51. Hujan

7 2 0
                                    

Sejak subuh hujan turun lumayan deras. Bergelung di bawah selimut pasti terasa nikmat. Udaranya dingin membuat mata Qiya tergoda untuk kembali terpejam. Selepas sholat subuh Qiya benar-benar melaksanakan permintaan matanya dan merebahkan tubuhnya lagi di atas kasur.

Ia pikir 30menit cukup untuk menikmati cuara pagi ini. Tapi ia salah, ternyata sudah satu jam berlalu. Waktu seolah mendukung Qiya untuk tidak pergi sekolah, rasanya cepat sekali.

Gedoran dari pintu kamar membuat Qiya mendengus, ia sudah hafal siapa pelakunya. "Iya udah banguunn!! Lo mau sekolah emang?" Teriaknya tanpa berniat membuka pintu.

"Iyalah, gue ada jadwal wali kelas! Kudu masuk. Buruan siap-siap," jawab Yasir dari luar.

"Ah hujan kali.. mending tidur. Gue gak masuk lah!"

"Gue bilangin Mama!!" Ancam Yasir.

"Iya tolong bilangin gue gak enak badan makanya gak sekolah dulu."

Yasir kembali menggedor pintu kamar Qiya. "Bangun! Bangun! Bangun! Gak sudi gue berangkat sekolah sedangkan lo enak-enak tidur!"

Qiya tidak peduli dan kembali memejamkan matanya. 5 menit kemudian, pintunya diketuk pelan. Itu berarti Mama yamg berdiri di depannya.

"Qiyaa buruan mandi! Sekolah!!! Kamu udah bagus minggu ini gak ada bolos!!!" Tidak seperti ketukan dipintu yang terdengar ramah, suara mama masih saja terdengar galak.

Karena tidak mau kena marah, Qiya akhirnya beranjak masuk ke dalam kamar mandi untuk bersiap sekolah. Sebelumnya ia menjawab teriakan Mamanya dulu dengan singkat.

15menit cukup untuk Qiya siap berangkat sekolah. Ia menghampiri Yasir yang masih duduk santai di sofa tangan kanannya memegang satu roti dan tangan kirinya sibuk dengan ponsel.

"Gaskeun!!" Ajak Qiya lalu pergi duluan ke depan rumah.

Ia melihat hujan yang sudah mulai reda. Hanya sisa rintikan kecil yang masih turun dari atas langit.

Tak lama ia dan Yasir mulai pergi menjauh meninggalkan pekarangan rumah untuk ke sekolah. Di perjalanan, Qiya kedinginan karena udara di luar ternyata lebih dingin lagi. Qiya juga tidak pakai jaket.

Tapi matanya terlihat berbinar kala bumi tampak lebih bersih setelah di guyur hujan sejak subuh. Auranya sangat sejuk sekali. Inilah yang Qiya sukai, pagi hari dengan rintik hujan. Rasanya manis dan romantis.

Qiya seketika jadi terbayang indahnya pergi sekolah bersama orang terkasihnya dengan cuaca yang menjadi favorit nya ini. Bibirnya melekukan senyuman manis, hawa dingin seketika ia lupakan dan membiarkan angin menerpa kulit wajahnya.

"Kak Fatur kalo hujan gini sekolah kan?" Tanyanya kepada Yasir.

Kakaknya hanya diam tidak menjawab. Hingga Qiya harus mengulangi pertanyaannya dengan suara yang sedikit ia teriakkan.

Yasir menoleh, "gue denger kali."

"Ya makanya jawab!"

"Ya, dia kalo gue dan Riza sekolah pasti sekolah. Kenapa sih masih aja nanyain Fatur, jelas-jelas punya doi."

"Ya biarin sih, perasaan gak bisa dibohongi."

"Kasian Irham, udah usaha bantu lo move on sampe rela jadi pelarian," sindir Yasir.

"Lo istigfar kak bilang gitu. Sejahat-jahatnya gue gak sampe buat Irham jadi pelarian. Gue cuma coba aja, siapa tau gue bisa lebih mudah suka sama dia lagi karena dulu pernah deket."

"Iya deh terserah lo! Bosen gue. Sana turun!" Qiya menoleh menatap warung depan tempat Yasir berhenti. Ternyata sudah sampai.

Sedikit lebih lama karena Yasir bawa motornya pelan banget. Katanya sayang motornya baru ia cuci kemarin sore. Ah nanti siang juga kotor lagi padahal. Tapi gak papa juga sih, Qiya jadi bisa lebih lama menikmati udara yang indah pagi ini.

Me And SeniorsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang