61. Irham Lucu

3 1 0
                                    

Qiya mendongak menatap langit yang ditutupi awan hitam. Setetes demi tetes air hujan mulai turun dan lama-lama semakin deras.

Qiya berlari ke sebuah halte untuk berteduh menghindari hujan. Ia memang suka dengan hujan, tapi jika kehujanan seperti sekarang Qiya juga tidak mau.

Sore ini Qiya baru pulang bermain dengan teman SMPnya. Sekarang karena hujan ia jadi bingung harus pulang naik apa. Minta di jemput sama Yasir juga pasti di tolak karena kakaknya itu paling tidak suka kedinginan lagipula ponselnya mati.

Sekitar 10menit Qiya berteduh di halte datang tiga orang pemuda. Setelah memarkir motornya dengan tergesa, ketiganya menghampiri Qiya yang sekarang sudah ketakutan karena tidak mengenali mereka.

Ia menjauh dan bersiap untuk lari menerobos hujan, daripada mati ketakutan berteduh dengan ketiga pemuda ini mending lari, pikir Qiya. Sebelum melangkah pergi lengan Qiya di cekal oleh salah satu dari mereka.

"Heh!!!" Qiya melepaskan cekalan itu dengan kasar. Menatap sang pemuda dengan tajam.

"Buka helm bego!" Ujar seorang pemuda lainnya yang berdiri di belakang pemuda yang tadi mencekal lengan Qiya.

Mereka akhirnya membuka helm masing-masing. Qiya menghela nafas setelah mengetahui siapa ketiga pemuda ini. Sialan! Qiya sudah degdeggan karena panik.

"Mau kemana? Hujan-hujanan?"

"Mau kabur! Gue tadinya takut, lagian tumben pake helm fullface gitu, gegayaan!" Sinis Qiya.

"Kita abis main jauh Qiy! Sama kakak lo juga, kalau tau lo disini si Acil pasti kesini dulu jemput lo," kata Heri.

Ya pemuda itu adalah teman Yasir. Riza, Heri dan Bara. Qiya baru menyadari kalau ia memang mengenali dua motor yang di kemudikan oleh mereka. Tadi pasti Qiya sudah kepalang takut jadi tidak sadar jika itu orang yang dia kenal.

"Za, nanti gue pinjem motor lo ya kalau udah agak reda," ucap Bara.

Riza yang mengerti maksudnya langsung mengacungkan jempol mengizinkan Bara. Ia juga melempar kunci motor ke arahnya.

"Dingin gak?" Tanya Bara menatap Qiya.

"Gak usah sok tanya! Udah tau pasti dingin."

"Jaket gue basah gak bisa dipinjemin."

"Siapa juga yang mau pinjem," gumam Qiya.

Heri dan Riza terlihat cekikikan melihat Bara dan Qiya. Emang julid banget padahal apanya yang perlu dijulidin. Memang aura-aura teman laknat tuh seperti mereka, mirip Ajeng.

"Oiya! Kenapa gak minta jemput si Irham?" Tanya Riza tiba-tiba, membuat Bara menoleh dan menatap Qiya dengan intens.

Bara berharap, Qiya tidak dijemput Irham karena Bara sangat ingin mengantar Qiya sekarang. Walaupun pakai motor Riza.

Qiya tampak menggeleng pelan, membuat Bara tersenyum senang. Heri berdecih melihat senyum Bara yang terlihat sangat sombong sekali.

"Kenapa?" Tanya Riza.

"Wartawan lo kak tanya terus?"

Riza mendengus kesal mendengar respond Qiya. "Nanya doangg!!"

"Hp gue mati," jawab Qiya santai.

"Eum... kalo gue anter mau gak?" Tanya Bara.

"Moduuusss moduuusss!!!" Seru Riza dan Heri bersamaan. Lalu mereka tertawa setelah melihat Bara memelototinya.

"Boleh."

Bara semakin lebar menunjukan senyumnya. Sepertinya gigi Bara pun sampai kering saking lebarnya.

Terakhir kali mereka berinteraksi. Bara meminta Qiya untuk tidak memberinya harapan. Tapi rasanya malah dirinya sendiri yang selalu ingin meminta harapan. Menjauhi Qiya sehari saja sebenarnya sangat sulit untuk Bara, tapi ia juga bingung harus gimana. Bara hanya bisa memanfaatkan moment singkat dan tidak terduga seperti ini.

Tadi saja, awalnya Riza dan Heri akan terus menerobos hujan hingga sampai dirumah. Tapi Bara melihat Qiya berdiri sendiri di sebuah halte yang mereka lewati. Ia menyuruh Riza menepikan motornya di halte itu karena tidak tega melihat Qiya.

Untung saja kedua temannya itu paham dan langsung menepikan motornya.

......

Sampai dirumah, Qiya melihat Yasir yang sedang mengguyur motor kesayangannya karena tadi kena hujan. Ia turun dari motor Bara lalu mengucapkan terima kasih.

"Heh Bar! Ngapain lo?" Tanya Yasir setelah mendekati mereka di luar gerbang.

"Anterin adek lo, tadi gue liat dia di halte sendirian. Jadi pas reda gue anterin."

Yasir mengangguk-anggukan kepalanya tanda mengerti. Ia mengucapkan terima kasih juga kepada Bara sebelum Bara melenggang pergi untuk pulang.

"Darimana lo kak?" Tanya Qiya sambil jalan masuk ke rumah.

"Abis main jauh."

Qiya tak menghiraukan Yasir lagi, ia langsung bergegas masuk dan mandi. Setelah itu ia rebahan di kamar sambil menelepon Irham.

"Mau laporan!" Ucap Qiya saat panggilan sudah tersambung.

"Apa?"

"Tadi gue abis main pulangnya dianterin kak Bara, gak sengaja ketemu di jalan."

Qiya bisa mendengar Irham mendengus setelah Qiya menyelesaikan ucapannya.

"Kenapa gak minta jemput gue sih? Malah pulang sama cowo lain! Gue juga masih mampu jemput lo walaupun hujan! Bikin kesel aja!!" Marah Irham.

"Maaf yaa.. hp gue mati. Chat lo aja baru gue liat barusan pas hp baru di cas. Tadi gak sengaja ketemu kok. Gue juga nungguin hujan reda sendirian di halte. Jangan marah lah, harusnya alhamdulillah gue ada yang anterin terus langsung jujur sama lo. Bukannya di marahin gini," jawab Qiya dengan nada lesunya. Lebih tepatnya pura-pura lesu, biar Irham luluh dan gak marah-marah.

"Cemburu aing!!" Kata Irham dengan pelan. Kayaknya ada rasa gengsi tapi pengen ngucapin itu, jadinya Irham kaya malu-malu kesel gitu nadanya.

Qiya mengulum bibirnya menahan tawa. Lucu sekali pacarnya ini. "Kalo kita lagi ketemu gue udah cubitin lo sampe puas! Gemes banget sih."

"Gue lagi kesel lo malah kaya gitu!"

"Terus gue harus apa?" Tanya Qiya dengan lembut. Ia masih berusaha menahan tawanya.

"Ra-- rayu lah..." cicit Irham.

Qiya tertawa keras. Sungguh, maafkan Qiya yang tidak bisa menahan tawanya lagi. Irham benar-benar bertingkah lucu. Qiya bahkan baru kali ini mengetahui sikap Irham yang seperti ini.

"Manja banget sih hahahah..."

Irham mendengus sebal, "malu ah! Bye!"

Sambungan telepon di putus sepihak oleh Irham. Qiya melempar pelan ponselnya ke arah tengah kasur. Lalu ia berguling karena tidak kuat menahan tawanya. Serius Irham benar-benar lucu. Dan ia malu katanya? Rasanya Qiya ingin menghampiri Irham untuk memasukannya ke dalam karung sekarang juga.

Me And SeniorsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang