Mereka sampai di parkiran dengan keadaan lelah. Kaki mereka benar-benar terasa sakit karena di pakai jalan jauh. Terutama Qiya dan Putri, kedua gadis itu meminta untuk duduk dulu sebentar di sebuah warung yang ada di parkiran.
Qiya melihat Fatur yang sedang bertelepon dengan seseorang. Ekspresinya biasa aja, mungkin bukan hal penting. Qiya menerima sebotol air minum yang di ulurkan Bara kepadanya. Ia langsung meneguk hingga habis setengah.
"Gilaa.. haus pisan heu Qiy?" Tanya Aji.
"Iya kak, parah dehidrasi. Tau gini bawa minum aja dari rumah" jawab Qiya.
Tatapan Qiya tertuju kepada Bara yang menghampirinya, tapi ternyata cowok itu menghampiri Yasir yang duduk di sebelahnya. Aduh, maaf Qiya kepedean.
"Cil, si Fani telpon," ujar Fatur.
Yasir mendongak, hatinya sedikit sakit ketika mengetahui gadis yang ia cintai menelepon mantannya yang katanya sudah tidak ada hubungan selain berteman. Sama seperti Yasir, Qiya juga merasakan hal yang sama ketika mendengar Fani menelepon Fatur. Lagipula kenapa Fatur harus langsung cerita begini sih. Bikin mood down aja.
Kakak beradik itu jadi overthingking. Apalagi Yasir yang sekarang berpikir kenapa Fani menelepon Fatur, padahal ia sudah punya pacar, anak sekolah lain. Yasir tidak mau peduli, tapi hatinya tidak bisa di bohongi. Ia hanya berusaha menghindar dari perasaan sakit hatinya kepada Fatur. Ia percaya Fatur tidak ada hubungan apa-apa lagi dengan Fani sejak mereka putus ketika SMP.
"Dia minta tolong sama gue buat jemput dia di alun-alun," cerita Fatur yang malah membuat Yasir semakin berpikir yang tidak-tidak tentang mereka.
"Yaudah jemput aja, gak papa kok kalo lo mau balik duluan" jawab Yasir berusaha biasa saja.
Qiya sudah menunduk menahan patah hatinya, kakinya bergerak menggesek-gesek batu yang diinjaknya.
"Maksud gue, lo aja sana yang jemput. Tadi gue sempet bilang telpon lo aja biar di jemput sama lo, tapi dia gamau, katanya malu minta tolong sama lo. Dia nangis di tinggalin pacarnya di alun-alun," ucap Fatur panjang.
Qiya mendongak menatap Fatur ketika mendengar Fani menangis ditinggal pacarnya di alun-alun, "mereka berantem gitu? Makanya teh Berbie di tinggal?" Tanya Qiya.
"Teh berbie siapa ya ampuunn" tanya Riza yang sejak tadi hanya menyimak.
Yasir langsung berdiri berniat menjemput Fani, ia khawatir karena mendengar gadis itu menangis. Ia menoleh ke arah adiknya yang masih duduk di bangku warung.
"Lo anterin adek gue ya, tur! Makasih" ucap Yasir sambil menepuk bahu Fatur.
"Qiya, pulangnya sama Fatur ya, sorry!" Lalu setelah itu Yasir berlari menghampiri motornya kemudian pergi untuk menjemput Fani.
Apakah Yasir sehat ketika menyuruh Fatur untuk mengantar Qiya pulang? Apakah kakaknya itu tidak memikirkan kondisi jantung Qiya kalau sampai ia beneran di antar pulang oleh Fatur. Dan juga, bisa-bisanya Yasir meninggalkannya hanya untuk menjemput seorang gadis yang sudah menyia-nyiakannya? Astagaaa..
"Gue pulang sama kak Riza aja, searah kan Kak? Boleh?" Pinta Qiya.
"Gue gak bawa motor Neng Qiya, gue bareng si Riza" jawab Aji.
Qiya mendengus, ia bingung. Sebenarnya Qiya sangat-sangat mau diantar pulang oleh Fatur, siapa yang menolak di bonceng oleh orang yang disukai? Tapi Qiya benar-benar merasa tidak sanggup. Ia yakin akan mati kutu nanti, ia takut ketauan salting semotor dengan Fatur.
"Gue mau anterin lo, Qiy. Tapi kalo si Bara gak papa," kata Fatur.
Qiya mendongak dengan polos menatap wajah tampan yang dikaguminya. "Hah? Gimana kak?" Tanya Qiya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Me And Seniors
Teen FictionGadis manis tapi jutek bernama Qiya, hatinya tertambat kepada seorang cowok cuek bernama Fatur. Namun perasaannya tidak semulus yang ia harapkan, ketika Qiya justru didekati oleh Bara yang merupakan sahabat dari Fatur. Tidak cukup sampai disitu. So...