!"

Qiya berdecih, kenapa malah Arumi yang marah?

"Harusnya gue yang nanya gitu ke lo!"

"Lo yang nampar gue!!"

"Lo yang peluk pacar gue!!! Lo gak punya cowok sampe harus peluk cowok orang? Peluk guling aja kalo jomblo biar gak miris banget dan gak perlu ngurangin harga diri lo kaya tadi," ucap Qiya.

"Lo yang gak punya harga diri sialaaannn!!!!!"

"Ngaca dong, dasar cabe-cabean! Beli gincu mampu tapi kaca gapunya."

Arumi hendak menjambak rambut Qiya. Tapi lengannya di tahan oleh Irham yang berdiri di belakang Qiya sejak tadi. Irham ikut menatap tajam ke Arumi. Nyesel banget Irham dulu pernah gombalin anak gadis ini. Ternyata bikin istigfar juga kelakuannya.

"Gue patahin tangan lo," ancam Irham lalu menghempaskan lengan Arumi dengan keras.

"Lo mending obral diri lo aja deh biar punya pacar daripada deket-deketin cowok orang!" Mulut pedes Qiya mulai beraksi. Emosinya udah di ubun-ubun, rasanya pengen ngeluarin semua kata menyakitkan yang sudah tersusun di kepalanya. Untung saja, Qiya berhasil menahan tangisnya yang tadi hampir keluar.

Arumi semakin emosi karena ucapan Qiya yang sangat menyakiti hatinya. "Gue gak sudi kaya lo yang obral diri. Udah kak Bara, udah Irham nanti mau obral ke siapa lagi?"

Irham diam walau hatinya kesal mendengar Qiya di caci maki oleh cewek kaya Arumi. Tapi Irham mempercayakan hal ini kepada Qiya. Ia percaya mulut gas dan pedes Qiya pasti bisa menghadapi segalanya.

"Kalopun iya gue obral, setidaknya gue gak obral diri ke cowok yang udah punya cewek! Gak kaya lo."

Setelah mengucapkan kalimat itu, Qiya menarik kasar tangan Irham menuju motornya. Mereka pergi meninggalkan area parkir.

Di depan gerbang Qiya melihat ada grab yang sepertinya sedang menunggu orang. Ia jadi teringat tadi sudah pesan grab.

"Berenti berentii.." ucap Qiya sambil menepuk pundak Irham.

Setelah motor Irham berhenti Qiya langsung menghampiri grab itu. Ia meminta maaf dan memberikan uang ongkos sesuai aplikasi. Setelah itu Qiya kembali pergi dengan Irham.

......

Irham memberhentikan motornya di kedai kopi dekat alun-alun. Sebenarnya tadi Qiya meminta untuk langsung mengantarnya pulang, tapi Irham rasa ia perlu menjelaskan tentang tadi kepada Qiya.

"Yuk." Irham mengulurkan tangannya berniat menggandeng Qiya.

Qiya munduk selangkah untuk menghindar. Ekspresi wajahnya terlihat murung sekali.

"Gue mau pulang," ucapnya pelan.

"Ngobrol dulu sebentar ya?"

Tanpa menjawab Qiya berjalan masuk ke kedai lalu duduk di bangku pojok. Sedangkan Irham pergi untuk memesan dua minuman. Setelah selesai memesan barulan ia menghampiri Qiya dan duduk di depannya.

"Maaf yaa.. tadi itu bukan gue yang peluk," ucap Irham tanpa basa-basi.

"Arumi tadi bilang suka ke gue dan bilang juga mau jadi pacar gue."

"Di terima gak?" Tanya Qiya dengan cepat.

"Ngga lah! Gila ya lo?"

"Kenapa gak di terima?"

Belum sempat Irham menjawab, pesanan Irham tadi datang mengganggu obrolan mereka. Setelah itu mereka kembali hening untuk beberapa saat.

"Gue gak nerima Arumi kok, serius deh Qiy. Lo percaya kan sama gue?"

"Kenapa gak di terima aja, lo kan jomblo sekarang."

Irham tersenyum tipis, takut ketauan oleh Qiya makanya ditahan-tahan. "Oohhh gituu... terus kalo gue sekarang jomblo kenapa tadi ada yang marah?"

Qiya mendengus, ia meminum minumannya untuk menghindari rasa malu.

"Siapa tadi yang marah sampe bilang gue tuh udah punya pacar bla bla bla..." ucap Irham lagi dengan nada meledek.

"Diem ih!!"

"Iya iyaa diem."

Irham terkekeh menatap Qiya. Kenapa gadis ini gengsi sekali. Tapi memang salah Irham sih, Qiya pasti membahas tentang percakapan malam itu.

"Gue nyesel udah ngomong kaya kemarin. Gue tarik lagi omongannya. Kata a Yasir ada yang nangis soalnya.. kasiaann."

Qiya berdecak sebal. "Terus aja teruuuss!! Ledekin terus!!!"

Irham tertawa keras membuat beberapa pengunjung kedai menatap mereka dengan heran. Tapi Irham tidak peduli, biarlah semua orang tau suasana hatinya sekarang. Irham pikir, melepaskan Qiya begitu saja membuatnya tenang. Tapi nyatanya Irham benar-benar tidak rela.

Sekarang, Irham mengerti. Hati Qiya sudah lepas dari Fatur dan Qiya saat ini sedang merasa labil akan perasaannya. Irham tau, Qiya menyukai Bara tapi juga tidak ingin berpisah dengannya. Saat ini, Qiya hanya perlu di bantu untuk meyakinkan hatinya akan diarahkan kepada siapa.

Irham rasa, ia perlu sedikit lagi berusaha untuk mendapatkan hati Qiya. Irham yakin ia memiliki sedikit kesempatan. Apalagi saat Qiya tidak ingin berpisah dan saat Qiya cemburu. Irham sadar, ada rasa takut kehilangan di dalam hati Qiya. Bolehkan Irham berbesar hati?

Me And SeniorsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang